Praktik Dokter Aborsi di Palembang
Ceramahi Pasien Aborsi Sebelum Beri Obat
Saat bertemu dokter itu, L sedikit bingung bagaimana cara menyampaikan maksud kedatangannya.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Klinik-klinik dokter yang melayani praktik aborsi ilegal diam-diam masih beroperasi di Palembang. Uniknya, sebelum mau mengaborsi, si dokter menceramahi dulu pasiennya.
Pasien yang datang rata-rata pasangan mahasiswa-mahasiswi muda belum menikah yang melakukan seks bebas lalu tak siap saat hamil.
Tribun melakukan penelusuran langsung ke klinik yang menyediakan paket aborsi ilegal ini. Bermula dari penuturan sumber Tribun, L dan S, pasangan belum menikah yang pernah meminta bantuan aborsi ilegal dari sang dokter. Belakangan sumber Tribun ini malah jadi perantara tak resmi yang sering membawa teman-temannya ke klinik ini.
L bercerita, saat itu usia kehamilan pacarnya masuk 4 bulan. "Karena panik dan belum mau menikah kami mau aborsi," ujar L.
L mengetahui tempat aborsi dokter praktik itu dari kerabatnya yang pernah melakukan hal serupa. Lokasinya sangat mudah dijangkau karena berada di tengah kota Palembang.
Saat bertemu dokter itu, L sedikit bingung bagaimana cara menyampaikan maksud kedatangannya.
Dokter tersebut ternyata paham maksud L setelah melihat bujangan itu mengajak pacarnya. Awalnya si dokter tidak memberikan jawaban pasti tentang solusi permasalahan yang dialami dua sejoli itu.
Sempat ditanya, bayinya mau digugurkan. Tak hanya itu, dokter itu menghabiskan waktu sekitar 30 menit untuk memberikan nasihat kepada L. Memberitahu bahwa aborsi merupakan perbuatan yang sangat berdosa.
"Saya diceramahinya terlebih dahulu. Inti dari perkataannya bahwa aborsi itu dilarang agama. Ia juga mengatakan seolah-olah bahwa dirinya hanya ingin membantu. Sepertinya dokter tersebut tidak mau dikatakan berdosa karena membantu orang menggugurkan kandungan," terang L.
Usai memberikan petuah, dokter pria itu mengecek kondisi janin berusia empat bulan yang dikandung pacarnya. Usia kandungan empat bulan merupakan perkara gampang bagi dokter tersebut. Sebanyak 20 butir obat peruntuh janin diberikan dokter itu.
Bentuk obatnya seperti kebanyakan, berwarna putih dan berbentuk bulat pipih. L kemudian harus mengeluarkan uang Rp 2,8 juta untuk membayar semua pelayanan yang diterimanya.
Pasien hanya disuruh memakan obat tersebut setiap empat jam sekali hingga terjadi kontraksi dalam janinnya. Sebelumnya pasien telah diajarkan apa yang harus dilakukan saat terjadi kontraksi.
Pengeluaran janinnya bukan di tempat dokter tersebut. Dokter hanya memberikan imbauan jika terjadi pendarahan. "Jika terjadi pendarahan segera dibawa ke rumah sakit," ucap L mengenang perkataan dokter.
Aborsi yang dilakukan pasangan L dan S berhasil. Janin keluar di rumah S tanpa pendarahan yang berlebihan. Obat yang diberikan bahkan belum semua dimakan.
Dalam proses pengeluaran janin. Obat yang diberikan akan membuat perut sakit dan keram. Darah akan keluar dari alat kelamin wanita secara berkala persis seperti wanita sedang mengalami menstruasi.
Dari cerita L, kurang lebih dua jam janin yang dikandung pacarnya keluar. Janinnya seperti darah yang menggumpal. Setelah janin itu keluar S tidak lagi mengalami pendarahan. "Untuk memastikannya saya menggunakan alat tes kehamilan (test pack). Apakah masih positif (hamil, red) atau tidak. Ternyata tidak," terangnya.
Ketenaran dokter tersebut didapat para pelaku aborsi dari mulut ke mulut. Biasanya dari sesama pasien aborsi. Merasa puas dengan layanan itu, L kerap menjadi informan bagi temannya yang lain. Setidaknya hingga saat ini sudah tiga orang yang juga melakukan aborsi di dokter itu.
"Hal-hal seperti itu (aborsi, red) tidak sembarang orang tau. Kalau bukan teman yang benar-benar akrab. Tidak mungkin dikasih tau," jelasnya. (bbn/and/wan)