Kepsek Di Luwu Dipecat Jelang Pensiun

Duduk Perkara Nurhasan Eks Kepala SMPN 1 Ponrang Luwu Dipecat Jelang Pensiun Gegara Seragam Sekolah

Kasus yang menyeret nama Nurhasan Eks Kepala SMP Negeri 1 Ponrang, Luwu berakar dari pengadaan seragam (batik dan olahraga) siswa pada tahun 2018.

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
Kompas.com/MUH. AMRAN AMIR
KEPSEK DIPECAT- Nurhasan (62) mantan kepala sekolah SMP Negeri 1 Ponrang, kini menjalani hari-hari sebagai petani setelah dipenjara dan PTDH. Kasus yang menyeret nama Nurhasan Eks Kepala SMP Negeri 1 Ponrang, Luwu berakar dari pengadaan seragam (batik dan olahraga) siswa pada tahun 2018. 
Ringkasan Berita:
  • Nurhasan, eks kepala SMPN 1 Ponrang Luwu dipenjara dan PTDH jelang satu tahun pensiun
  • Kasus yang menyeret nama Nurhasan berakar dari pengadaan seragam (batik dan olahraga) siswa pada tahun 2018.
  • Nurhasan sebagai Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh pihak berwenang dituduhkan pungli Uang Rp91 juta

TRIBUNSUMSEL.COM - Nurhasan (62), mantan Kepala Sekolah (Kepsek) SMP Negeri 1 Ponrang, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, harus menelan pil pahit divonis dua tahun penjara dan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai ASN, hanya setahun sebelum pensiun.

Vonis pengadilan pada 2020 dan keputusan PTDH dari Pemerintah Kabupaten Luwu membuatnya kehilangan jabatan, penghasilan, dan nama baik yang ia bangun selama 22 tahun.

Kasus yang menyeret nama Nurhasan ini berakar dari pengadaan seragam (batik dan olahraga) siswa pada tahun 2018.

Baca juga: Kisah Nurhasan Eks Kepala SMPN 1 Ponrang Luwu Dipecat Setahun Jelang Pensiun Gegara Seragam Sekolah

KEPSEK DIPECAT - Nurhasan (62) saat ditemui di rumahnya di Desa To'bia, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Nurhasan yang merupakan mantan kepala SMPN 1 Luwu ini mengaku kena pecat setahun jelang pensiun karena perkara baju seragam sekolah.
KEPSEK DIPECAT - Nurhasan (62) saat ditemui di rumahnya di Desa To'bia, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Nurhasan yang merupakan mantan kepala SMPN 1 Luwu ini mengaku kena pecat setahun jelang pensiun karena perkara baju seragam sekolah. (Muh Sauki/Tribun Timur)

Nurhasan masih teringat jelas momen saat sedang menghadiri rapat di Kantor Dinas Pendidikan Luwu, Kota Belopa, ia mendapat panggilan mendesak untuk kembali ke sekolah. 

Sesampainya di sana, suasana sekolah sudah dikuasai oleh petugas kepolisian.

“Saya kira hanya ada anak-anak berkelahi di sekolah, karena di sana memang rawan perkelahian,” kenang Nurhasan, Senin (24/11/2025).

Saat itu terjadi penggerebekan di sekolah, yang disebut Nurhasan sebagai Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh pihak berwenang, meskipun ia bersikukuh saat itu dirinya tidak berada di lokasi.

“Waktu saya tiba, sekolah sudah digerebek polisi. Uang Rp91 juta disita, katanya operasi tangkap tangan (OTT),” kata Nurhasan.

"Padahal, saya tidak ada di sekolah, saya ada di Dinas,” sambungnya.

Menurut Nurhasan, penangkapan dirinya tak berdasar.

Uang itu merupakan pembayaran pakaian sekolah—baju batik, baju olahraga, atribut, hingga iuran koperasi.

Baca juga: Terima Rp11 Juta Dana Komite, Abdul Muis Luruskan Tuduhan :Itu Insentif Bertahun-Tahun, Bukan Pungli

Seluruh pembayaran disebutnya telah disepakati orangtua melalui komite sekolah.

Ia mengklaim hanya memfasilitasi tempat rapat dan proses transaksi, sementara keputusan sepenuhnya berada di tangan Komite Sekolah dan orang tua.

“Saya hanya memfasilitasi tempat rapat. Semua keputusan ada pada komite,” ujarnya.

Menurut Nurhasan, total biaya yang dibebankan kepada siswa untuk mendapatkan dua pasang seragam, atribut, dan iuran koperasi tersebut adalah sekitar Rp 300.000.

Namun, proses hukum berjalan cepat. Nurhasan divonis bersalah dan dipenjara dua tahun.

"Itu pun telah dibentuk sistem kepanitiaan. Untuk membentuk mulai bendahara, sekretaris, sampai ketua komite. Dan itu disetujui orang tua siswa, untuk dua baju lengkap dengan atribut ditambah uang koperasi jadi total keseluruhan Rp300 ribu," tambah Nurhasan menjelaskan asal muasal pengadaan baju seragam di sekolahnya.

Nurhasan mempertanyakan dasar hukum yang memprosesnya secara pidana karena uang tersebut berasal dari kesepakatan swadaya orang tua/wali, bukan dari Anggaran negara.

Pasalnya, di sejumlah sekolah di Kabupaten Luwu pun juga melakukan inisiasi komite seragam sekolah.

“Di sekolah lain bahkan ada yang sampai Rp500 ribu untuk satu pasang baju lengkap," akunya dengan penuh keyakinan.

Namun nahas, pengabdian Nurhasan 20 tahun lebih di dunia pendidikan Bumi Sawerigading itu berakhir dibui.

Atas kasus itu, Nurhasan divonis dua tahun penjara.

Kena PTDH

Bak jatuh tertimpa tangga, pasca menjalani hukuman penjara, Nurhasan langsung pula diberhentikan dari status ASN pada 8 September 2020.

"Sekitar satu tahun lebih sebelum masa pensiun saya," ungkap Nurhasan sambil memegang map kuning berisi surat keputusan pemberhentian Bupati Luwu tentang Pemberhentian karena Melakukan Tindak Pidana Kejahatan Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan yang Ada Hubungan dengan Jabatan.

Setelah dipecat, Nurhasan kini bekerja sebagai petani.

Di usianya yang sudah menyentuh kepala enam, kondisi fisik Nurhasan tidak lagi sekuat masa muda.

“Saya ini sudah tua, tenaga tidak seperti dulu. Jadi hanya pasrah saja,” ungkapnya lirih.

Baca juga: Total Dana Iuran Komite Pemicu Guru SMAN 1 Lutra Kena PTDH, Rasnal-Abdul Muis Diduga Dapat Rp11 Juta

Minta Rehabilitasi dari Presiden

Belakangan, Nurhasan membaca kabar bahwa dua guru di Luwu Utara mendapat rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto setelah dipidana karena pungutan dana komite.

Kisah itu membangkitkan asa dalam dirinya.

 “Saya memohon kepada Bapak Presiden, semoga kasus saya disamakan dengan dua guru di Luwu Utara itu,” ujarnya.

Nurhasan berharap pemerintah dapat mengembalikan nama baiknya seperti dua guru di Kabupaten Luwu Utara.

Mantan Ketua PGRI Luwu ini meminta Presiden Prabowo menilai kembali kasus telah inkrah tersebut.

"Mudah-mudahan Bapak Presiden Prabowo bisa kembali mengulas kasus saya," pinta Nurhasan.

Ada tiga hal yang ia harapkan. Pertama, rehabilitasi dan pemulihan nama baik.

Kedua, pengembalian hak pensiun. Ketiga, pemulihan statusnya sebagai guru.

“Itu saja yang saya mohonkan kepada beliau. Semoga panjang umur dan sehat,” ungkap Nurhasan.

Selama puluhan tahun mengajar, ia pernah menjadi Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) dan Ketua PGRI Kabupaten Luwu selama beberapa periode.

 “Saya kira semua amanah itu saya jalankan dengan kerja sama teman-teman. Tidak ada yang saya curangi,” katanya.

Kini, di teras rumahnya, Nurhasan menjalani hari-hari sebagai petani sambil merawat sisa-sisa harapan.

Ia tak menuntut jabatannya kembali. Ia hanya ingin nama baik dipulihkan dan hak pensiun dikembalikan sebagai penghargaan atas dua dekade pengabdian. 

“Ini hanya persoalan harga baju. Bukan kerugian negara. Saya hanya ingin keadilan,” katanya lirih.

 Diketahui, sejak 1998 dirinya telah mengabdi sebagai guru tak pernah membayangkan masa tugasnya berakhir dengan PTDH.

Kadis Luwu Nilai Tak Adil

Kepala Dinas Pendidikan Luwu, di medio Nurhasan terkena kasus, Amang Usman mengungkapkan kekecewaannya.

Ia melihat, tuntutan serta surat keputusan pemecatan Nurhasan tidak memberikan rasa keadilan bagi yang bersangkutan.

“Ini tidak adil. Kasusnya bukan melibatkan uang negara. Itu pembelian baju seragam seperti yang dilakukan sekolah-sekolah lain dan disetujui oleh orang tua siswa melalui Ketua Komite pada waktu itu. Dia sudah menjalani hukuman, tapi masih dipecat dan sampai sekarang tidak menerima gaji pensiun,” bebernya saat dikonfirmasi.

Menurutnya, pengadaan seragam pada waktu itu rutin dilakukan seluruh SMP di wilayah Luwu.

"Saya menilai, tidak terdapat unsur pungutan liar maupun korupsi dalam kasus yang menjerat Pak Nurhasan," tandasnya

 Sebagian artikel tayang di Tribuntimur.com dan Kompas.com.

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved