TRIBUNSUMSEL.COM -- Kasus Supriyani guru honorer di Konawe Selatan Sulawesi Tenggara yang sempat ditahan karena diduga melakukan penganiayaan terhadap muridnya.
Adapun Supriyani mendapatkan dukungan publik lantaran dinilai tak bersalah atas pelaporan tersebut.
Orangtua dari murid diketahui bernama Wibowo merupakan polisi berpangkat Aipda menjabat sebagai Kanit Intelkam Polsek Baito, Kabupaten Konsel.
Update terbaru lainnya, beredar video viral AKBP Febry dan Kejari Konsel Ujang Sutisna, bertemu sang guru honorer di kediaman Camat Baito, pada Selasa (22/10/2024) malam.
Pertemuan di lokasi ‘pengungsian’ sementara guru Supriyani selama proses hukumnya kabarnya dihadiri orangtua murid M.
Hadir pula dalam pertemuan ‘mediasi damai’ tersebut Ketua PGRI Sultra Abdul Halim Momo dan berbagai pihak lainnya.
Berikut fakta fakta harus diketahui dari kasus Supriyani guru honorer berikut ini:
1. Pengakuan Sang Guru Honorer
Isak tangis guru Supriyani tak terbendung saat mengungkap dirinya pernah dipaksa harus mengakui perbuatannya menganiaya murid yang juga anak polisi di Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Hal ini disampaikan Supriyani di Kantor LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Sultra, Kota Kendari, Selasa (22/10/2024).
Supriyani datang ke kantor ini setelah keluar dari Lapas Perempuan Kendari setelah penahanannya ditangguhkan oleh majelis hakim PN Andoolo, Kabupaten Konsel.
Tampak guru Supriyani memakai hijab putih dengan baju bergaris hitam putih, pakaian serupa yang dikenakannya saat baru keluar lapas.
Supriyani mengaku dirinya beberapa kali ditelepon penyidik Reskrim Polsek Baito agar mengakui perbuatannya.
Upaya tersebut agar sang guru honorer bisa berdamai dengan keluarga murid dan proses hukumnya tidak dilanjutkan.
“Saya ditelepon beberapa kali sama penyidik untuk diminta mengaku saja kalau bersalah,” kata Surpiyani terisak.
Padahal, dia sudah mengakui tidak pernah memukuli murid yang juga anak polisi di Polsek Baito tersebut.
“Saya tidak pernah memukul anak itu apalagi dituduh pakai sapu,” jelasnya.
Diapun menegaskan dirinya tidak pernah melakukan pemukulan seperti yang dituduhkan keluarga korban.
Supriyani mengaku saat itu sempat memberikan tugas ke anak-anak didiknya.
Sementara D, anak polisi tersebut berada di ruangan Kelas 1A.
Ia tidak bertemu korban apalagi sampai memukuli seperti yang dituduhkan di hari itu.
“Saya berada di Kelas 1B sementara anak itu berada di dalam Kelas 1A. Jadi tidak ketemu di hari itu,” katanya.
Terkait kabar permintaan uang Rp50 juta untuk berdamai, Supriyani mengaku hal tersebut disampaikan oleh kepala desa.
“Pak desa yang tadinya menawarkan ke orangtua murid tapi orangtuanya tidak mau kalau di bawah Rp50 juta,” jelasnya.
Dia minta siapnya Rp50 juta,” kata guru Supriyani menambahkan.
Dirinya tidak menyangka akan mendapat kasus seperti itu, apalagi sang guru kenal baik dengan orangtua murid tersebut.
“Memang tidak ada hubungan keluarga, tapi saya baku kenal dengan orangtua siswa ini,” jelasnya.
Ia mengaku sudah bertahun-tahun mengajar di SD Baito dan baru kali ini mendapat kasus seperti itu.
“Saya sudah 16 tahun honor, baru kali ini dituduh seperti itu," ujar guru Supriyani.
2. Kejanggalan Diungkap Kuasa Hukum dan Kepala Sekolah
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, mengatakan, banyak kejanggalan dalam kasus ini karena ada upaya untuk memidanakan guru honorer tersebut.
Karena dari keterangan beberapa saksi dan guru bernama Lilis yang mengajar di Kelas 1A di sekolah dasar tersebut.
Dalam dakwaaan jaksa, tertulis guru Supriyani datang ke Kelas 1A dan memukuli korban pakai sapu, Rabu, 24 April 2024.
“Sementara dari keterangan ibu Lilis wali murid Kelas 1A yang sudah kami tanya, di jam 10 itu anak-anak sudah pulang semua,” kata Andre di kantor LBH HAMI Sultra, Kota Kendari.
Begitupula anak-anak Kelas 1B tempat guru Supriyani mengajar, mereka sudah pulang semua.
Saat itu, Supriyani dan Lilis membersihkan ruangan.
“Jadi ini yang tidak sinkron antara dakwaan dengan pengakuan Supriyani yang diperkuat keterangan ibu Lilis,” ujar Andre.
Kejanggalan lain, kata Andre, dalam dakwaan jaksa guru Supriyani dituduh memukuli korban pakai sapu sebanyak satu kali.
Kemudian pada tanggal 26 April usai kasus itu diungkap orangtua korban, guru SDN di Baito ini sempat memeriksa luka siswa D yang mengaku luka di paha karena dipukuli oleh Supriyani.
Guru yang memeriksa menyampaikan luka itu seperti melepuh bukan tergores karena dipukul pakai sapu.
“Saat itu guru ini memeriksa luka, mereka spontan mengatakan luka itu seperti melepuh bukan dipukul,” kata Andre.
3. Keanehan Diungkap Kepsek
Kepala SDN 4 Baito, Sana Ali, juga menjelaskan, dugaan kejanggalan kronologi kasus yang dijelaskan pihak kepolisian hingga membuat guru Supriyani tersangka, ditahan, dan menjadi terdakwa.
“Yang janggalnya ini yang dituduhkan itu pada saat kejadian semua guru ada di sekolah tapi mereka tidak melihat bahwa ada kejadian,” kata Sana Ali.
Kesaksian tersebut juga disampaikan guru kelas korban.
“Termasuk guru kelasnya itu sampai pulang anak itu tidak ada kejadian apa-apa di sekolah,” jelasnya.
Diapun mengungkap sosok guru Supriyani selama 16 tahun mengajar di SD Baito, Konawe Selatan, yang lembut.
“Kalau Ibu Supri jangankan bicara seperti itu bicara saja itu kecuali ditanya baru bicara,” ujar Sana Ali.
Dengan karakter guru Supriyani selama ini, Sana Ali, kaget dengan tuduhan aniaya murid.
“Pokoknya orangnya lembut, makanya saya kaget seperti tidak masuk akal. Kalau untuk anaknya memang agresif di sekolah,” katanya.
4. Duduk Perkara Kasus Versi Polisi
Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, didampingi Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris, pun memberikan penjelasan terkait kronologi dan duduk perkara kasus ini.
Penjelasan disampaikan dalam konferensi pers resmi di Mapolres Konsel, Sulawesi Tenggara, pada Senin (21/10/2024).
TribunnewsSultra.com juga sempat melihat Aipda WH, sang ayah korban M, di luar ruangan konferensi pers.
“Kejadian terjadi pada Rabu (24/4/2024) di sekolah, saat korban telah bermain dan pelaku datang menegur korban hingga melakukan penganiayaan,” kata AKBP Febry.
Kasus tersebut dilaporkan ke Polsek Baito, Jumat (26/04/2024), sebagaimana Laporan Polisi (LP) Nomor LP/03/IV/2024/Polsek Baito/Polres Konsel/Polda Sultra.
Pelapor yakni N, ibu kandung korban murid kelas 1 SD di Kecamatan Baito, yang juga istri dari Aipda WH.
Dengan terlapor SU, oknum guru SD, yang diduga pelaku kekerasan fisik terhadap anak berinisial M tersebut.
“Benar, orang tua korban merupakan seorang anggota kepolisian di Polsek Baito, iya Kanit Intel,” jelas AKBP Febry.
Kronologi kasus ini berawal saat ibu korban melihat ada bekas luka di paha bagian belakang korban, Kamis (25/4/2024) sekitar pukul 10.00 wita, dan menanyakannya kepada korban mengenai luka tersebut.
Kepada ibunya, sang anak menjawab bahwa luka tersebut akibat terjatuh saat bersama ayahnya Aipda WH di sawah.
Pada Jumat (26/4/2024) sekitar pukul 11.00 wita pada saat korban hendak dimandikan oleh sang ayah untuk pergi salat Jumat, N mengonfirmasi suaminya tentang luka di paha korban.
Suami korban kaget dan langsung menanyakan kepada korban tentang luka tersebut.
Korban kepada ayahnya pun menjawab bahwa telah dipukul oleh gurunya SU di sekolah, pada Rabu (24/4/2024).
Setelah itu, ayah dan ibu korban pun mengkonfirmasi saksi yang disebut korban yang melihat atau mengetahui kejadian tersebut.
Saksi I dan A disebutkan membenarkan dan melihat bahwa korban telah dipukul oleh guru SU dengan menggunakan gagang sapu ijuk di dalam kelas, pada Rabu (24/4/2024).
Pada Jumat (26/4/2024), sekitar pukul 13.00 wita, N dan Aipda WH pun melaporkan kejadian itu ke Kepolisian Sektor (Polsek) Baito.
Kemudian saat itu juga pihak Polsek Baito melalui kanit reskrim mengundang terduga pelaku ke markas polsek untuk dikonfirmasi terkait laporan tersebut.
“Tetapi yang diduga pelaku tidak mengakuinya sehingga yang diduga pelaku disuruh pulang ke rumahnya, dan laporan Polisi diterima di Polsek Baito,” kata AKBP Febry Sam.
AKBP Febry bersama Ipda Muhammad Idris menjelaskan sejumlah upaya pun telah dilakukan pihak Polsek Baito.
Dengan mediasi untuk penyelesaian kasus secara kekeluargaan akan tetapi terkendala karena terduga pelaku tidak mengakui perbuatannya.
Dalam keterangan kepolisian disebutkan, kepala sekolah bersama terduga pelaku dan suaminya, disebutkan pernah datang ke rumah korban, beberapa hari setelah ada laporan di Polsek Baito.
SU datang untuk meminta maaf dan mengakui perbuatannya, tetapi pihak ibu korban N belum bisa memaafkan.
Sebelum kasus naik ke tahap penyidikan, kepala desa bersama terduga pelaku dan suaminya disebutkan juga pernah datang ke rumah korban untuk meminta maaf dan mengakui perbuatannya.
Dalam pertemuan tersebut, pihak korban disebutkan sudah menerima dan memaafkan, tinggal menunggu kesepakatan damai.
Tetapi beberapa hari setelah itu, pihak korban mendengar informasi tersangka minta maaf tidak ikhlas yang membuat orangtua korban tersinggung dan bertekad melanjutkan perkara ke jalur hukum.
5. Upaya Mediasi Berkali-kali
Kapolres Konsel, AKBP Febry Syam, menambahkan, proses mediasi antara terduga pelaku dan keluarga korban sebelum kasus ini naik sidik sudah dilakukan berkali-kali.
“Empat kali dilakukan mediasi antara orangtua korban dan pelaku, tetapi pelaku tidak mengakuinya,” kata AKBP Febry.
“Sehingga orang tua korban melanjutkan laporannya,” jelasnya dalam konferensi pers di Mapolres Konawe Selatan.
Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris, membeberkan, penetapan tersangka hingga pelimpahan tersangka dan barang buktinya ke kejaksaan berdasarkan hasil penyelidikan serta penyidikan kepolisian.
Diapun menyebut upaya mediasi antara orangtua korban dengan guru SU sudah dilakukan berkali-kali.
“Awalnya sebelum ada LP (laporan polisi) saya sudah berusaha mediasi karena orangtua korban minta petunjuk ke saya,” ujarnya.
“Saya sampaikan kita cari solusinya dan kita selesaikan secara kekeluargaan,” kata Ipda Idris menambahkan.
Idris mengaku upaya mediasi tersebut berkali-kali dilakukan, namun guru SU tetap mengaku tidak memukuli korban.
Orangtua korban bahkan siap mencabut laporan asalkan guru SD tersebut mau mengakui perbuatannya dan meminta maaf.
“Setelah itu saya panggil ibu guru ke kantor dan ketika tiba di kantor langsung ibu guru mengatakan kapan saya pukul kamu sambil menunjuk dan pelototi korban,” ujarnya.
“Dan terduga pelaku tidak mengakui perbuatannya dan mengatakan kalau saya lakukan silakan buktikan,” lanjut Ipda Idris.
Kapolsek mengungkapkan upaya berdamai sempat terjadi setelah orangtua korban bertemu dengan guru SU.
Namun, orangtua korban tetap melanjutkan proses hukum karena terduga pelaku tidak serius mengakui perbuatanya.
“Sebenarnya orang tua sudah luluh hatinya untuk berdamai,” jelas Ipda Idris.
“Namun setelah mendengar info bahwa terduga pelaku minta maaf tidak ikhlas sehingga orangtua korban meminta agar kasusnya dilanjutkan sesuai dengan prosedur hukum,” lanjut kapolsek.
Ipda Idris mengatakan penetapan tersangka kepada SU atas dugaan penganiayaan terhadap anak berdasarkan bukti dan keterangan dua murid SD yang juga rekan korban.
“Kedua saksi merupakan teman korban dan melihat langsung kejadian tersebut,” ujar Ipda Idris.
Kapolres Konsel AKBP Febry Syam menyebut penyidik kepolisian sudah memanggil 7 saksi untuk dimintai keterangan dalam kasus ini.
“Kami telah memanggil 7 orang saksi dalam penyidikan tersebut,” kata AKBP Febry dalam konferensi pers di Mapolres Konsel.
6. Aipda WH Ayah Korban Sebut Guru Mengaku
Ayah korban, Aipda WH, pun buka suara terkait proses pelaporan hingga upaya mediasi yang sudah dilakukan dengan guru Supriyani sebelum kasus tersebut terus bergulir.
“Dari awal, dari Polsek Baito sebelum terbit LP (laporan polisi) sudah dilakukan upaya mediasi. Akan tetapi yang bersangkutan awalnya tidak mengakui,” katanya pada Senin (21/10/2024).
Dengan kondisi tersebut, kata Aipda WH, dia bersepakat bersama istri N untuk melanjutkan kasus tersebut.
“Sehingga kami bersepakat dengan istri untuk mencari keadilan. Adapun yang kami laporkan itu terkait penganiayaan,” jelasnya.
Saat ditanya terkait permintaan uang Rp50 juta untuk damai kasus tersebut, Aipda WH berkali-kali membantahnya.
Dia menegaskan pihaknya tidak pernah meminta uang kepada guru Supriyani.
“Kalau terkait kabar permintaan uang yang besarannya seperti itu pak, tidak pernah kami meminta,” ujarnya.
“Sekali lagi kami sampaikan tidak pernah,” katanya menambahkan.
Aipda WH menjelaskan guru Supriyani pun pernah mengakui perbuatannya dalam proses mediasi selanjutnya.
“Jadi upaya mediasi yang dilakukan pertama kali tersangka ini datang bersama kepala sekolah mengakui akan perbuatannya,” jelasnya.
Meski yang bersangkutan sudah mengakui perbuatannya, Aipda WH dan istri N meminta waktu mendiskusikannya.
“Kami sampaikan bahwa beri kami waktu untuk mendiskusikan ini. Beri istri saya waktu untuk berpikir,” ujarnya.
Begitupun dalam proses mediasi kedua saat guru Supriyani datang ke rumahnya bersama kepala desa.
“Begitupula di mediasi kedua yang didampingi oleh Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama,” katanya.
Dia menyebutkan upaya mediasi sudah berkali-kali dilakukan hingga proses selanjutnya di kepolisian.
“Posisi ke rumah itu yang didampingi kepala sekolah satu kali. Yang didampingi oleh kepala desa satu kali,” jelasnya.
“Yang mereka datang sendiri kurang lebih dua kali. Selepasnya itu, kami ketemunya di kantor polisi,” ujarnya menambahkan.
7. Penangguhan Penahanan hingga Jadwal Sidang
Pada Selasa (22/10/2024) siang, guru Supriyani, dikeluarkan dari tahanan Lapas Perempuan Kendari.
Setelah penangguhan penahanannya dikabulkan majelis hakim PN Andoolo Konawe Selatan.
Tangis Supriyani pun tak terbendung setelah keluar lapas yang juga disambut tangis kerabat dan rekan-rekannya yang mayoritas mengenakan batik Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
“Tadi Supriyani dijemput sekitar pukul 13.00 wita karena berkas-berkasnya baru selesai,” kata Kasubsi Admisi dan Orientasi Lapas Perempuan Kelas III Kendari, Ni Putu Desy.
Supriyani dijemput sang suami, pengurus PGRI, maupun lembaga bantuan hukum (LBH) yang mendampinginya.
Hadir pula dari pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, maupun Kejari Konawe Selatan.
Ni Putu Desy menambahkan lapas mengeluarkan guru Supriyani berdasarkan surat PN Andoolo setelah ditahan di Lapas Perempuan Kendari sejak 16 Oktober 2024 lalu.
Penangguhan penahanan tertuang dalam Penetapan Nomor 110/Pen. Pid.Sus-Han/2024/PN Adl di Andoolo, 22 Oktober.
Dengan tertanda hakim ketua Stevie Rosano, dua hakim anggota Vivi Fatmawaty Ali dan Sigit Jati Kusumo, serta pengesahan salinan sesuai aslinya oleh panitera Muhammad Arfan.
“Kita sudah satu langkah, yaitu permohonan penangguhan,” kata kuasa hukum Supriyani, Andre Dermawan.
“Selanjutnya kita akan menghadapi persidangan mulai hari Kamis,” jelasnya menambahkan.
Sementara, sidang perdana kasus ini dengan terdakwa guru Supriyani dijadwalkan berlangsung di PN Andoolo, Konawe Selatan, pada Kamis (24/10/2024).
Kejaksaan Negeri atau Kejari Konsel menyebut pelimpahan berkas kasus guru Supriyani memenuhi syarat formil dan materil.
Setelah meneliti bekas kasus itu, jaksa peneliti Kejari Konsel langsung melimpahkan ke pengadilan.
“JPU jaksa peneliti dalam P21 perkara ini sudah meneliti apa yang tersaji dalam berkas bahwa telah lengkap formil dan materil,” kata Kajari Konsel, Ujang Sutisna, Selasa (22/10/2024).
Ia menyampaikan Kejari Konsel agar segera mempersiapkan berkas perkara persidangan Supriyani.
Ujang juga mengatakan kejaksaan sudah mengajukan penangguhan penahanan setelah kasus ini viral.
“Dan setelah kasus trending, kami meminta hakim PN Andoolo untuk ditangguhkan penahanan Supriyani,” jelas Ujang.
Meski sudah mengajukan penangguhan penahanan, proses hukum tetap dilanjutkan sampai diputuskan pengadilan.
Ujang mengatakan proses hukum tersebut tetap berjalan mencari kebenaran materil dalam kasus melibatkan guru honorer tersebut.
“Kita akan memeriksa memproses, tentunya mencari kebenaran materil seperti apa sebetulnya karena ini sudah viral, semoga kebenarnya bisa terungkap,” kata Ujang.
Untuk itu, pihaknya meminta masyarakat dan semua pihak agar memantau proses kasus tersebut sehingga para jaksa bisa memproses kasus tersebut sesuai fakta yang ada tanpa rekayasa.
“Jadi mohon dukungan agar bisa memantau proses ini, agar kami bisa melaksanakan proses ini dengan sehat,” jelasnya.
(*)
Artikel Ini sudah tayang di Tribungorontalo dengan judul Cerita Lengkap Kasus Guru Supriyani Konawe Selatan Versi Gurunya, Ayah Korban Aipda WH, Kepolisian