Swara Irma

Mandy Masak Mie Celor

ANAKKU yang sulung menelponku jam satu malam ‘ Mama, aku baru pulang siaran dan kelaparan, mau masak, belum punya gas, gimana caranya masak Mie Celor

zoom-inlihat foto Mandy Masak Mie Celor
DOKUMENTASI TRIBUN
Swara Irma Hutabarat

Raam kerap mengundang kami untuk menonton Premier film-filmnya. Kadang ia mengundang kami ke kediamannya di Apartemen Four Season nan megah itu. Sekedar menonton pertandingan bola atau setahun sekali merayakan Dipavali, hari raya umat Hindu.

Pesta di tempat Punjabi selalu bertaburan bintang bintang, film, sinetron dan bermacam makanan enak! Sesekali kuajak anakku untuk menemaniku dalam berbagai acara, agar mereka kenal teman temanku dan orang orang dari kalangan yang berbeda.

Sebagai Ibu, tak pernah aku menyuruh atau melarang anak-anakku untuk memilih jurusan sekolah, kuliah maupun pekerjaan. Aku hanya ingin mereka bahagia dalam menjalankan studi maupun pekerjaannya, tak masalah apapun pilihannya. Contoh yang kami berikan hanya soal konsekuensi dalam menempuh jalan hidup.

Cita-cita tidaklah harus menjadi kaya raya atau terkenal, hidup kita pasti memiliki tujuan yang lebih luhur ketimbang dua hal di atas itu. Menjunjung Kebenaran, Keadilan dan Kebaikan adalah tiga dimensi dari tujuan hidup yang luhur, kemudian turunannya adalah Kebajikan, Kebahagiaan, Persabatan, Ketulusan dan Kecintaan terhadap pekerjaan, dan lain lain yang merupakan buah dari tiga hal penting di atas.

Mandy menyadari bahwa pilihannya untuk menjadi Jurnalis dan bekerja di TV tak akan membuatnya berlimpah harta benda dibanding upah bermain FTV atau Sinetron yang puluhan kali lipat gajinya. Namun ia menyadari konsekuensi itu dan sangat menghargai profesinya.

Kami hanya melepasnya ke Gerbang. Yaitu gerbang kemandirian dan kedewasaan, karena sejak kecil mereka paham apa itu ‘Free Will’ dan konsekuen, yang merupakan harkat dan fitrah kita sebagai manusia.

Memilih dan konsekuen terhadap pilihan, aku ingin ia bekerja sesuai dengan panggilan jiwa dan nuraninya. Aku kerap mengatakan ‘Berbahagialah orang orang yang mencintai pekerjaannya, dan mampu tenggelam dalam pekerjaan itu‘ Begitu banyak orang yang membenci pekerjaannya, mereka bekerja separuh hati dan penuh kekesalan, hal itu mampu membuat orang orang menjadi muram, sinis, tak jujur pada diri sendiri.

Cilaka jika bekerja hanya sebagai kewajiban saja. Berbahagialah kau Nak, karena bekerja dengan hati.

Maka tengah malam memasak Mie Celor dengan Rice Cooker adalah salah satu konsekuensi saja. Di sana anakku kelaparan di tengah malam, namun ia bahagia.

Di sini, akupun menyadari bahwa menjadi Ibu yang mengajari anaknya memasak dini hari, juga merupakan pilihan hidup, yang kusyukuri sebagai karunia.

Mandypun berkata, ‘Seumur aku (26 tahun) maksudnya, Mama sudah punya aku ya, sementara aku belum mau menikah, dan mau bekerja dulu sampai 4-5 tahun lagi, mama nggak apa apa kan ya?’ Tentu nak! Menjadi seorang Ibu dan Istri adalah pilihanku, bukan berarti kau harus memilih hal yang sama, jalani saja hidupmu dengan sukacita dan ikhlas, aku akan selalu bersamamu dalam setiap langkahmu.

Bahagia menjadi seorang Ibu tak mungkin diceritakan, kelak kau akan merasakannya, ketika ada seseorang bayi yang memanggilmu ‘Mama’. Tak usah kau pikirkan, semua ada waktunya, Insya Allah.

Irma Hutabarat
Aktivis Sosial
Follow Twitter : @Swara_Irma

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved