Penderita Lupus Ceria di Medsos

Melisa Aprilia Berkisah di Sisa Hidupnya

Keakraban di medsos juga menular di kehidupan nyata. Awalnya hanya sebatas teman ngobrol hingga Suci menganggapnya sebagai keluarga sendiri.

Facebook
Melisa Aprilia, penderita penyakit Lupus, semasa hidup saat mendapatkan perawatan 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Pada 4 Juni 2014 lalu, Melisa Aprilia genap 2 tahun meninggalkan keluarga dan teman-teman di dunia ini. Penyakit lupus yang menggerogoti tubuhnya sejak tujuh tahun itu tak mampu lagi dilawan. Kepergian Melisa (21), yang sangat cepat itu membuat banyak orang tidak percaya.

Berbagai ungkapan bela sungkawa langsung memenuhi beranda facebook-nya. Padahal Melisa bukanlah siapa-siapa. Bukan orang terkenal ataupun anak pejabat.

“Satu pelajaran berharga bagi kami, banyak sekali orang perhatian dan menyayangimu. Pasti kamu orang baik. Saya berdoa dengan tulus supaya Allah SWT menempatkanmu di surga Nya, amin,” tulis Hendri Zainudin, mantan Direktur Teknik (Dirtek) Sriwijaya FC (SFC) yang ikut berduka di beranda FB milik Melisa dengan nama FB Melisa Edogawa.

Sebelum meninggal, Melisa merupakan seorang penggiat dunia maya melalui media sosial (Medsos) facebook (FB). Dirinya seakan menemui kehidupan baru setelah bertahun-tahun harus terkurung di rumah dan tidak bisa lepas dari obat.

Karena FB pulalah, Melisa pertama kali menceritakan penyakit yang ia derita itu kepada orang yang bukan keluarganya. Suci Romadonia, teman FB Melisa menjadi orang pertama dan terakhir yang melihat perjuangan Melisa melawan penyakitnya.

"Kenal pertama melalui FB. Kita sama-sama gabung di Fan Page (FP) Wong Palembang Nian (WPN)," ujar Suci, seorang ibu rumah tangga mengawali cerita.

Komunikasi intensif melalui media maya terus terjalin antara Suci dan Melisa meskipun umur mereka berbeda cukup jauh. Suci telah berkeluarga dan memiliki dua anak, sedangkan Melisa masih berstatus mahasiswa.

Keakraban di medsos juga menular di kehidupan nyata. Awalnya hanya sebatas teman ngobrol hingga Suci menganggapnya sebagai keluarga sendiri. "3-4 bulan bertemu dan saling akrab. Saya baru tahu bahwa Melisa mengidap penyakit lupus," ujarnya.

Awalnya, Suci tidak menyangka jika Melisa sedang berjuang melawan penyakit lupus yang dideritanya itu. Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi yang akhirnya menyerang tubuh.

Suci tahu ketika menanyakan mengapa wajah Melisa dipenuhi bintik-bintik seperti flek. Saat itulah Melisa pertama kali bercerita jika ia telah tujuh tahun melawan penyakit lupus. "Saat cerita itu Melisa tidak sedih. Ia ceria," ungkapnya.

Melisa sering memanfaatkan fb untuk berkomunikasi dengan orang lain. Tidak jarang juga membagikan foto-foto keceriaannya menerima nasi tumpeng sebagai hadiah ulang dari ibunya, memamerkan potongan rambut baru, hingga proses transfusi darah di rumah sakit.

Setelah mengetahui bahwa dibalik keceriaan Melisa tersimpan satu penyakit yang mematikan, Suci dan keluarga FP WPN terus memberikan semangat. Para member WPN tahu bahwa yang dibutuhkan oleh Melisa saat itu adalah kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya dengan ceria.

"Pernah Melisa butuh darah banyak. Kita langsung mencari donor melalui FB di akun WPN. Hanya 15 menit darah terkumpul, meskipun akhirnya Juni 2012 Melisa meninggal," ujar Bik Uci, sapaan akrabnya.

Pertemanan di medsos yang berujung kekeluargaan tersebut tidak begitu saja berakhir saat Melisa meninggal. Orangtua Melisa bahkan mengangkat Suci untuk jadi anaknya dan menawarkan Suci untuk tinggal di rumahnya.

"Jadi orangtua Melisa itu mau memberikan saya rumah. Saya dan  teman-teman masih sering bersilaturahmi ke rumah orangtuanya meski Melisa tidak ada lagi," jelasnya.

Selengkapnya baca Tribun Sumsel edisi cetak hari ini, Senin (20/10/2014).

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved