Dua orang dari pihak swasta, yakni Temurila dan Miki Mahfud dari PT KEM Indonesia, juga ikut terseret.
Setyo mengungkapkan, praktik pemerasan dilakukan dengan cara memperlambat atau mempersulit penerbitan sertifikat K3.
“Dari tarif sertifikasi K3 sebesar Rp 275.000, fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp 6.000.000 karena adanya tindak pemerasan,” ujarnya.
KPK mencatat selisih pembayaran mencapai Rp 81 miliar.
Uang itu kemudian mengalir ke para pejabat.
Irvian disebut menerima Rp 69 miliar, Gerry Rp 3 miliar, Subhan Rp 3,5 miliar, Anitasari Rp 5,5 miliar, serta Noel Rp 3 miliar.
(*)