Kasus Penyiksaan SMA Taruna

RS Charitas Bentuk Tim Khusus Berbagai Ahli Periksa Wiko, Siswa Korban Kekerasan Orientasi Sekolah

Wiko Jerianda (16 tahun), korban penganiayaan orientasi masih terbaring lemah tak sadarkan diri di general ICU Rumah Sakit (RS) RK Charitas

Tribun Sumsel/ Shinta Dwi Anggraini
Tim dokter RS RK Charitas yang menangani kondisi kesehatan Wiko Jerianda saat ditemui Rabu (17/7/2019) 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Wiko Jerianda (16 tahun), korban penganiayaan orientasi masih terbaring lemah tak sadarkan diri di general ICU Rumah Sakit (RS) RK Charitas, Rabu (17/7/2019).

Dia merupakan siswa SMA Taruna Indonesia Semi Militer Plus kota Palembang yang diduga menjadi korban kekerasan saat mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) di sekolahnya.

Saat ditemui di depan ruang general ICU RS RK Charitas, tim dokter yang menangani kondisi kesehatan Wiko mengungkapkan, kesehatan pemuda tersebut belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.

"Sampai saat ini Wiko masih belum sadar sehingga masih membutuhkan dukungan obat-obatan dan perawatan medis yang intensif,"ujar Dokter RS RK Charitas, Dr Justinus R Nugroho SpAn.

Suami Tabrak Istri di Lubuklinggau, Sempat Saling Kejar-kejaran

Dikatakan Justinus, saat ini pihak RS RK Charitas telah membentuk tim khusus dari berbagai ahli untuk menangani kondisi kesehatan Wiko.

"Kami berharap tidak ada pemburukan dari sebelumnya untuk kondisi Wiko. Maka dari itu, tim dokter akan terus berusaha sebaik mungkin dalam upaya mengembalikan kesehatannya,"ujar dia.

Saat ditanya secara spesifik mengenai luka yang dialami Wiko, dr Justinus menolak memberikan lebih lanjut.

Dia beralasan bahwa hal tersebut merupakan rahasia keluarga dan tidak bisa diungkapkan tanpa izin mereka.

Obi Frisman Sempat Panik Ketika Mengetahui Siswa SMA Taruna indonesia Tewas Ikut Orientasi

"Sampai sekarang kami masih mencoba untuk mencari penyebabnya sehingga belum tim simpulkan apa penyebabnya. Namun yang jelas, tim kami akan terus mengupayakan yang terbaik bagi kondisi kesehatan setiap pasien kami,"ungkapnya.

KPAI Minta Dievaluasi

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indoensia (KPAI), Retno Listyarti mendesak agar Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan mengevaluasi menyeluruh SMA Taruna Indonesia, baik dari program, manajemen keuangan, fasilitas dan lain sebagainya.

Menurutnya, dari hasil pemantauan KPAI secara umum sebagai sekolah berasrama pengawasan dinilai kurang oleh Dinas Pendidikan, terlebih dari sisi fasilitas tidak memadai padahal biaya untuk masuk ke sekolah ini tidaklah murah.

"Dari orang tua yang saya wawancarai, biaya masuk saja Rp 22 juta. Perbulan Rp 1,5 juta dan untuk biaya semester Rp 3 juta. Ini adalah hal yang cukup mahal. Kondisi sekolah juga tidak laik kelas tanpa jendela sehingga pencahayaan kurang," jelasnya, Rabu (17/9/2019).

Rp 22 Juta Uang Masuk SMA Taruna Indonesia, Semi Militer Tapi Tak Ada yang Diterima Akmil/Akpol

Dirinya juga meminta data ke pihak sekolah berapa banyak lulusan yang diterima pada akademi militer tahun lalu, hasilnya tidak ada yang masuk dalam akademi militer, apakah akademi kepolisian atau lainnya.

"Tahun lalu itu saja hanya Secaba. Jadi tidak ada yang masuk ke akademi militer jika dilihat dari data tahun lalu. Dengan branding semi militer yang dijual untuk persiapan untuk masuk akademi militer atau polisi. Hal seperti ini yang kemudian harusnya bisa menjadi evaluasi Dinas Pendidikan, sejauh mereka melakukan pengawasan sekolah sejenis ini," ujarnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved