MBG di OKI
35 Dapur SPPG yang Beroperasi di OKI, Tak Ada yang Kantongi Sertifikat Laik Higiene Standar Terbaru
Menurutnya, Dinkes OKI sebelumnya telah menerbitkan SLHS untuk dua dapur di wilayah Kabupaten OKI.
Penulis: Winando Davinchi | Editor: Slamet Teguh
TRIBUNSUMSEL.COM, KAYUAGUNG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mengungkapkan sebuah fakta penting terkait operasional dapur satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG) di wilayahnya.
Dari total 35 dapur SPPG yang telah beroperasi program penanganan gizi, hingga saat ini belum ada satu pun yang mengantongi sertifikat laik higiene sanitasi (SLHS) sesuai dengan standar terbaru yang ditetapkan pemerintah pusat.
Ditegaskan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes OKI, dr. Herry Yanrido, M.Kes situasi ini disebabkan oleh adanya surat edaran baru dari Kementerian Kesehatan per 1 Oktober 2025 yang memperketat dan mengatur percepatan penerbitan sertifikat.
"Sampai saat ini dari 35 dapur, belum ada satupun mempunyai sertifikat laik higiene sanitasi yang kami keluarkan (sesuai standar baru)," ujar dr. Herry diwawancarai di ruang kerjanya pada Senin (6/10/2025) siang.
Menurutnya, Dinkes OKI sebelumnya telah menerbitkan SLHS untuk dua dapur di wilayah Kabupaten OKI.
"Tetapi dengan adanya aturan baru, maka kedua sertifikat harus ditarik kembali untuk direvisi dan dilengkapi sesuai persyaratan yang lebih ketat," ungkapnya.
Baca juga: 72 Ribu Siswa di OKU Timur Sudah Nikmati MBG, Disdik Ingatkan SPPG Lebih Selektif Sajikan Menu
Baca juga: Cegah Makanan Busuk, Dinkes Lubuklinggau Minta Dapur MBG Terapkan SOP Ketat -3
Diutarakan Herry, proses mendapat SLHS bukanlah hal yang mudah. Banyak pengelola dapur yang sudah mengajukan permohonan, namun terbentur oleh berbagai persyaratan teknis yang wajib dipenuhi.
Beberapa syarat utama antara lain, seluruh pekerja atau penjamah makanan di dapur wajib memiliki sertifikat khusus. Lalu kondisi sanitasi dapur harus memenuhi standar kebersihan yang tinggi.
"Sampel makanan juga harus diuji di Balai POM. Sampel sumber air minum harus diuji secara kimiawi dan biologi.
"Kendala utama cukup memakan waktu adalah pemeriksaan sumber air. Sampelnya harus kami kirim ke Palembang dan proses untuk uji biologi saja membutuhkan waktu minimal 10 hari," jelasnya.
Dikatakan kembali, sesuai surat edaran kemenkes seluruh dapur SPPG yang sudah beroperasi diberi batas waktu bulan sejak 1 Oktober 2025 untuk wajib memiliki SLHS.
"Hal ini membuat para pengelola harus bergerak cepat melengkapi semua kekurangan," ungkapnya.
Terkait sanksi, Herry menegaskan bahwa kewenangan untuk memberikan sanksi seperti penutupan operasional berada di tangan BGN Pusat. Peran Dinkes adalah sebagai verifikator dan penerbit salah satu syarat wajib operasional tersebut.
"Kami di Dinas Kesehatan hanya merekomendasikan dan mengeluarkan salah satu syaratnya saja. Jika syarat tidak terpenuhi, tentu kewenangan selanjutnya ada di BGN," pungkasnya.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.