TRIBUNSUMSEL.COM - Kini telah terungkap hasil autopsi kedua jenazah Juliana Marins (26), pendaki Brasil yang meninggal di Gunung Rinjani, Lombok, Indonesia.
Oleh dua ahli forensik dari Kepolisian Rio de Janeiro, Brasil, disaksikan seorang perwakilan dari Kepolisian Federal dan bantuan teknis dari pihak keluarga autopsi ulang dilakukan pada Rabu (2/7/2025).
Data dari Institut Kedokteran Forensik Rio de Janeiro pada Kamis (10/7/2025), Juliana Marins tewas 10 hingga 15 menit seusai terjatuh dalam jurang ketinggian ratusan meter dilansir dari WartaKotalive.
Dari laporan tersebut dijelaskan Juliana Marins meninggal dunia akibat mengalami cedera fatal sebelum akhirnya kehabisan napas.
Juliana Merins meninggal karena pendarahan internal hebat dan trauma parah akibat terjatuh dari ketinggian.
Hasil pemeriksaan forensik, Juliana Merins mengalami fraktur pada panggul, dada, tengkorak, dan beberapa bagian tubuh lainnya cedera yang membuatnya tidak mampu bergerak atau meminta pertolongan.
Tim forensik Brasil memperkirakan korban masih hidup selama 10 hingga 15 menit sebelum akhirnya meninggal dunia.
Rentang waktu ini jauh lebih singkat dibandingkan hasil autopsi di Rumah Sakit Bali Mandara, Denpasar, Indonesia.
Hasil Autopsi di Indonesia
Proses autopsi pertama dilakukan di Rumah Sakit Bali Mandara, Denpasar, Indonesia pada Kamis (26/6/2025) pukul 22.00 WITA.
Dokter Ida Bagus Putu Alit, DMF. Sp.F selaku dokter forensik RSUD Bali Mandara mengungkapkan hasil autopsi jenazah Juliana Marins ditemukan luka-luka pada seluruh tubuh Juliana Marins.
Terutama luka lecet geser yang menandakan korban memang tergeser dengan benda-benda tumpul.
"Kemudian kita juga menemukan adanya patah-patah tulang. Terutama di daerah dada, bagian belakang, juga tulang punggung dan paha," kata Dokter Alit dilansir Tribun-Bali.
Dari patah-patah tulang ini, terjadi kerusakan pada organ-organ dalam serta pendarahan.
Pihak rumah sakit menyimpulkan sebab kematian Juliana Marins adalah karena kekerasan tumpul, yang menyebabkan kerusakan organ-organ dalam dan pendarahan.
Pendarahan paling parah dan banyak terjadi di dada dan perut.
Tidak ada organ seplin yang mengkerut atau menunjukkan perdarahan lambat.
Sehingga dapat disampaikan, kematian yang terjadi pada korban itu dalam jangka waktu yang sangat singkat dari luka terjadi.
"Kami tidak menemukan bukti-bukti atau tanda-tanda bahwa korban itu meninggal dalam jangka waktu yang lama dari luka-luka," imbuh Dokter Alit.
Pihaknya memprediksi, Juliana Marins meninggal paling lama 20 menit setelah peristiwa benturan itu.
Sementara, dugaan meninggal karena hipotermia, Dokter Alit mengaku pihaknya tak dapat memeriksa dugaan hipotermia.
Sebab jenazah sudah dalam kondisi lama, sehingga tak dapat memeriksa cairan pada bola mata jenazah.
Keluarga Protes Hasil Autopsi 1 dan 2
Respons keluarga Juliana Marins terhadap hasil kedua autopsi ini disorot media.
Pasalnya, keluarga Juliana Marins merasa tidak terima dengan autopsi di Indonesia.
Melansir TribunJateng, keluarga merasa belum mengetahui lebih jelas penyebab dan waktu kematian wanita berusia 26 tahun tersebut.
Keluarga Juliana pun meminta dilakukan otopsi ulang untuk menyelidiki apakah ada dugaan kelalaian dalam proses penyelamatan oleh pihak berwenang Indonesia.
Jenazah Juliana Marins pun diterbangkan ke Brasil pada Selasa (1/7/2025).
Ia langsung dibawa ke Institut Medis Legal (IML) Afranio Peixoto, di Rio de Janeiro, untuk pemeriksaan forensik tambahan.
Otopsi kedua ini dilakukan dengan pengawasan perwakilan keluarga dan ahli dari Kepolisian Federal Brasil.
Pihak keluarga juga tidak melakukan kremasi pada jasad Juliana untuk berjaga-jaga jika dilakukan pemeriksaan ulang.
Setelah hasil autopsi kedua keluar, keluarga kembali tak terima.
Pihak keluarga protes dan meminta autopsi ulang.
"Keluarga tidak menerima apa pun," kata Mariana Marins, kakak dari Juliana, kepada Globo, saat ditanya soal hasil autopsi lanjutan tersebut.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Autopsi Juliana Marins di Brasil: Tewas 15 Menit Seusai Jatuh, Keluarga Protes Lagi,