Pendarahan paling parah dan banyak terjadi di dada dan perut.
Tidak ada organ seplin yang mengkerut atau menunjukkan perdarahan lambat.
Sehingga dapat disampaikan, kematian yang terjadi pada korban itu dalam jangka waktu yang sangat singkat dari luka terjadi.
"Kami tidak menemukan bukti-bukti atau tanda-tanda bahwa korban itu meninggal dalam jangka waktu yang lama dari luka-luka," imbuh Dokter Alit.
Pihaknya memprediksi, Juliana Marins meninggal paling lama 20 menit setelah peristiwa benturan itu.
Sementara, dugaan meninggal karena hipotermia, Dokter Alit mengaku pihaknya tak dapat memeriksa dugaan hipotermia.
Sebab jenazah sudah dalam kondisi lama, sehingga tak dapat memeriksa cairan pada bola mata jenazah.
Keluarga Protes Hasil Autopsi 1 dan 2
Respons keluarga Juliana Marins terhadap hasil kedua autopsi ini disorot media.
Pasalnya, keluarga Juliana Marins merasa tidak terima dengan autopsi di Indonesia.
Melansir TribunJateng, keluarga merasa belum mengetahui lebih jelas penyebab dan waktu kematian wanita berusia 26 tahun tersebut.
Keluarga Juliana pun meminta dilakukan otopsi ulang untuk menyelidiki apakah ada dugaan kelalaian dalam proses penyelamatan oleh pihak berwenang Indonesia.
Jenazah Juliana Marins pun diterbangkan ke Brasil pada Selasa (1/7/2025).
Ia langsung dibawa ke Institut Medis Legal (IML) Afranio Peixoto, di Rio de Janeiro, untuk pemeriksaan forensik tambahan.
Otopsi kedua ini dilakukan dengan pengawasan perwakilan keluarga dan ahli dari Kepolisian Federal Brasil.