Karhutlah
6 dari 10 Helikopter Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah) di Sumsel Kembali Beroperasi
Berdasarkan surat pengajuan kebutuhan heli terhadap pemadaman titik hotspot yang ada, heli yang jam terbangnya belum 300 jam bisa dioperasikan
Penulis: Linda Trisnawati |
Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Sejak 30 September lalu, 10 helikopeter yang digunakam untuk menangulangi pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan dihentikan.
Namun sejak, Kamis (4/10) helikopter untuk penanganan karhutla sudah mulai beroperasional lagi.
"Dari 10 helikopter yang kembali dioperasionalkan ada enam. Sedangkan yang empatnya dilakukan maintenance (perawatan)," ujar Posko Media Penanganan Karhutla Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, Ansori saat dikonfirmasi, Kamis (4/10/2018).
Baca: Belum Genap Setahun Menikah, Ibu Muda ini Sering Dipukuli Suaminya yang Seorang Polisi
Baca: Ratusan Honorer K2 Demo Ke DPRD Sumsel, Minta Jadi Pegawai dengan Perjanjian Kontrak Tanpa Tes
Lebih lanjut ia menjelaskan, sebelumnya helikopter sempat disetop operasional karena dievaluasi.
Mengenai jarak tempuh waktu yang menjadi pertimbangan kinerja helikopter, maka dari itu BPBD membuat laporan mengenai daftar heli sesuai dengan jumlah jam terbang yang sudah mencapai 300 jam sampai tanggal 30 September 2018.
"Berdasarkan surat pengajuan kebutuhan heli terhadap pemadaman titik hotspot yang ada, heli yang jam terbangnya belum mencapai 300 jam bisa dioperasikan. Nah yang belum mencapai 300 jam ini ada enam helikopter, maka enam helikopter tersebutlah yang dioperasionalkan," jelasnya.
Baca: Hasil Investigasi Sementara, Video Mesum di UIN Bandung Bukan Zinah
Baca: Gara-gara Cungkil Gusi Pakai Jarum dan Peniti, Pria di Lubuklinggau Ini Mengidap Tumor
Untuk ke enam helikopter itu sudah mulai beroperasi melakukan pemadaman karhutla.
Dalam satu hari helikopter bisa terbang maksimal dua kali, karena setelah terbang harus diistirahatkan dulu baru terbang lagi. Keenam helikopter ini akan difokuskan kewilayah yang susah diakses seperti di Ogan Komering Ilir (OKI) dan OI.