Berita Viral

Cegah Keracunan MBG, 2 Siswi Cilacap Ciptakan "Ompreng" Kotak Makan Pintar Pendeteksi Makanan Basi

Siswi kelas XI jurusan Fisika-Matematika ini merancang ompreng beberapa bulan lalu, sebelum kasus keracunan MBG menjadi sorotan media. 

Editor: Weni Wahyuny
KOMPAS.COM/FADLAN MUKHTAR ZAIN
OMPENG MBG - Dua siswi SMA Negeri 2 Cilacap, Jawa Tengah, berhasil menciptakan alat inovatif berupa kotak makan atau ompreng pintar pendeteksi makanan basi. 

TRIBUNSUMSEL.COM, CILACAP - Muncul inovasi dari siswi asal Cilacap, Jawa Tengah, di tengah maraknya kasus keracunan makanan gizi gratis (MBG) di sejumlah daerah di Indonesia.

Alya Meisya N (16) dan Felda Triana W (16), dua siswi SMA Negeri 2 Cilacap, baru-baru ini menciptakan inovasi berupa "ompreng", kotak makan pintar yang dapat mendeteksi makanan basi.

Ompreng berbentuk kotak makan besar dilengkapi dengan sensor khusus pada bagian tutup. 

Sampel makanan dimasukkan ke dalam kotak dan ditutup. 

Dalam waktu 3-5 menit, sensor akan membaca kondisi makanan. 

Hasil pembacaan ditampilkan dalam bentuk indikator. 

Untuk makanan hewani, digunakan sensor MQ135, sementara makanan nabati terdeteksi melalui sensor MQ3. 

Jika angka indikator melewati batas aman, alat akan memberikan peringatan. 

Hasil pembacaan ompreng juga dapat dipantau melalui aplikasi berbasis Android bernama Blynk IoT yang terhubung melalui jaringan WiFi. 

"Jadi bisa dipantau langsung lewat ponsel," kata Alya kepada wartawan, Kamis (2/10/2025). 

Alya juga menambahkan bahwa ompreng telah melalui uji laboratorium. 

Siswi kelas XI jurusan Fisika-Matematika ini merancang ompreng beberapa bulan lalu, sebelum kasus keracunan MBG menjadi sorotan media. 

"Kami menciptakan alat ini karena prihatin banyak kasus keracunan. Ompreng bisa mendeteksi kebasian makanan, terutama makanan MBG yang dibagikan di sekolah," ungkap Alya.

Baca juga: Siswi di Bandung Barat Meninggal Diduga Keracunan, Mulut Berbusa, BGN Sebut Tak Berhubungan MBG

Raih Juara II AHMBS 

Inovasi ini bahkan membawa mereka meraih juara II dalam ajang AHM Best Student (AHMBS) Regional Jateng-DIY 2025 yang diselenggarakan oleh Astra Honda Motor secara daring pada 11-23 September lalu. 

"Alhamdulillah dapat juara dua. Harapannya bisa dikembangkan lebih lanjut supaya bisa bermanfaat lebih luas untuk masyarakat," kata Alya. 

Ke depan, Alya berencana untuk menyempurnakan alat ini agar dapat mendeteksi berbagai macam bakteri berbahaya. 

"Jadi alat ini mendeteksi gas yang keluar. Masih mau disempurnakan lagi biar bisa mendeteksi berbagai macam bakteri di antaranya E. coli dan Salmonella," ujarnya. 

Kepala SMA Negeri 2 Cilacap, Masripah, mengapresiasi karya kedua siswi tersebut. 

Ia menyatakan bahwa ompreng lahir dari riset yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat. 

"Sekarang masyarakat butuh jaminan makanan MBG aman. Dengan alat ini, keyakinan itu bisa lebih terjaga," ujar Masripah. 

Masripah juga menambahkan bahwa sekolah telah mulai menggunakan ompreng untuk mengecek makanan MBG sebelum dibagikan kepada siswa. 

"Kalau hasil pengecekan menunjukkan tidak layak, pembagian makanan langsung dihentikan demi keamanan anak-anak," tegasnya.

Baca juga: Permintaan Maaf Petugas SPPG MBG usai Aniaya 2 Wartawan saat Liput Dugaan Keracunan di SD Jaktim

Kasus MBG di Indonesia

Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkap, sebanyak 6.457 orang terdampak keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) per 30 September 2025. 

BGN membagi 6.457 korban keracunan MBG itu ke dalam tiga wilayah, yakni Wilayah I yang mencakup Pulau Sumatera, Wilayah II di Pulau Jawa, dan Wilayah III mencakup wilayah Indonesia timur. 

Dari 6.457 korban keracunan MBG, paling banyak terjadi di Wilayah II atau Pulau Jawa, yakni sebanyak 4.147 orang. 

"Kita lihat di wilayah satu ada yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 1.307, wilayah dua bertambah, tidak lagi 4.147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang," ujar Kepala BGN Dadan Hindayana dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu (1/10/2025). 

"Kemudian wilayah III ada 1.003 orang," sambungnya. 

Dalam rapat tersebut, Dadan mengakui banyak satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) atau dapur dalam program MBG belum memiliki sanitasi air yang baik. 

"Dari kejadian di berbagai tempat, tampak juga bahwa belum semua air di SPPG memiliki sanitasi yang baik. Sehingga memang kemudian Pak Presiden memerintahkan agar di seluruh SPPG dibutuhkan alat sterilisasi," ujar Dadan.

Menurutnya, kondisi tersebut menjadi salah satu persoalan yang berpotensi memicu kasus keracunan makanan di sejumlah daerah dalam dua bulan terakhir. 

Dia mencontohkan kondisi sejumlah SPPG di Bandung. 

Meski dapur SPPG setempat dinilai tertata baik, tetapi standar pencucian peralatan makan belum sesuai aturan. 

BGN sendiri telah meminta SPPG memperketat penggunaan air bersih untuk kebutuhan memasak maupun mencuci alat serta bahan makanan. 

"Kita sudah instruksikan agar mereka menggunakan air galon untuk memasak. Untuk mencuci, airnya perlu diberikan saringan," kata Dadan. 

Baca juga: Kronologi Wartawan Dicekik saat Liput Dugaan Keracunan MBG di SD Jakarta Timur

8 Masalah MBG 

Sebelum rapat kerja tersebut, Ombdusman Republik Indonesia mengungkap delapan masalah utama dari penyelenggaraan program MBG

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjelaskan, delapan masalah utama ini ditemukan berdasarkan hasil kajian lembaganya. 

Berikut delapan masalah utama penyelenggaraan program MBG menurut Ombudsman RI: 

  1. Kesenjangan yang lebar antara target dan realisasi capaian; 
  2. Maraknya kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah; 
  3. Permasalahan dalam penetapan mitra yayasan dan SPPG yang belum transparan dan rawan konflik kepentingan; 
  4. Keterbatasan dan penataan sumber daya manusia, termasuk keterlambatan honorarium serta beban kerja guru dan relawan; 
  5. Ketidaksesuaian mutu bahan baku akibat belum adanya standar Acceptance Quality Limit (AQL) yang tegas; 
  6. Penerapan standar pengolahan makanan yang belum konsisten, khususnya Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP); 
  7. Distribusi makanan yang belum tertib dan masih membebani guru di sekolah; serta 
  8. Sistem pengawasan yang belum terintegrasi, masih bersifat reaktif, dan belum sepenuhnya berbasis data. 

"Delapan permasalahan tersebut menimbulkan risiko turunnya kepercayaan publik, bahkan telah memicu kekecewaan dan kemarahan masyarakat. Sehingga diperlukan langkah perbaikan yang cepat, terukur, dan transparan," ujar Yeka di Kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (30/9/2025). 

"Agar tujuan utama program Makan Bergizi Gratis sebagai wujud kehadiran negara dalam melindungi dan menyejahterakan rakyat tetap terjaga," sambungnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Banyak Kasus Keracunan MBG, Siswi SMA 2 Cilacap Ciptakan "Ompreng" Pendeteksi Makanan Basi"

Baca berita lainnya di Google News

Bergabung dan baca berita menarik lainnya di salurah WhatsApp Tribunsumsel.com

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved