TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel menetapkan mantan Walikota Palembang, Harnojoyo sebagai tersangka dugaan korupsi kegiatan pekerjaan kerjasama mitra bangun guna serah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah di kawasan Pasar Cinde Palembang. Harno yang mengenakan rompi orange langsung ditahan pihak Kejati.
Sebelumnya, penyidik sudah menetapkan mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin alias AN, Raimar Yousnaidi alias RY selaku Kepala Cabang PT Magna Beatum (MB), Edi Hermanto alias EH sebagai Ketua Panitia Pengadaan Badan Usaha Mitra Kerjasama Bangun Guna Serah dan Aldrin Tando alias AT menjabat sebagai Direktur PT MB sebagai tersangka.
Asisten Pidsus Kejati Sumsel, Umaryadi didampingi Kasi Penkum Vanny Yulia Eka Sari mengatakan penyidik telah memanggil dan memeriksa beberapa orang saksi.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga penyidik meningkatkan status dari saksi menjadi tersangka. H adalah Walikota Palembang periode 2015-2018,” ungkap Umaryadi kepada Sripoku.com di Kejati Sumsel, Senin (7/7/2024) malam.
Umaryadi mengatakan, penetapan tersangka H berdasarkan surat penetapan tersangka Nomor : TAP-18/L.6.5/Fd.1/07/2025 tertanggal 7Juli 2025.
“Selanjutnya tersangka H dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan di Rutan Klas I A Pakjo Palembang, dari tanggal 7 Juli sampai 26 Juli,” tegasnya.
Lanjut Umaryadi, untuk modus operas tersangka H mengeluarkan Perwali mengenai pemotongan BPHTB sehingga negara mengalami kerugian, yang mana PT. MB bukan perusahaan yang bersifat kemanusiaan sehingga tidak bisa diberikan diskon BPHTB.
“Selain itu juga ditemukan aliran dana yang diterima okeh tersangka H yang ditemukan melalui bukti elektronik dan juga tersangka H memerintahkan untuk melakukan pembongkaran Pasar Cinde yang berstatus sebagai Cagar Budaya,” paparnya.
Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan akan terus mendalami aliran-aliran dana tersebut yang telah sangat merugikan masyarakat, serta melakukan penelusuran aset untuk pengembalian kerugian keuangan negara. Juga telah dilakukan rekonstruksi perkara tersebut dilaksanankan di beberapa tempat.
Lebih jauh Umaryadi mengatakan, perbuatan tersangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;Subsidair : Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Para Saksi yang sudah diperiksa sampai saat ini berjumlah 74 orang. Untuk aset masih dalam tahapan penelusuruan,” jelasnya.
Baca juga: HARTA Kekayaan Harnojoyo Mantan Wali Kota Palembang Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pasar Cinde
Baca juga: Sosok Harnojoyo Mantan Wali Kota Palembang Jadi Tersangka Kasus Korupsi Revitalisasi Pasar Cinde
Gegara Wacana Modernisasi
PASAR Cinde dikenal sebagai kawasan pemakaman pada tahun 1916, kemudian ditutup dan dibuka sebagai area perdagangan baru oleh Gementee Palembang. Sempat dikenal sebagai Pasar Lingkis karena banyaknya pedagang dari daerah Lingkis, Jejawi, OKI, pasar ini akhirnya dibangun secara permanen pada tahun 1958 di masa kepemimpinan Wali Kota Palembang Ali Amin.
Nama "Cinde" disebut-sebut berasal dari makam Sultan Abdurahman, pendiri Kesultanan Palembang, yang disebut Candi Welan/Walang. Dari kata "candi" inilah, masyarakat kemudian mengenalnya sebagai "Cinde".