TRIBUNSUMSEL.COM - Mengenal pendiri PT Sritex atau Sri Rejeki Isman Tbk, salah satu perusahaan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia alami pailit.
Berdirinya Sritex berawal dari usaha kios sederhana bernama UD Sri Rejeki yang berlokasi di Pasar Klewer, Kota Solo.
Kios ini didirikan oleh dulunya pedagang kain bernama Haji Muhammad Lukminto atau Ie Djie Shien pada 1966.
Lukminto merupakan kelahiran pada 1 Juni 1946 di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur.
Baca juga: Mengenal PT Sritex, Raksasa Tekstil Indonesia yang Pailit hingga PHK Massal Ribuan Karyawan
Lukminto dijuluki sebagai raja batik dan berhasil membeli dua kios di Pasar Klewer pada 1967 setelah bisnisnya berkembang pesat.
Melansir dari Instagram @sritexindonesia, Haji Muhammad Lukminto dikenal sebagai sosok pemimpin yang memberikan teladan bagi kehidupan keluarga, anak-anak dan juga karyawan Sritex Group.
"Dari banyaknya nasehat, ada salah satu nasehat yang dapat membimbing kita semua yaitu “Kalau kamu ingin sukses kamu tidak usah berfikir bagaimana itu sukses, yang penting kamu kerja keras dulu, tekun & memiliki visi itu sudah” tulis akun tersebut pada (1/7/2024).
Pria keturunan Tionghoa ini membuka pabrik cetak pertama yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Surakarta pada tahun 1968.
Setahun kemudian, Lukminto membuka pabrik cetak pertama yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Surakarta.
Pabrik kedua yakni pabrik tenun dibangun pada 1982.
Pabrik tekstil itu kemudian direlokasi ke Desa Jetis, Sukoharjo dengan nama PT Sri Rejeki Isman atau Sritex.
Pada 3 Maret 1992, pabrik Sritex diresmikan Presiden Soeharto bersama 275 pabrik aneka industri lainnya di Surakarta.
Setelah sukses di dalam negeri, Sritex mencoba menembus pasar Eropa pada 1992.
Perusahaan yang kini menjadi raksaksa tekstil di Asia Tenggara itu berhasil membuat seragam bagi NATO dan tentara Jerman yang kualitasnya diakui.
Sejak saat itu, Sritex berkembang memproduksi rata-rata 24 juta potong kain per tahun untuk 40 negara.
Baca juga: VIDEO Tangis Ribuan Karyawan Kena PHK Massal PT Sritex Setelah 25 Tahun Bekerja, Pamit ke Pedagang
Perusahaan ini juga mengerjakan pakaian dengan merek ternama seperti Uniqlo, Zara, JCPenney, New Yorker, Sears, serta jaringan Walmart.
Pada 2007, Lukminto menyerahkan kepemimpinan Sritex ke putra sulungnya, Iwan Setiawan Lukminto.
Di kepemimpinan Iwan Setiawan, Sritex berkembang menjadi perusahaan tekstil besar.
Grup ini bahkan memiliki sekitar sepuluh hotel di Solo, Yogyakarta, dan Bali.
Pada 2013, PT Sri Rejeki Isman Tbk secara resmi terdaftar sahamnya dengan kode ticker dan SRIL pada Bursa Efek Indonesia.
Pencapaian ini membuat Iwan Setiawan tercatat sebagai orang Indonesia terkaya nomor 49 pada 2020 dengan kekayaan 515 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,5 triliun (kurs saat ini), menurut Forbes.
Saat ini, Sritex dipimpin oleh Direktur Utama Iwan Kurniawan Lukminto. Dia adalah adik Iwan Setiawan sekaligus anak keempat H.M Lukminto, pendiri Sritex.
Iwan juga merupakan pendiri Musem Tumurun di Surakarta pada 2018. Museum ini fokus terhadap seni modern dan kontemporer Indonesia.
Selain itu, meski dikenal sebagai perusahaan tekstil, keluarga Lukminto juga memiliki bisnis lain, salah satunya yang populer adalah Gedung Olahraga (GOR) Sritex yang berada di Kota Solo.
Iwan yang memperoleh gelar sarjana dari Johnson & Wales University, Northeastern University, dan Boston University juga menjadi direksi PT Huddleston Indonesia.
Produksi dan bisnis Sritex
Divisi produksinya meliputi:
- Pemintalan (Spinning): Mengolah kapas menjadi benang dengan kapasitas produksi mencapai 1.405 bale per hari.
- Penenunan (Weaving): Mengubah benang menjadi kain mentah (greige) dengan kapasitas produksi harian sebesar 229.766 meter.
- Penyempurnaan (Finishing): Proses pewarnaan dan pencetakan kain dengan kapasitas produksi mencapai 306.358 yard per hari.
- Garmen (Garment): Memproduksi pakaian jadi, termasuk seragam militer dan pakaian fashion, dengan kapasitas produksi harian sebesar 38.295 potong.
Selain memenuhi kebutuhan domestik, Sritex juga memiliki basis pelanggan internasional yang tersebar di lebih dari 100 negara, dengan pasar utama di Eropa, Amerika Serikat, Asia Tenggara, dan Timur Tengah.
Kini, PT Sritex harus gulung tikar permanen per tanggal 1 Maret 2025 akibat pailit.
Kejatuhan PT Sritex menjadi pukulan berat, tidak hanya bagi ribuan pekerjanya, tetapi juga bagi dunia bisnis dan manufaktur Indonesia secara keseluruhan.
Dampaknya, sebanyak 10.669 buruh Sritex merasakan kesedihan setelah kehilangan pekerjaan.
10.669 orang karyawan dengan rincian:
1.065 karyawan PT Bitratex Semarang terkena PHK.
8.504 karyawan PT Sritex Sukoharjo
956 karyawan PT Primayuda Boyolali
40 karyawan PT Sinar Pantja Jaya Semarang
104 karyawan PT Bitratex Semarang
Kasus Sritex pailit dan dampaknya
Meskipun memiliki sejarah kesuksesan yang panjang, Sritex mulai menghadapi masalah keuangan serius sejak tahun 2021.
Saham Sritex disuspensi pada Mei 2021 akibat keterlambatan pembayaran bunga dan pokok Medium Term Notes (MTN).
Total liabilitas perusahaan terus meningkat, mencapai sekitar Rp24,3 triliun pada September 2023.
Masalah keuangan ini diperparah oleh persaingan ketat di pasar global, dampak pandemi Covid-19 yang mengganggu rantai pasok dan menurunkan permintaan, serta kondisi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina yang menyebabkan penurunan ekspor produk tekstil ke Eropa dan Amerika Serikat.
Puncaknya, pada 21 Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang memutuskan Sritex dan tiga entitas afiliasinya, yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, dalam keadaan pailit.
Putusan ini diperkuat oleh Mahkamah Agung pada 18 Desember 2024.
Akibat keputusan pailit ini, Sritex menghentikan seluruh operasionalnya mulai 1 Maret 2025.
Langkah ini berdampak langsung pada sekitar 10.965 karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Para karyawan Sritex yang terkena PHK mulai mengisi surat PHK untuk memproses pencairan hak-hak mereka, seperti jaminan hari tua (JHT) dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Sritex, Widada, menyatakan bahwa proses ini masih berlangsung dan diharapkan dapat segera selesai.
Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, sempat berharap agar Sritex dapat terus beroperasi dan tidak menghentikan operasionalnya.
Namun, proses hukum yang berjalan mengharuskan perusahaan untuk mengikuti keputusan pengadilan.
Dengan penutupan Sritex, ribuan karyawan kini tengah mengurus hak-hak mereka, termasuk pesangon dan jaminan sosial tenaga kerja.
Sebagian lainnya telah tayang di Kompas.com dengan judul Mengenal Sritex Resmi Pailit dan Tutup 1 Maret 2025, Siapa Pemiliknya?
(*)
Baca berita lainnya di Google News
Bergabung dan baca berita menarik lainnya di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com