Kisah Anak Indigo Palembang
EKSKLUSIF: Ada 8 Anak Indigo di Palembang
Sampai sekarang setidaknya telah ditemukan sebanyak delapan orang indigo. Kebanyakan memang berusia muda, 15-23 tahun.
TRIBUNSUMSEL.COM - Rasa kesepian itu perlahan hilang sejak mengenal Rassa Shienta ZA, juga indigo yang lebih senior. Rassa, merupakan penulis novel yang berniat membimbing juniornya itu agar bisa mengoptimalkan kemampuannya untuk hal-hal berguna.
Pertemuan itu bermula dari pertemanan di jejaring sosial. Setelah melalui proses pengenalan cukup lama, keduanya semakin akrab ketika sudah berjumpa langsung. Setelah dipelajari kemampuan dan dilakukan pemetaan potensi, Rassa memastikan bakat yang dimiliki anak asuhnya itu menjadi penulis.
“Saya setelah menemukan anak, akan pelajari karakter, genetiknya, dan riwayat indigonya. Lalu petakan potensinya, tidak semua orang bisa menulis. Kalau yang satu ini saya lihat punya kemampuan menulis,” ujarnya sambil memegang pundak gadis cantik di sebelahnya.
Pemetaan potensi itu juga pernah dilakukannya untuk anak indigo yang berasal dari Prabumulih. Orangtua pemuda itu berkeinginan anaknya menjadi guru. Setelah dilakukan tes pemetaan potensi, pemuda itu diketahui berbakat di bidang musikal.
“Baru kemudian dicarikan universitas yang cocok untuknya. Kemudian disarankan di UNY prodi musik dan sekarang sudah semester 7,” ujar Rassa.
Sebagai orang yang dituakan dan memiliki kemampuan menjaga emosi, Rassa ditunjuk oleh komunitas Indigo di Indonesia untuk memberikan bimbingan pada anak-anak Indigo di Palembang dan sekitarnya.
Sampai sekarang setidaknya telah ditemukan sebanyak delapan orang indigo. Kebanyakan memang berusia muda, 15-23 tahun.
Tugas utamanya membuat anak-anak itu mampu mengendalikan emosi, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, meningkatkan kemampuan, dan membuat lingkungan anak-anak itu tidak menjauhi mereka.
“Mengungkapkan langsung ke orang lain bahwa kita adalah indigo tentu tidak akan percaya. Mereka butuh pembuktian. Saya saja, baru diketahui publik sebagai indigo setelah dua tahun terakhir. Terutama setelah novel terbit,” ungkapnya.
Wanita yang menamatkan kuliah Fakultas Ilmu Sosial Politik (Fisip) Universitas Terbuka (UT) ini merasakan adanya kemampuan indigo pada usia 4 tahun. Meski sempat mendapat penolakan dari lingkungan cukup lama, ia kini bisa menghasilkan karya yang dinikmati banyak orang.
Novel berjudul “Dimensi” yang dibuatnya bersama Triani Retno A telah dicetak sebanyak 12.000 buku pada Juli 2014. Sejumlah toko buku mengaku kehabisan stok, sehingga direncanakan pada November ini akan dicetak lagi untuk kedua kalinya. (WAN/BBN)
LIKE FB TRIBUN SUMSEL DAN FOLLOW TWITTER @tribunsumsel
SELENGKAPNYA BACA TRIBUNSUMSEL EDISI CETAK HARI INI, JUMAT (24/10/2014). ATAU IKUTI TERUS BERITANYA DI TOPIK : KISAH ANAK INDIGO PALEMBANG