EKSKLUSIF
Gali 2 Meter dapat Emas, Warga Sumsel Sehari Raup Rp 5 Juta
Bebatuan mengandung emas itu dia peroleh dengan menggali tanah sampai kedalaman dua meter.
TRIBUNSUMSEL.COM, MURATARA - Di saat harga getah karet sedang jatuh, sebagian petani di Desa Sukamenang, Kecamatan Karangjaya, Musirawas Utara, Sumatera Selatan, tak lantas hidup susah. Mereka menikmati kilau emas di lokasi bekas tambang PT Barisan Tropical Minnging. Seharian mendulang seorang warga bisa dapat Rp 5 juta.
Aktivitas pencarian mineral bernilai tinggi itu sudah setahun terakhir ini ditekuni warga. Mereka alih pekerjaan akibat harga getah karet tidak kunjung membaik. Modalnya alat perlengkapan tradisional seperti cangkul, sekop, ayakan.
Satu di antara pendulang emas itu, Ikhwan, menggunakan teknologi mesin penggiling batu. Tabung-tabung besi, yang digerakkan berputar, digunakan untuk memecah batu dengan disiram air. Setelah bongkahan batu berubah seperti bubur di dalam ember, barulah dia mencari serpihan emas dan menentukan kadar menggunakan air raksa.
Bebatuan mengandung emas itu dia peroleh dengan menggali tanah sampai kedalaman dua meter.
"Tidak semua batu yang ditemukan itu memiliki kadar emas, jadi setelah dikumpulkan nantinya akan terbentuk sebuah bongkahan, nah disitulah batu akan dicampur air raksa dan diketahui berapa gram dan kadarnya," katanya pada Tribunsumsel, Minggu (28/9/2014).
Pendapatan per hari sebagai pendulang emas diakui Ikhwan tidak menentu. Rata-rata sehari dapat 20 gram emas yang dijual Rp 5 juta. Namun, ada kalanya seharian mencari tidak dapat emas.
"Kalau untuk menjual tidak susah, karena ada orang yang menampungnya. Kami menjual juga sudah dalam bentuk bongkahan, kalau dihitung-hitung harga emas hasil penambangan tradisional berkisar Rp 200 ribu per gram," katanya.
Hampir seluruh petani di desa itu mendari emas. "Kalau mau mengandalkan harga karet, tidak bisa makan. Apalagi harus mengeluarkan uang untuk anak sekolah, jadi banyak petani karet beralih profesi saat ini," jelasnya.
Dia bersyukur di Desa Sukamenang terdapat sumber daya alam berlimpah. Kendati pekerjaan sebagai penambang berbahaya, Ikhawan harus melakukan hal tersebut demi menafkahi keluarganya.
"Walaupun ini bertentangan dengan aturan pemerintah kami akan terus melakukan penambangan, karena siapa lagi yang akan memberikan uang. Terlebih biaya pendidikan anak-anak saat ini mahal, jika tidak ada usaha pendulangan emas, mungkin banyak anak yang putus sekolah. Sedangkan yang kuliah nasibnya akan berhenti dijalan lantaran tidak ada biaya," kata dia.
Informasi dihimpun Tribun, penambangan di eks PT BTM ini pernah dihentikan pemerintah daerah setempat pada 2012 lalu. Warga melakukan penambangan liar sejak 2009, setelah kontrak pertambangan PT BTM sejak 1990 berakhir pada 2005. PT BTM sebagian besar saham milik pengusaha Australia bekerja sama dengan pengusaha lokal.
Penambangan tradisional dilakukan warga di mulut tambang yang kedalamannya mencapai ratusan meter dengan menggunakan peralatan terbatas, sehingga membahayakan keselamatan.
Adi, seorang penambang emas, mengatakan, dia telah meninggalkan kebun karet karena kesulitan mencukupi kebutuhan sehari-hari. "Lumayan daripada nganggur dan tidak ada penghasilan sama sekali. Harga karet sekarang anjlok, petani tidak dapat berbuat banyak kecuali harus putar otak untuk bertahan hidup," katanya. (Siemen Martin)
Lengkapnya baca koran cetak Tribun Sumsel, Selasa (30/9/2014)