Opini

Refleksi Muktamar IV PBB 2015

PARTAI Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik Indonesia yang berasaskan Islam berdiri pada tanggal 17 Juli 1998 di Jakarta

zoom-inlihat foto Refleksi Muktamar IV PBB 2015
TRIBUNSUMSEL.COM
Icon Tribunsumsel.com

TRIBUNSUMSEL.COM - PARTAI Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik Indonesia yang berasaskan Islam berdiri pada tanggal 17 Juli 1998 di Jakarta dan dideklarasikan pada Hari Jumat tanggal 26 Juli 1998. Sejak didirikan tahun 1998, PBB telah empat kali mengikuti Pemilu, yaitu Pemilu 1999, 2004, 2009 dan 2014.

Di bawah kepemimpinan Ketua Umum Yusril Ihza Mahendra sejak 1998 hingga 2005, PBB saat Pemilu tahun 1999, mampu meraih 2.050.000 suara atau sekitar 2% dan meraih 13 kursi DPR RI dan pada Pemilu 2004 memenangkan suara sebesar 2.970.487 pemilih (2,62%) dan mendapatkan 11 kursi di DPR. Namun sejak dinakhodai MS Kaban selama dua periode (2005-2015), karir politik PBB mulai redup serta tak satu pun kadernya yang berkiprah di Senayan dan bahkan tidak lolos parliamentary threshold.

Sebagai kader PBB, lantas kita bertanya; mengapa PBB yang berbasis Islam harus “rontok” di tengah mayoritas Muslim di Indonesia. Dan mungkinkah PBB akan bangkit pada Pemilu Legislatif 2019 nanti? Tentunya, pertanyaan inilah yang harus menjadi agenda utama dalam Muktamar IV Partai Bulan Bintang yang nanti akan dilaksanakan pada 24 s/d 26 April 2015, bertempat di Cisarua, Puncak Bogor.

Tentu, tak ada salahnya bila kita mengkaji pertanyaan di atas sebagai bahan refleksi kita untuk menatap masa depan PBB. Karena, sesungguhnya posisi umat Islam yang mayoritas sangat strategis dan signifikan menjadi kekuatan dan sekaligus modal sosial dan politik bagi PBB meraih suara, minimal bisa lolos dari parliamentary threshold.

Anehnya, justru parpol nasionalis menyasar dukungan dari umat Islam ini dan PBB harus “rontok” karena belum mampu meraih simpati sebagian besar umat Islam. Bila dikaji lebih spesifik, penyebab utama kekalahan PBB, sehingga tidak lolos pada Pemilu Legislatif 2009 dan 2014 tentu disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya;
Pertama, lemahnya figur pucuk pimpinan PBB. Hal ini dibuktikan dengan tidak terlalu diidolakannya tokoh-tokoh PBB dibandingkan parpol nasionalis. Dalam beberapa survey konsultan politik juga mengindikasikan hal ini di mana tokoh-tokoh parpol Islam, termasuk PBB, tidak memiliki elektabilitas dan tingkat pengenalan yang tinggi.

Kedua, secara internal partai, infrastruktur PBB lemah. Terbukti, dari keseluruhan DPW se Indonesia terdapat enam DPW yang tidak mampu melaksanakan Muswil pada 2015. Kemudian dari 512 kab/kota di Indonesia, menjelang Muktamar IV PBB hanya terbentuk 410 DPC berarti ada 102 kab/kota di Indonesia yang tidak punya DPC PBB. Apalagi pengurus anak cabang dan pengurus ranting di tingkat desa/kelurahan dipastikan jauh lebih banyak yang tidak terbentuk.

Ketiga, lemahnya kaderisasi. Kegiatan kaderisasi, seperti training, pelatihan pra lantang dan lantang I-III, khususnya selama lima tahun terakhir tidak pernah dilaksanakan. Seharusnya sebagai parpol yang berasaskan Islam, di kalangan internal PBB melaksanakan penguatan ideologi Islam bagi para pengurus dan kadernya. Jangan sampai terjadi split personality, di mana di satu sisi PBB berasas Islam dan di sisi lain perilaku kadernya justru tidak Islami.
Momentum Muktamar IV PBB 2015 ini seharusnya dimanfaatkan untuk melakukan pembenahan manajemen PBB. Revitalisasi manajemen organisasi dalam tubuh PBB harus ditata kembali.

Sebagai partai yang lahir dari rahim reformasi, PBB hendaknya memiliki budaya rasionalisasi dan transformasi regenerasi serta anti status quo. Revitalisasi dan regenerasi dalam tubuh PBB harus direkonstruksi ulang sesuai dengan perubahan dinamisasi dalam politik saat ini. Sebab selama ini, dalam kancah politik nasional dapat diakui PBB berjalan statis.

Perhelatan Muktamar IV PBB 2015, seharusnya memilih ketua umum baru yang mempunyai banyak massa mendukung serta populer di masyarakat dan harus loyal kepada partai. Dengan kata lain, dalam muktamar ini, PBB harus memilih sosok ketua umum yang mampu mendongkrak perolehan suara PBB dan menjadikan partai ini besar. Sebab eksistensi parpol sangat ditentukan oleh nakhoda atau ketua umum parpol tersebut.

Sementara dalam PBB belum muncul seorang tokoh yang mampu menjadi ketua umum yang membuat parpol Islam ini bangkit kembali. Karenanya, tanpa bermaksud mendikhotomi sumber kader dari internal atau eksternal, sudah selayaknya PBB dipimpin oleh seorang tokoh yang popular di tengah masyarakat yang nantinya diharapkan juga dapat menjadikan PBB sebagai parpol yang dikenal, populer dan melekat di hati rakyat pemilih.

Sebagai kader PBB, kita tetap mengapresiasi kepemimpinan Prof Yusril Ihza Mahendra dan MS Kaban. Dan selayaknya kedua tokoh ini ditempatkan di posisi ketua Dewan Pembina/Penasehat/Majelis Syuro PBB.
Menurut hemat saya, salah satu kandidat yang siap dan pas menjadi ketum PBB adalah Rhoma Irama (RI). Di tengah persiangan antar parpol, sosok RI sangat tepat memimpin PBB.

Ia seorang yang sangat popular dan bahkan punya fans fanatik dari wilayah perkotaan hingga kepedesaan dan bahkan sampai ke kampung-kampung serta dari kalangan atas (high class) sampai kalangan bawah (lower class); tua-muda, termasuk sebagian besar TKI/TKW yang saat ini bekerja di luar negeri yang jumlah sangat banyak.

Demikian pula, komitmen keislaman dan keindonesiaannya, sebagaimana Prof Yusril Ihza Mahendra dan MS Kaban, sudah teruji dan tak diragukan lagi. Kita yakin, dengan terpilihnya RI menjadi ketua umum PBB, akan membawa partai berbasis Islam yang kita cintai ini menuju puncak kejayaannya.

Oleh : H Junial Komar
(Kandidat Doktor UIN Raden Fatah Palembang,
Ketua DPW PBB Sumsel 2005-2015)

Tags
Opini
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved