Berita Viral

Komnas Perempuan Tak Setuju Vasektomi Jadi Syarat Utama Terima Bansos Dari Dedi Mulyadi: Melanggar

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

POLEMIK VASEKTOMI- Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi seusai menghadiri kegiatan di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (5/5/2025) malam. Wakil Ketua Komnas Perempuan, Ratna Batara Munti menyatakan tidak setuju dengan kebijakan vasektomi dari Dedi Mulyadi sebagai syarat utama pemberian bantuan sosial (Bansos).

TRIBUNSUMSEL.COM- Wakil Ketua Komnas Perempuan, Ratna Batara Munti menyatakan tidak setuju dengan kebijakan vasektomi dari Dedi Mulyadi sebagai syarat utama pemberian bantuan sosial (Bansos).

Menurutnya, pemberian bantuan sosial yang dikaitkan dengan vasektomi sudah melanggar ketentuan.

Ratna menyebut bantuan sosial itu sudah diatur di Permendagri Nomor 99 tahun 2019.

Baca juga: Saran Vasektomi Ditolak MUI, Dedi Mulyadi Syok Dapati 1 Keluarga Ada 11 Anak, Ayahnya Nganggur


 
Sehingga, setiap kelompok masyarakat berhak menerima bantuan sosial.

"(vasektomi) dikaitkan dengan bansos saya gak setuju, karena itu tidak sesuai dengan aturan yang ada," kata Ratna dalam tayangan TvONeNews, Selasa (6/5/2025).

"Jadi kalau ujug-ujug dikaitkan dengan vasektomisi, saya kira itu sudah melanggar ketentuan yang ada," sambung Ratna.

Ratna menuturkan tidak boleh ada syarat dalam penerimaan bansos, sekalipun berupa himbauan.
  
Ratna kembali menegaskan, syarat vasektomi dikaitkan untuk penerimaan bansos, tentu hal tersebut sudah melanggar.
 
"Tentunya bedanya kalau pernyataan himbauan dengan pernyataan menempatkan itu sebagai syarat, kalau sebagai syarat itu tidak tepat," katanya.

"Jadi berdasarkan APBD itu sudah diatur, jadi kalau ada kemudian ada pernyataan vasektomi sebagai syarat itu tidak pas ya," katanya.

Baca juga: Tegas, MUI Minta Umat Muslim Tolak Bansos Dari Dedi Mulyadi Jika Vasektomi Jadi Syarat Utamanya

Dengan adanya syarat vasektomi tersebut, kata Ratna, dapat menghambat bantuan terhadap kelompok masyarakat yang membutuhkan.

"Tentunya akan menghambat akses orang atau kelompok masyarakat yang memang berhak untuk mendapatkan bantuan sosial, misalnya korban KDRT, kekerasan seksual, lalu juga orang miskin, korban bencana alam, udah diatur kok kriterianya," ungkap Ratna.

Ratna menegaskan bahwa vasektomi tidak boleh dipaksakan untuk setiap individu.

"Keluarga berencana itu kan dipromosikanm diedukasikan, disosialisasikan, jadi gak boleh dipaksakan, jadi untuk kepentingan masyarakat dia bisa merencanakan keluarga yang sehat, dan hak-hak anak ini juga diupayakan, kan kita ada undang-undang perlindungan anak," bebernya.

"Gak elok maksudnya gak pas kalau itu dikaitkan dengan bansos, gak sesuai aturan," katanya.

MUI Tegas Tolak Kebijakan Dedi

Selain itu, penolakan vasektomi sebagai syarat utama pemberian bantuan sosial (Bansos) juga disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

MUI meinta umat Islam menolak pemberian bantuan sosial jika salah satu syarat penerima bansos harus menjalani vasektomi.

"Islam melarang pemandulan permanen. Yang dibolehkan mengatur jarak kelahiran. Pertumbuhan penduduk kita stabil dan malah cenderung minus," tulis Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis dikutip dari X(twitter), Minggu(4/5/2025) dikutip dari Tribunnews.com.

"Menghentikan kemiskinan itu dengan membuka lapangan kerja bukan menyetop orang miskin lahir. Inilah pentingnya dana sosial," katanya.

Dia pun menyarankan kepada umat Muslim agar sebaiknya tidak mengambil jatah bansos apabila syarat yang diwajibkan harus vasektomi.

"Saya sarankan kepada yang muslim kalau syarat ambil bansos adalah vasektomi maka tak usah daftar bansos. Insya Allah saudara-saudara ada jalan lain rezekinya," ungkapnya.

Baca juga: 6 Deretan Kebijakan Baru Dedi Mulyadi Kembali Bikin Heboh Publik, Terbaru Usulkan Pria Vasektomi

Dedi Mulyadi mengeluarkan kebijakan ini sebagai upaya mengurangi angka kemiskinan dan mengendalikan jumlah penduduk di Jawa Barat.

Dedi Mulyadi pun mengiming-imingi akan memberi intensif Rp500 ribu bagi suami yang siap melakukan vasektomi

Namun iming-iming insentif itu seolah ada pemaksaan untuk para suami yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Diketahui, vasektomi adalah prosedur kontrasepsi pada pria yang dilakukan dengan cara memutus saluran sperma dari buah zakar.

Dengan demikian, air mani tak akan mengandung sperma, sehingga kehamilan dapat dicegah.

Dedi Mulyadi Sebut Vasektomi Bukan Syarat Bansos

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi santai saat MUI mengharamkan vasektomi.

Diketahui, salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Dedi Mulyadin sebagai syarat mendapatkan bantuan sosial (bansos) ialah dengan cara vasektomi.

MUI tegas menentang ide Dedi Mulyadi soal persyaratan vasektomi sebagai syarat bansos, karena islam melarang adanya vasektomi yang termasuk dalam upaya pemandulan permanen.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa vasektomi bukanlah satu-satunya pilihan dalam program Keluarga Berencana (KB), apalagi sebagai syarat menerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah provinsi.

Pernyataan ini disampaikan untuk merespons isu yang berkembang bahwa Pemprov Jabar mewajibkan vasektomi bagi warga penerima bansos.

"Tidak ada ngomong salah satu jenis tapi milih mau yang mana (KB)," kata Dedi seusai menghadiri kegiatan di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (5/5/2025), dilansir dari Kompas.com.

 Menurutnya, jenis kontrasepsi yang digunakan dalam program KB disesuaikan dengan kondisi dan kenyamanan masing-masing pasangan.

Dedi menyayangkan bahwa selama ini beban program KB lebih banyak dipikul oleh perempuan.

Oleh karena itu, ia mendorong agar suami juga berperan aktif, termasuk dengan menggunakan metode kontrasepsi seperti kondom.

"Dan saya harapkan yang ber-KB itu suaminya, jangan sampai ber-KB itu beban istri. Jenisnya KB-nya apa tergantung pengennya apa, kan bisa pakai pengaman (kondom), ya kan itu juga bisa. Bila perlu pemerintah kasih alat pengaman per Kepala Keluarga," ujarnya.

Menurut Dedi, pelibatan suami dalam program KB juga menjadi bagian penting dalam menjaga kesejahteraan keluarga.

Ia menilai bahwa keluarga pra-sejahtera cenderung memiliki jumlah anak lebih dari tiga, yang berpotensi menyulitkan pemenuhan kebutuhan dasar seperti biaya persalinan dan pendidikan.

Dedi menjelaskan, pemerintah daerah telah menyediakan sejumlah program bantuan seperti perbaikan rumah, bantuan listrik, dan beasiswa pendidikan.

Namun ia menekankan bahwa keberlanjutan kesejahteraan tetap bergantung pada kontrol jumlah anggota keluarga.

“Kemudian apa artinya bantuan tersebut, kalau jumlah anaknya bertambah terus kan, tidak bisa meningkatkan derajat ekonominya sehingga saya sampaikan agar Penerima bantuan Pemprov Jabar ini di-KB,” ujarnya.

Selain sebagai upaya pengendalian penduduk, Dedi menegaskan bahwa tujuan utama dari dorongan KB bagi suami adalah untuk meningkatkan taraf hidup keluarga miskin.

Ia menyebutkan, angka kelahiran di Jawa Barat saat ini mencapai 900.000 jiwa per tahun, jumlah yang dinilai cukup tinggi untuk daerah dengan kepadatan penduduk seperti Jawa Barat. 

"Artinya itu tinggi. Artinya suami bersama istrinya membuat kelahiran yang menentukannya Allah SWT, yang menjalaninya mereka. Jangankan untuk pendidikan ke depan, untuk melahirkan tidak ada biaya, itu tanggung jawab suami," pungkas Dedi.

 
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkini