Praktik Dokter Aborsi di Palembang
Aborsi Itu Ada, Tapi Tidak Ketahuan
Oleh sebab itu aborsi harus dilakukan oleh orang berkompetensi di bidangnya.
TRIBUNSUMSEL.COM - Menurut dr Fauzia, Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Palembang, pada Tribun, mengatakan, aborsi itu memang sulit terdata. Bentuknya ada, tetapi tidak ketahuan. Tindakan ini tidak mengapa dilakukan asalkan sesuai dengan indikasi medis. Artinya dilakukan untuk menghindari ancaman pada keselamatan si ibu.
Apabila dilakukan tanpa indikasi medis namanya ilegal. Itu akan dijerat hukum. Apabila benar terbukti bersalah maka sanksi lainnya akan mengikuti. Dinas Kesehatan Kota Palembang tidak segan-segan mencabut izin dan menutup tempat praktik dokter atau bidan yang melakukan tindakan itu.
Wanita yang melakukan aborsi juga perlu mengetahui resikonya. Apabila dilakukan bukan di tempat standar pelayanan dapat berakibat infeksi, pendarahan hebat, sampai kematian.
Oleh sebab itu aborsi harus dilakukan oleh orang berkompetensi di bidangnya.
Bidan itu hanya mengurusi persalinan normal, jadi tidak boleh melakukan aborsi. Mereka yang boleh adalah dokter spesialis kandungan dan itu juga harus sesuai indikasi medis.
Sampai sekarang belum ada laporan kasus-kasus ini ke Dinkes Palembang, apalagi sampai melibatkan dokter. Padahal kami juga butuh informasi dari masyarakat. Sangat senang apabila ada laporan meski urusan ini nantinya akan masuk ke ranah hukum.
Kami di Bidang Pelayanan Kesehatan fokus memberikan pelayanan sesuai standar untuk kesehatan ibu dan anak, remaja, dan lanjut usia.
Untuk mencegah resiko terjadinya aborsi dimulai dengan melakukan hubungan yang aman. Seks aman yang dicapai melalui jalan pernikahan sah. Edukasinya jangan melakukan sesuatu yang belum waktunya.
Untuk kesehatan reproduksi remaja, Dinas Kesehatan bekerjasama dengan sekolah membentuk konselor sebaya (kader remaja) untuk bantu memberikan pemahaman dan sosialisasi ke teman-temannya yang berpotensi bermasalah atau sedang bermasalah.
Jumlah konselor sebaya di setiap sekolah sebanyak 10 persen dari total siswa. Sebagai koordinator pemberi edukasi adalah petugas di puskesmas. Adapun materi sosialisasi yang diberikan tentang prilaku hidup sehat, infeksi menular seksual, serta kesehatan reproduksi perempuan dan laki-laki.
Program ini dilakukan secara bertahap. Setiap kabupaten/kota setidaknya memiliki 4 puskesmas sebagai pembina konselor sebaya. Nantinya setiap tahun akan ada rotasi sekolah-sekolah mana yang dilibatkan dalam program ini.
Sengaja dilakukan pada siswa/siswi SMP dan SMA yang berusia maksimal 18 tahun. Mereka yang masih berstatus remaja ini masih dalam peralihan, labil, dan mudah terjebak. Berbeda dengan mahasiswi/mahasiswa yang sudah dikategorikan dewasa muda. Sudah busa menentukan mana tindakan yang benar dan salah. (wan/bbn/and)