Dokter RSUD Sekayu Dianiaya

Reaksi dr. Tirta Soal Kasus Menimpa Dokter RSUD Sekayu yang Diintimidasi Keluarga Pasien VIP

Editor: Moch Krisna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DOKTER DIINTIMIDASI - Dokter Tirta buka suara atas insiden seorang dokter di RSUD Sekayu yang dipaksa buka masker dan mengalami perlakuan kasar dari keluarga pasien TBC.

TRIBUNSUMSEL.COM -- Influencer kesehatan, dr. Tirta, angkat bicara soal kasus yang menimpa dr. Syahri Putra Wangsa, dokter RSUD Sekayu yang diduga diintimidasi secara verbal dan dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien VIP.

dr. Tirta menegaskan bahwa tindakan dr. Syahri sudah sesuai protokol dan SOP medis.

Ia menyayangkan sikap arogan keluarga pasien yang melampiaskan kemarahan dengan ancaman dan bahkan kontak fisik.

“Protokol sejawat saya sudah benar, sudah sangat benar,” tegas dr. Tirta melansir dari Tribunjakarta.com, Jumat (15/8/2025).

Tak hanya membela, dr. Tirta juga melontarkan sindiran tajam terhadap pelaku intimidasi. Ia bahkan berandai jika dirinya yang mengalami perlakuan kasar tersebut:

“Kalau saya yang dipukul, mending sparing MMA tapi enggak ada rule. Nanti tukang parkir ikut, sekuriti ikut. Yang kasihan pasiennya.”ucapnya.

Dengan gaya khasnya yang blak-blakan, dr. Tirta juga menyebut alternatif lain.

“Kalau saya digituin, mungkin saya ‘puh’. Atau saya ajak lari 20 KM. Kalau senior saya yang jago tinju dipukulin, mak bleng itu.”ujarnya.

dr. Tirta mendukung penuh agar kasus ini diproses secara hukum. Menurutnya, tindakan intimidatif terhadap tenaga medis harus diberi efek jera agar tak terulang.

“Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Kendalikan emosi, karena tujuan kita sama: pasien cepat sembuh.”tuturnya.

 

DOKTER DIPAKSA BUKA MASKER -- Tangkap layar keluarga pasien berbuat arogan (kiri) ke dokter RSUD Sekayu. dr. Syahpri, Sp.PD KGH (kanan). (YouTube Tribun Sumsel/IG/rsudsekayu)

 

Kronologi Kejadian

Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumsel mengungkap kronologi lengkap saat dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD KGH yang bertugas di RSUD Sekayu dimaki hingga dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien. 

Terkait tindakan tak menyenangkan yang dialami dr Syahpri, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) sudah menindaklanjuti.

"Sudah kita tindaklanjuti dengan menyurati secara langsung ke Dinas Kesehatan Kabupaten Muba yang ditembuskan ke RSUD Sekayu," kata Kepala Dinkes Sumsel, dr Trisnawarman saat dikonfirmasi, Kamis (13/8/2025).

Menurut Trisnawarman, pihaknya telah menerima informasi bahwa korban bersama pihak RSUD Sekayu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dinkes, dan tenaga profesi lainnya telah mendatangi Polres Muba untuk membuat laporan resmi.

Sebagai langkah lanjutan, Dinkes Sumsel telah mengirimkan surat kepada Dinkes Muba untuk melakukan pendalaman kasus.

Surat tersebut memuat lima poin yang harus dilaporkan, yaitu identitas dokter yang terlibat, tempat praktik, kronologis singkat kejadian, kondisi terkini pasien dan tenaga medis, serta upaya penanganan yang dilakukan pihak rumah sakit dan Dinkes Kabupaten.

"Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Tidak boleh terjadi kekerasan di negara kita, apalagi terhadap dokter. Kami juga meminta proses hukum  tetap dikawal dari Dinkes Pemkab Muba," katanya

Berikut laporan terkait kronologi kejadian

Pasien masuk di Ruang Leban pada tanggal 8 Agustus 2025 Pukul 21.05 WIB dari IGD dengan diagnose Hipoglikemia ec DM Type 2 + Hipertensi + AKI Stage 2 + SuspbCAP dd TB Paru dengan kesadaran Composmentis di terima oleh perawat Leban.

Kemudian dilakukan orientasi ruangan dan edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi ruangan yang ada di Ruangan Leban.

Kemudian keluarga pasien menandatangani lembar edukasi dan menerima di Rawat di Ruang Leban. Kemudian operan di IGD ada Tindakan Kurva BSS dan Cek TCM.

Pada Pukul 22.06 WIB dilakukan Tindakan cek BSS, didapatkan hasil 150mg/dL Pada pukul 04.28 WIB kemudian dr. Residen Visite.

Pada 9 Agustus 2025 pada Pukul 06.00 WIB, dilakukan tindakan cek BSS, didapatkan hasil 131 mg/dL dan tekanan darah 172/90 mmHg.

Hasil dahak belum ada, dikarenakan kondisi pasien secara objektif masih mengantuk dan tidak bisa diajak komunikasi.

Cek GCS Pukul 09.00 WIB di dapatkan hasil E1 M2 V1 kemudian secara inisiatif Perawat di Leban melaporkan ke dokter jaga dan diinstruksin cek BSS serta Pasang NGT.

Tanggal 9 Agustus 2025, Pukul 14.00 WIB operan shift pagi ke sore pada shift sore dari pukul 14.00 WIB sampai jam 20.00 WIB dilaporkan  bahwa tekanan darah pasien 150/90 mmHg di Pukul 16.00, kemudian pada Pukul 17.00 dilakukan Kurva BSS dengan hasil 107 mg/dL.

Kemudian untuk pengambil sampel dahak tidak bisa dilakukan karena pasien tidak bisa batuk.

Tanggal 10 Agustus 2025 Pasien divisite oleh dokter jaga bangsal dan tidak ada terapi tambahan, lanjutkan terapi yang telah dilakukan.

Kemudian diedukasi mengenai sampel dahak, didapatlah dahak yang berupa air liur dan sedikit.

Maka perawat melakukan edukasi untuk ditambah dahaknya karena dikhawatirkan sampel tidak akurat ketika di laboratorium.

Kemudian pada pukul 22.00 WIB dilakukan edukasi ke keluarga pasien.

Tanggal 10 Agustus 2025 sampai dengan Tanggal 11 Agustus 2025 dilakukan Cek Kurva BSS dan Pemantauan Tekanan Darah.

Tanggal 11 Agustus 2025 Pada Pukul 06.00 di lakukan cek BSS Kembali di dapatkan hasil 303 mg/dL Pada Pukul 06.05 dilakukan visite oleh Dokter Residen Penyakit Dalam.

Pada Pukul 08.30 WIB dr. Syahpri, Sp.PD KGH melakukan visite kepada pasien.

Selanjutnya disampaikan bahwa dahak masih sedikit dan pasien tidak bisa batuk untuk mengeluarkan dahak.

Tanggal 12 Agustus 2025

Pada Pukul 06.30 WIB dilakukan visite oleh Dokter Residen Penyakit Dalam, Kemudian keluarga pasien bertanya “Kapan bisa pindah Ruangan?”

Kemudian dijelaskan oleh dokter Residen Bahwa Menunggu sampel dahak pasien kemudian akan dilakukan pemeriksaan TCM

Pada Pukul 06.45 WIB dr. Syahpri, Sp.PD KGH melakukan visite kepada pasien.

Keluarga pasien Kembali bertanya mengenai “Kapan Bisa Pindah ke Ruangan Petanang,

Kemudian dijelaskan oleh dr. syahpri, Sp.PD bahwa menunggu sampel dahak pasien kemudian akan dilakukan pemeriksaan TCM.

Kemudian keluarga pasien menjawab, jika dahak tidak keluar maka pasien akan dibawa pulang karena menurut keluarga tidak ada kepastian.

Selanjutnya dijelaskan kembali oleh dr. Syahpri, Sp.PD jangan dulu dibawa pulang karena pasien masih belum stabil dengang menggunakan nada yang lembut.

Lalu keluarga pasien menanyakan Kembali, apakah ada cara lain selain dahak untuk menentukan pemeriksaan kepastian TBC, dr. syahpri Sp.PD menjelaskan ada cara lain yaitu dengan hasil pemeriksaan Radiologi Foto Thorax, sambil menunjukkan hasil Foto Thorax (Rontgen) kepada keluarga pasien bahwa hasilnya terdapat Infiltrat di Paru-paru kanan atas pasien, dan untuk lebih memastikan yaitu dengan pengecekan dahak / TCM.

Kemudian Respon keluarga pasien kembali bertanya selain itu apa lagi, dan berkelit-kelit pemeriksaan ini sambil nada tinggi dan marah.

“Apakah dokter ini abal-abal, kalau dokter abal-abal saya akan laporkan, dan saya akan cabut lisensi dokter,".

Kemudian dr. Syahpri mengatakan “sabar pak”. Namun keluarga pasien bukannya sabar malah semakin emosi.

Kemudian keluarga pasien menarik lengan baju dokter syahpri sambil mengancam verbal.

Lalu keluarga pasien sambil merekam dengan handphone, dr. Syahpri mengatakan jangan merekam pak, namun Keluarga pasien bertambah emosi, hingga dr. Syahpri menginstruksikan kepada perawat untuk merekam juga. Ns. Siska mengambil handphone di nurse station kemudian melaporkan ke Kepala Ruangan untuk meminta bantuan Satpam.

Pasien bertambah emosi memaksa dr.syahpri untuk membuka masker sambil merekam dengan handphone.

Pasien sambil mengarahkan tangan ke leher dr. Syahpri, hingga masker dr. Syahpri terputus dari ikatannya akibat kontak fisik yang dilakukan oleh keluarga pasien.

Kemudian pasien terus marah-marah, sambil memvideokan. Yang dilakukan dr. Syahpri hanya diam mendengarkan keluarga pasien marah-marah

(*)

Berita Terkini