Mimbar Jumat
Mengaplikasikan Zikir dan Pikir dalam Kehidupan
SETIAP makhluk yang bernama manusia akan selalu mendambakan hidup bahagia, kecuali mereka yang tidak waras. Bahkan jika ia seorang muslim
TRIBUNSUMSEL.COM - SETIAP makhluk yang bernama manusia akan selalu mendambakan hidup bahagia, kecuali mereka yang tidak waras. Bahkan jika ia seorang muslim, lebih lengkap lagi dambaannya, yakni bahagia di dunia dan akhirat kelak.
UKURAN kebahagiaan memang tidak sama. Ada orang yang bahagia karena memiliki harta yang berlimpah, atau kedudukan yang tinggi. Ada pula orang yang hidupnya sederhana dan pas-pasan, tapi ia pun merasa bahagia.
Sebaliknya tak sedikit pula orang memiliki harta berlimpah dan punya kedudukan tinggi, tapi ia tidak merasakan kebahagiaan. Ia selalu kelihatan gelisah, sibuk, mukanya kusut-masai, dan tidak ada lagi waktu untuk istirahat. Orang seperti ini adalah orang yang telah “diperkuda” harta. Biasanya orang seperti ini tak pernah puas dengan harta yang diperolehnya. Sehingga ia berusaha terus untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Ia baru akan berhenti mengejar harta, apabila maut telah menjemputnya.
Konsep Islam untuk meraih kebahagiaan, baik di dunia maupun akhirat, sudah jelas. Setiap usaha yang dilakukan hendaklah dilandasi iman dan takwa kepada Allah SWT. Nah, landasan iman dan takwa inilah sering dilupakan orang, sehingga ia menghalalkan segala cara untuk menumpuk harta.
Halal, haram, hantam (H3). Orang-orang seperti ini tidak mungkin hidup bahagia.
Untuk menumbuhkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, kita harus selalu ingat (zikir) kepada Allah kapanpun dan dimanapun berada.
Pengertian Zikir
Banyak orang salah persepsi dalam mengartikan “zikir” ini. Sebagian orang berpendapat, zikir hanyalah sekadar mengucapkan “Subhanallah”, “Alhamdulillah”, dan “Allahu Akbar”. Padahal makna zikir itu sangat luas. Zikir artinya mengingat, “Zikrullah” adalah mengingat Allah. Mengingat di sini bukan sekadar ingat, tetapi ingat akan perintah Allah, ingat akan larangan-larangan-Nya. Zikir itu diucapkan dengan indah dan diaplikasikan dalam keseharian kita.
Apa pun pekerjaan atau profesi yang kita tekuni, hendaklah selalu ingat dengan Allah. Apabila kita ingat dengan Allah, apa pun yang kita lakukan akan terhindar dari hal-hal yang dimurkai Allah. Sebagai aparatur negara, jika dalam bertugas kita ingat dengan Allah, kita akan takut melakukan korupsi. Apabila kita seorang pedagang, jika selalu ingat dengan Allah, kita tidak akan mau berbohong atau mengurangi timbangan dan meteran.
Mereka-mereka yang melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), karena mereka juga tidak ingat dengan Allah. Orang-orang yang tega merampok, membunuh, memperkosa, dan berbuat maksiat lainnya adalah karena mereka tidak ingat dengan Allah.
Padahal sebagian besar mereka mengaku beragama Islam. Oleh sebab itu, agar kita terhindar dari segala perbuatan yang dimurkai Allah, kita harus selalu ingat (zikir) dengan Allah, baik dengan lisan (perkataan), maupun dalam segala perbuatan sehari-hari. Allah berfirman yang artinya : “Orang-orang yang beriman, hati mereka jadi tenteram dengan mengingat Allah. Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati jadi tenteram” (QS Ar-Ra’d : 28).
Untuk dapat mengingat Allah dengan baik, serta mengaplikasikannya dalam segala amal kita perlu ilmu. Dengan ilmu kita akan dapat beribadah dengan sempurna. Ilmu menggunakan akal (pikir). Manusia disuruh Allah menggunakan akal untuk mengolah sumber daya alam yang telah disediakan-Nya dengan begitu lengkap di dunia ini. Menggunakan akal tentu perlu ilmu. Itulah sebabnya ayat pertama dari kitab suci Al-quran diturunkan Allah berupa perintah “membaca” yakni “Iqra” (bacalah).
Manusia disuruh membaca semua yang diciptakan Allah dengan pikiran mereka. Ilmu (pikir) merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh manusia muslim. Tanpa ilmu semua jadi gelap. Beramal tanpa ilmu, amalnya sia-sia. Begitu pula dalam meraih kebahagiaan, diperlukan ilmu. Mereka-mereka yang memperoleh kedudukan tinggi, karena mereka memiliki ilmu. Orang-orang yang sukses di dunia usaha, karena mereka menguasai ilmu, paling tidak ilmu dagang, ilmu ekonomi, dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW telah mengisyaratkan dalam sebuah hadistnya, yang artinya : “Dengan ilmu manusia akan mencapai kebahagiaan di dunia. Dengan ilmu manusia juga akan mencapai kebahagiaan di akhirat. Dan dengan ilmu pula akan bisa mencapai kedua-duanya”. Ajaran Islam tidak membatasi penganutnya untuk menuntut ilmu, asal ilmu itu akan membawa kebaikan kepada manusia dan tidak ada batas umur untuk menuntut ilmu. Cara menuntut ilmu pun tidak hanya lewat jalur formal (sekolah), tetapi juga bisa lewat jalur informal, seperti pengajian, penataran, atau belajar dengan membaca buku. Pendek kata, untuk menuntut ilmu terbuka kesempatan di mana dan kapan saja.
Zikir dan Pikir Sejalan
Untuk meraih kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat, seorang muslim harus selalu ingat (zikir) dengan Allah. Di samping ingat (zikir) dengan Allah, seorang muslim juga harus berilmu, lebih-lebih ilmu tentang agama. Tidak mungkin akan sempurna ibadah seseorang, kalau ia tidak berilmu. Masih banyak kita melihat orang beribadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah, karena ia tak berilmu. Ia beribadah hanya karena ikut-ikutan.
Beribadah, terutama ibadah khusus (mahdhah), adalah wujud dari zikir (ingat) kita kepada Allah. Oleh sebab itu ibadah-ibadah khusus seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, harus dilaksanakan dengan sempurna, sesuai dengan petunjuk Allah dalam Alquran, serta tuntunan Rasulullah SAW dengan hadis-hadisnya yang sahih. Untuk itu diperlukan ilmu.
Untuk membaca Alquran dan menerjemahkannya, kemudian menghayatinya, tentu perlu ilmu. Begitu pula dalam memahami hadis-hadis Rasulullah SAW. Tanpa ilmu kita tidak akan bisa membedakan mana hadis yang sahih, mana yang dhaif. Zikir dan pikir harus sejalan, baik itu untuk urusan duniawi maupun dalam urusan ukhrawy, jika kita menginginkan kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Oleh : H Muazim Syair
Pemred Majalah Warta Dakwah