TRIBUNSUMSEL.COM- Satu keluarga terdiri tiga anggota menjadi korba tewas dalam kecelakaan maut Bus ALS di Padangpanjang, Sumatera Barat, Selasa (6/5/2025).
Diketahui, sebanyak 12 orang dilaporkan tewas dan 23 penumpang lainnya mengalami luka berat dan ringan.
Adapun tiga anggota keluarga tersebut, adalah pasangan suami istri Saruden Nainggolan (74) dan Romaida Sitanggang (74), beserta anak perempuan mereka, Desrita Nainggolan (50).
Baca juga: Pilu, Tangis Suami Kehilangan Istri dan 2 Anaknya Tewas Dalam Kecelakaan Bus ALS di Padang Panjang
Rupanya, pasutri lansia ini hendak menghadiri pesta adat di Palembang, sekaligus mengunjungi anaknya yang tinggal di perantauan.
Namun nahas, perjalanan yang seharusnya membahagiakan justru berakhir tragis.
Dilansir TribunPadang.com dari Tribun-Medan.com, rumah korban di Lingkungan I Uruk Nagodang, Kelurahan Sipolha Horisan, Kecamatan Pamatang Sidamanik, sudah dipenuhi oleh kerabat sejak malam.
Tikar digelar, keluarga dan kerabat duduk bersimpuh dalam kesedihan, menanti kabar jenazah yang masih dalam perjalanan pulang.
"Mereka berangkat dari Pematangsiantar dengan senyum. Katanya mau menghadiri acara adat dan sekalian menjenguk anak," kata Desna Damanik, tetangga kampung yang masih kerabat keluarga.
Saruden dan Romaida bukan hanya pasangan suami istri sepuh, mereka adalah pilar keluarga yang tetap berdiri kokoh meski diterpa gelombang hidup.
Mereka merawat cucu-cucunya yang telah menjadi yatim sejak kecil, memberi kasih sayang, membesarkan, dan menjadi tempat berlindung.
"Oppung itu baik sekali. Tak pernah berkata kasar. Dia rawat cucu-cucunya sendiri, padahal usianya tak muda lagi,” ujar Desna dengan mata berkaca-kaca.
Anak-anak mereka kini tersebar jauh. Salah satu putrinya bahkan tengah menempuh pendidikan di Manado.
Baca juga: VIDEO Tangis Pilu Istri Aryudi, Suami Tewas Kecelakaan Bus ALS di Padang Panjang, Sempat Videocall
Bagi kerabat keluarga, kabar duka ini datang membelah ketenangan dengan rasa kehilangan yang tak terperi.
Warga kampung terus berdatangan. Tak ada yang ingin sendiri malam itu. Mereka datang membawa pelukan, doa, dan air mata.
Dan malam pun bergulir dalam hening yang panjang menanti kedatangan jenazah, menanti pelukan terakhir, menanti waktu untuk mereka mengikhlaskan kejadian tragis tersebut.