Selain itu, ada pula organisasi guru yang bercorak keagamaan hingga kebangsaan, seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM).
Namun, organisasi guru yang tak membedakan anggotanya berdasarkan golongan agama pun juga ada, contohnya yakni Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG).
Salah satu hasil yang dapat dilihat dari perjuangan organisasi-organisasi tersebut adalah mulai adanya pribumi yang menjadi kepala sekolah Hollandsch Inlandsche School (HIS).
Padahal sebelumnya wadah pendidikan setingkat sekolah dasar (SD) tersebut biasanya dipimpin oleh kalangan Belanda.
Selepas itu, PGHB kemudian berganti nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada 1932.
Tujuannya, agar lebih mencerminkan semangat kebangsaan hingga pemerintah Belanda pun terkejut mendengarnya.
Akan tetapi, saat masa pendudukan Jepang, segala macam organisasi dilarang dan sekolah pun ditutup sehingga PGI tidak dapat melakukan aktivitasnya.
Sampai pada era setelah proklamasi 17 Agustus 1945, sebuah Kongres Guru Indonesia digelar di Kota Surakarta (Solo) pada 24-25 November 1945.
Dalam kongres tersebut, mereka sepakat menghapus segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku.
Sejak saat itu, pada 25 November 1945, kongres sepakat untuk mendirikan Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI.
Melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, pemerintah pun menetapkan hari lahir PGRI itu sebagai Hari Guru Nasional untuk menghormati perjuangan para guru.
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com