EKSKLUSIF
Rumah Bari Suku Basemah Diburu Kolektor dan Diklaim Bukan Karya Seni Sumsel
Mereka berani pasang harga sampai Rp 300 juta. Ukiran rumah bari itu digunakan untuk memikat para turis dan diklaim sebagai karya seni daerah setempat
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kekayaan seni dan budaya Sumsel berupa rumah berukir diangkut secara besar-besaran ke luar daerah. Kolektor asal Bogor dan Bali paling berminat.
Mereka berani pasang harga sampai Rp 300 juta. Ukiran rumah bari itu digunakan untuk memikat para turis dan diklaim sebagai karya seni daerah setempat, bukan asal Sumsel.
Para kolektor menggunakan jasa broker. Broker-broker ini mencari rumah bari dan menawarkan harga. Jaringan diperluas dengan cara memasang mata-mata pada setiap desa. Begitu ada yang mau jual rumah, langsung disambar.
Penulusuran Tribun Sumsel akhir pekan lalu, rumah bari di pinggir jalan Desa Karang Agung, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten Lahat kini telah berubah menjadi rumah berbahan beton. Tiga tahun belakang ini pemilik rumah telah mendiami rumah permanen tersebut.
Rumah bari milik almarhum Surip dijual kepada seorang kolektor asal Bogor seharga Rp 20 juta. Uang tersebut digunakan untuk membangun rumahnya yang kini ditempati istri dan anak, dan cucunya.
Rumah bari (ghumah baghi) merupakan rumah adat suku Basemah yang mendiami wilayah Lahat, Pagaralam, dan sekitarnya.
Sejak beberapa tahun terakhir rumah bari menjadi incaran para kolektor asal Bali dan Bogor. Kayu dan ukiran khasnya menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis yang berkunjung ke daerah itu.
Kayu-kayu berukir itu diletakkan tempat wisata dan kafe. Ada juga yang dijejerkan dengan rumah adat lain. Bahkan sebagai ornamen vila yang ditempati para turis.
Kini pemilik rumah bari di Lahat tidak lagi sungkan menjual rumahnya jika harga yang ditawarkan dinilai sesuai. Banyaknya peminat rumah bari membuat warga memasang harga tinggi bahkan mencapai Rp 300 juta.
Istri Surip, yang disapa nineng (nenek) menceritakan perihal mengapa rumah bari miliknya dijual. Menurutnya, rumah bari yang ia tinggali bukan peninggalan dari orangtua. Suaminya membeli rumah tersebut dari pemilik lama. Rumah bari itu telah ada sejak tahun 1940.
Lanjut nineng, rumah bari yang ia tempati lama-kelamaan mengalami kerusakan. Rumah berbahan kayu tersebut rapuh dimakan usia. Biaya perbaikan dinilai cukup besar. "Saat dijual kondisinya sudah banyak rusak," jelasnya.
Meski beberapa bagian mengalami kerusakan, ukiran di bagian-bagian rumah masih memiliki nilai jual. Seorang pria yang mengaku dari Bogor tertarik membelinya. Tidak hanya ukirannya, pria tersebut mengambil semua bagian rumah seharga Rp 20 juta.
Bangunan rumah bari milik suami nining tersebut dibongkar langsung oleh pembeli dan dibawa ke Bogor melalui jalur darat. "Katanya (pembeli) kayu-kayu rumah bari digunakan untuk mempercantik villa," jelasnya