Kopi Sumsel

Kisah Owner Kopi Limas, Rela Banting Setir dari Pegawai Kantoran, Kini Lebarkan Sayap ke Luar Sumsel

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KOPI LIMAS -- Muhammad Iqbal (32), owner Kopi Limas sibuk melakukan proses roasting atau sangrai kopi robusta di rumahnya, Kompleks Griya Jakabaring, Desa Sungai Pinang, Kecamatan Rambutan, Banyuasin, Minggu (18/5/2025).

TRIBUNSUMSEL.COM, BANYUASIN - Siapa sangka, lulusan Ilmu Komputer Universitas Sriwijaya (Unsri) tahun 2015, Muhammad Iqbal (32), kini justru piawai meracik nikmat dalam secangkir kopi.

Di balik label "Kopi Limas" yang mulai dikenal penikmat kopi, tersimpan dedikasi Iqbal dalam memahami seluk beluk dunia perkopian, mulai dari kebun hingga kopi itu sampai ke cangkir.

Ditemui di kediamannya yang sekaligus menjadi "dapur" Kopi Limas di Kompleks Griya Jakabaring, Desa Sungai Pinang, Kecamatan Rambutan, Banyuasin, pada Minggu (18/5/2025), aroma kopi yang tengah disangrai langsung menyambut kedatangan.

Iqba terlihat dengan telaten menimbang biji kopi menggunakan timbangan digital di teras rumahnya.

Iqbal berbagi pandangannya tentang kunci utama menghasilkan kopi yang nikmat.

"Di dunia perkopian itu ada tiga faktor utama yang menentukan enak atau tidaknya kopi. Kontribusi petani itu paling besar, mencapai 60 persen. Kemudian, proses roasting atau pemanasan dan pendinginan itu menyumbang 30 persen. Barulah barista, hanya 10 persen peranannya dalam menyajikan kopi yang nikmat," ungkap Iqbal.

Baca juga: Nama Raden Kuning Untuk Jenis Kopi Arabika Yellow Segera Dipatenkan Sebagai Kopi Khas Pagar Alam

Ayah dua anak ini menjelaskan, kualitas biji kopi sejak dari penanaman, perawatan, hingga proses pasca panen di tingkat petani memiliki pengaruh paling signifikan.

Proses roasting yang tepat juga krusial untuk memunculkan cita rasa terbaik.

Kisah Iqbal terjun ke dunia kopi berawal dari keluarga sang istri, Emi Kamilia (32), yang merupakan petani kopi di daerah Semendo.

Terinspirasi dari keluarga mertuanya, Iqbal memberanikan diri membuat kopi bubuk rumahan.

Dimulai dari produksi skala kecil, hanya 5 hingga 10 kilogram per bulan, kini Kopi Limas mampu menghasilkan hingga 40 kilogram kopi setiap bulannya.

Perjalanan Iqbal mendalami dunia kopi dimulai pada tahun 2021.

Ia tak segan belajar segala hal tentang kopi, mulai dari cara menanam (meski ia fokus pada pengolahan), meracik, hingga menyeduh. 

Bahkan, ia rela mencicipi kopi yang tidak enak sekalipun demi memahami berbagai karakter rasa.

"Benar-benar semua dicoba," kenangnya sambil tersenyum.

Seiring waktu, Iqbal memperluas jaringan pertemanannya dan berguru pada para ahli kopi yang berpengalaman.

Ia belajar teknik roasting dari nol, bahkan pengalaman pertamanya menggunakan kuali menjadi kenangan lucu tersendiri.

"Asapnya banyak, capek, hangat sedikit, mutung, banyak yang gosong pula," cerita Iqbal, mengenang masa-masa awal belajar menyangrai kopi dengan peralatan sederhana seperti kuali dan kendi, sebelum akhirnya beralih ke alat yang lebih modern seperti GLpro tapi manual.

Maret 2023 menjadi titik balik ketika Iqbal dan keluarga memutuskan untuk fokus sepenuhnya pada Kopi Limas.

Pemasaran digencarkan, produksi ditingkatkan, dan kolaborasi dengan berbagai pihak mulai dijalin.

Keputusan untuk berhenti dari pekerjaan kantoran diambil Iqbal setelah Lebaran tahun ini demi mencurahkan seluruh perhatiannya pada pengembangan Kopi Limas.

"Karena saya sambil bekerja, ekspansi usaha belum terlalu besar. Baru Lebaran kemarin saya memutuskan untuk berhenti dan fokus usaha kopi ini. Sekarang lagi terus memasarkan agar banyak yang mencoba dan mengenal rasa dari Kopi Limas," tuturnya.

Untuk menjaga kualitas bahan baku, Iqbal menjalin kemitraan dengan petani kopi robusta di Pagar Alam dan belajar langsung dari prosesor dan roaster berpengalaman yang bernama Kak Dedy. 

Dari beliaulah, Iqbal menemukan cara roasting yang benar. 

Dimulai dengan alat sederhana berkapasitas 800 gram, Iqbal terus bereksperimen hingga mendapatkan hasil yang memuaskan dan disukai oleh teman-teman serta relasi pabrik tempat dia bekerja dahulu.

"Alhamdulillah, teman-teman mulai senang dan repeat order. Mereka mulai penasaran dan ketagihan, 'ada kopi lagi tidak, kita sangraikan lagi untuk mereka, kita giling sendiri'," kenang Iqbal.

Seiring dengan peningkatan permintaan, Iqbal dan keluarga menambah peralatan produksi.

Kini, mereka telah memiliki mesin sangrai berkapasitas lebih besar yang bahkan dirakit sendiri dengan bantuan tukang las. 

Mesin tersebut dilengkapi dengan lubang intip untuk memantau warna biji kopi dan terhubung dengan alat ukur suhu digital.

"Suhu saat sangrai kopi itu idealnya 209 derajat Celsius," jelas Iqbal.

Kualitas bahan baku menjadi prioritas utama Kopi Limas. Biji kopi pilihan dari petani langsung diolah dan disortir dengan ketat untuk memisahkan biji kosong atau rusak.

Proses roasting dilakukan dengan kapasitas 3 kilogram per sesi selama 30-40 menit, menghasilkan sekitar 2,5 kilogram kopi sangrai.

Proses ini bertujuan untuk mengembangkan rasa dan aroma, mengubah komposisi kimia biji kopi, mengurangi kelembaban, serta meningkatkan kualitas secara keseluruhan.

Setelah roasting, kopi diistirahatkan atau didinginkan selama satu hingga dua malam (resting) untuk menghilangkan karbon dioksida dan gas beracun yang bisa meningkatkan asam lambung, sekaligus memperkuat aroma.

Proses ini dilanjutkan dengan pembersihan menggunakan blower (kipas angin) untuk memisahkan ampas dan biji kopi yang kopong atau gosong.

Kopi sangrai kemudian digiling sesuai permintaan konsumen, mulai dari gilingan kasar hingga halus, atau bahkan dijual dalam bentuk biji utuh.

"Tidak tiap hari kak, pas stok biji sangrai habis aja, baru sangrai lagi. Aku juga stok yang dikemas tapi tidak banyak, sedangkan stok biji kopi sangrai banyak biar kualitas untuk pelanggan nya terjaga, sebab yang beli kadang juga kopi bulat yang sudah diroasting," ungkap pemuda yang pernah tinggal di Perumahan TABA Kertapati ini.

Respon konsumen terhadap Kopi Limas terbilang positif.

Iqbal menceritakan pengalamannya mengirim produk hingga ke Tangerang dan Lubuklinggau, di mana pelanggan memberikan testimoni positif dan ingin menjadi pelanggan setia.

Pemasaran menjadi tantangan tersendiri bagi Kopi Limas, mengingat kopi adalah produk yang nilai jualnya terletak pada rasa dan aroma yang sulit disampaikan secara daring.

Iqbal memanfaatkan media sosial seperti Facebook dan platform e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

Promo bebas ongkos kirim untuk pembelian awal menjadi strategi untuk menarik minat konsumen di luar Palembang.

Kopi Limas menawarkan dua varian utama: Kopi Limas Pagaralam dengan harga Rp 132.000 per kilogram dalam berbagai kemasan (60 gram, Rp 9.000), (145 gram, Rp 20.000), dan (250 gram, Rp 33.000), serta Kopi Limas Petik Merah dengan kemasan 250 gram seharga Rp 45.000.

Dikatakan Iqbal, harga biji kopi hijau dari petani saat ini berkisar antara Rp 73.000 hingga Rp 78.000 per kilogram, tergantung kualitas.

Iqbal menyambut baik kenaikan harga kopi asalkan menguntungkan para petani sebagai tulang punggung industri kopi.

Jamunah, seorang pedagang warung kopi yang baru mencoba Kopi Limas, berharap kualitas rasa kopi dari Iqbal ini tetap terjaga.

Pengalamannya membeli kopi lain yang sering berubah rasa menjadi alasan untuk mencari alternatif yang lebih konsisten.

Dengan Kopi Limas, Iqbal tidak hanya menyajikan secangkir kopi, tetapi juga menghadirkan cita rasa dan aroma Sumatera Selatan yang otentik.

"Lihat realita dunia kita. Setiap pengusaha kalau mau belajar akan sukses dan masa tua akan bahagia," ujar Iqbal akhiri bincang bincang.

 

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

Berita Terkini