Korupsi Pasar Cinde Palembang

Eks Walikota Palembang Terima Uang dan Perintahkan Bongkar Pasar Cinde yang Berstatus Cagar Budaya

Editor: Slamet Teguh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KORUPSI PASAR CINDE - Kondisi Pasar Cinde (Kiri) dan Mantan Walikota Palembang, Harnojoyo (Kanan). Eks Walikota Palembang, Harnojoyo Terima Uang Untuk Bongkar Pasar Cinde yang Berstatus Cagar Budaya

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Dua orang berstatus mantan kepala daerah kini telah berstatus tersangka di kasus korupsi Pasar Cinde Palembang.

Setelah sebelumnya mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin yang ditetapkan menjadi tersangka.

Kini, giliran mantan Walikota Palembang, Harnojoyo yang ditetapkan menjadi tersangka.

Seprti diketahui, penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel menetapkan mantan Walikota Palembang, Harnojoyo sebagai tersangka dugaan korupsi kegiatan pekerjaan kerjasama mitra bangun guna serah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah di kawasan Pasar Cinde Palembang. Harno yang mengenakan rompi orange langsung ditahan pihak Kejati.

Sebelumnya, penyidik sudah menetapkan mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin alias AN, Raimar Yousnaidi alias RY selaku Kepala Cabang PT Magna Beatum (MB), Edi Hermanto alias EH sebagai Ketua Panitia Pengadaan Badan Usaha Mitra Kerjasama Bangun Guna Serah dan Aldrin Tando alias AT menjabat sebagai Direktur PT MB sebagai tersangka.

Asisten Pidsus Kejati Sumsel, Umaryadi didampingi Kasi Penkum Vanny Yulia Eka Sari mengatakan penyidik telah memanggil dan memeriksa beberapa orang saksi.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga penyidik meningkatkan status dari saksi menjadi tersangka. H adalah Walikota Palembang periode 2015-2018,” ungkap Umaryadi kepada Sripoku.com di Kejati Sumsel, Senin (7/7/2024) malam.

Umaryadi mengatakan, penetapan tersangka H berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor : TAP-18/L.6.5/Fd.1/07/2025 tertanggal 7Juli 2025.

“Selanjutnya tersangka H dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan di Rutan Klas I A Pakjo Palembang, dari tanggal 7 Juli sampai 26 Juli,” tegasnya.

Lanjut Umaryadi, untuk modus operas tersangka H mengeluarkan Perwali mengenai pemotongan BPHTB sehingga negara mengalami kerugian, yang mana PT. MB bukan perusahaan yang bersifat kemanusiaan sehingga tidak bisa diberikan diskon BPHTB.

“Selain itu juga ditemukan aliran dana yang diterima okeh tersangka H yang ditemukan melalui bukti elektronik dan juga tersangka H memerintahkan untuk melakukan pembongkaran Pasar Cinde yang berstatus sebagai Cagar Budaya,” paparnya.

Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan akan terus mendalami aliran-aliran dana tersebut yang telah sangat merugikan masyarakat, serta melakukan penelusuran aset untuk pengembalian kerugian keuangan negara. Juga telah dilakukan rekonstruksi perkara tersebut dilaksanankan di beberapa tempat.

Lebih jauh Umaryadi mengatakan, perbuatan tersangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;Subsidair : Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Para Saksi yang sudah diperiksa sampai saat ini berjumlah 74 orang. Untuk aset masih dalam tahapan penelusuruan,” jelasnya.

Baca juga: Eks Walikota Palembang, Harnojoyo Jadi Tersangka Korupsi Pasar Cinde Palembang, Langsung Ditahan

Baca juga: Sosok Harnojoyo Mantan Wali Kota Palembang Jadi Tersangka Kasus Korupsi Revitalisasi Pasar Cinde

Gegara Wacana Modernisasi

PASAR Cinde dikenal sebagai kawasan pemakaman pada tahun 1916, kemudian ditutup dan dibuka sebagai area perdagangan baru oleh Gementee Palembang. Sempat dikenal sebagai Pasar Lingkis karena banyaknya pedagang dari daerah Lingkis, Jejawi, OKI, pasar ini akhirnya dibangun secara permanen pada tahun 1958 di masa kepemimpinan Wali Kota Palembang Ali Amin.

Nama "Cinde" disebut-sebut berasal dari makam Sultan Abdurahman, pendiri Kesultanan Palembang, yang disebut Candi Welan/Walang. Dari kata "candi" inilah, masyarakat kemudian mengenalnya sebagai "Cinde".

Pasar ini istimewa karena arsitekturnya yang mengadopsi gaya Pasar Johar Semarang, karya arsitek Herman Thomas Karsten, dengan ciri khas tiang cendawan besar dan ruang terbuka. Keunikan ini menjadikan Pasar Cinde bukan hanya pusat niaga, tetapi juga ditetapkan sebagai cagar budaya.

Bencana dimulai ketika muncul wacana modernisasi Pasar Cinde yang bergulir sejak 2014. Pada 2015, proyek ini mulai menimbulkan kontroversi, bahkan memicu terbentuknya komunitas "Save Cinde" pada 2016. Pembongkaran pasar dimulai Juli 2016, meskipun status cagar budaya masih dalam proses penetapan. Setelah resmi ditetapkan sebagai cagar budaya pada 2017, pembongkaran pun dihentikan.

Rencana pembangunan kembali dicanangkan pada Juli 2017, di mana pedagang sudah dipindahkan ke tempat penampungan sementara. Namun, proyek ini justru terhenti di tengah jalan dan mulai mangkrak pada 2018. Impian pedagang untuk memiliki pasar modern layaknya mal, berujung pada kekecewaan mendalam. Kontrak dengan pengembang PT Magna Beatum Aldiron Plaza Cinde bahkan akhirnya diputus pada 2022.

Hingga saat ini, Juli 2025, Pasar Cinde telah terbengkalai selama sekitar delapan tahun. Kondisinya memprihatinkan: area yang seharusnya berdiri megah kini dipenuhi pepohonan dan tumbuhan liar. Ironisnya, bekas galian pondasi bangunan telah terisi penuh air, membentuk "danau" dadakan yang dimanfaatkan anak-anak sekitar untuk memancing ikan.

Situasi ini adalah dampak langsung setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pasar Cinde pada Rabu (2/7/2025) malam, termasuk mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin. Dugaan adanya aliran dana ke pejabat dan upaya menghalang-halangi penyidikan turut memperkeruh kondisi.

Kini, di tengah genangan air yang menyelimuti sisa-sisa impian modernisasi, para pedagang Pasar Cinde hanya bisa berharap kejelasan dan tindakan nyata dari pemerintah untuk mengembalikan denyut nadi ekonomi yang telah lama meredup di pasar bersejarah ini.

Proyek Fiktif dan Dana Mengalir ke Pejabat

Umaryadi membeberkan modus operandi kasus ini bermula dari rencana pemanfaatan aset Pemprov Sumsel untuk fasilitas pendukung Asian Games 2018, dengan Pasar Cinde sebagai lokasi yang berpotensi dikembangkan melalui skema BGS.

"Namun, dalam pelaksanaan proses pengadaan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, dan Mitra Bangun Guna Serah tidak memenuhi kualifikasi panitia pengadaan," ungkap Umaryadi. Parahnya lagi, kontrak yang ditandatangani ternyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Akibat kontrak bermasalah ini, bangunan cagar budaya Pasar Cinde akhirnya hilang. Penyidik juga menemukan adanya aliran dana dari mitra kerja sama ke pejabat terkait pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

 

 

 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkini