TRIBUNSUMSEL.COM - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri mengungkap bahwa masih ada bukti penting di kasus Vina Cirebon yang belum dibuka Polda Jabar di ruang hukum.
Adapun bukti yang dimaksud adalah bukti komunikasi antar para pelaku.
Karena logikanya kasus ini dibingkai sebagai kasus pembunuhan berencana secara berkelompok.
"Niscaya orang yang melakukan pembunuhan berencana pada malam itu pasti berkomunikasi, via apa ?, via gawai," kata Reza Indragiri dalam tayangan TVOne, Rabu (10/7/2024). DIkutip dari Tribunjabar.id
Sehingga alangkah baiknya kepada para terpidana kasus Vina Cirebon termasuk Pegi Setiawan buka HP mereka untuk mengecek komunikasi apa yang ada di dalamnya.
Bisa dibuktikan ada atau tidak sesungguhnya komunikasi terkait pembunuhan berencana itu.
"Demikian pula dengan gawai yang dimiliki oleh kedua korban," kata Reza.
Dari gawai korban Vina dan Eky bisa ditemukan ada tidaknya tanda-tanda kegelisahan dari mereka.
Reza yakin bukti komunikasi elektronik ini secara lengkap dan rinci dimiliki oleh otoritas penegakan hukum.
"Tapi entah kenapa kok belum dibuka," kata Reza.
Baca juga: Tahan Tangis, Para Terpidana Kasus Vina Bahagia Pegi Setiawan Bebas, Berharap juga Dapat Keadilan
Ia curiga jika bukti komunikasi eletronik ini dibuka, maka akan ada perubahan besar di simpulan kasus Vina Cirebon.
Bahkan ada kemungkinan nasib para narapidan yang kini masih dalam penjara bisa berubah.
"Itung-itungan saya, kalau bukti komunikasi elektronik ini dibuka segamblang-gamblangnya, tidak tertutup kemungkinan simpulan kita tentang kasus Cirebon akan berbalik arah," katanya.
Menurutnya, nasib para terpidana ini bisa berbalik 180 derajat.
"Nasib para terpidana akan berbalik 180 derajat," sambung Reza.
Baca juga: Lima Terpidana Kasus Vina Cirebon Yakin Ajukan PK Setelah Pegi Setiawan Menang Sidang Praperadilan
Oleh karena itu, Reza mengimbau kepada netizen untuk mari menyemangati Polisi di kasus ini.
Untuk mencari bukti komunikasi elektronik para pihak di malam kejadian kematian Vina dan Eky.
"Saya tidak mau berasumsi itu (bukti komunikasi) hilang. Asumsi itu ada. Tapi mungkin masih tersimpan di laci tertentu," kata Reza.
Para Terpidana Berharap Keadilan
Sementara, para terpidana kasus Vina Cirebon mengaku senang dan puas usai Pegi Setiawan dinyatakan bebas, berharap keadilan.
Diketahui, hakim Tunggal, Eman Sulaeman memutuskan status tersangka Pegi Setiawan dinyatakan tidak sah.
Salah satu terpidana, Hadi mengaku senang dan puas dengan hasil putusan hakim tunggal tersebut.
Ia pun berharap keadilan untuknya juga bisa segera terungkap.
"Senang dan puas, karena saya juga tidak merasa melakukan perbuatan itu, saya juga harap bisa memberikan keadilan itu terungkap," kata Hadi lewat Youtube tvOne Official, Rabu (20/7/2024).
Selain Hadi, Rivaldy alias Ucil juga turut berbahagia dengan putusan sidang.
Ucil juga berharap keadilan di Indonesia dapat diungkap seadil-adilnya.
"Harapan saya untuk Praperadilan Pegi Setiawan, saya ikut bahagia dan senang. Semoga ke depannya keadilan di Indonesia di negara kita tercinta ini dapat diungkap seadil-adilnya," kata Ucil sambil menahan tangis.
Sementara, terpidana lain menegaskan bahwa mereka tidak pernah terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky tahun 2016 lalu.
"Saya merasa bahagia dengan putusan Pegi, saya tidak merasa membunuh, seluruh rakyat Indonesia tolong bantuannya," kata terpidana Lain.
"Saya juga turut bahagia karena saya juga bukan pelaku pembunuhan ini, semoga segera terungkap sebenar-benarnya," sambungnya.
Sementara, hal senada diungkapkan perwakilan pengacara dari Peradi. Ditegaskan bahwa para terpidana juga merasa tak pernah melakukan pembunuhan.
"Mereka ini semua terpidana menyampaikan, sampai kapanpun mereka tidak merasa membunuh, mereka memohon dan meminta dibebaskan," ujar pengacara Peradi.
Kendati begitu, ke depannya mereka berharap bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) dan bebas dari hukuman seumur hidup.
Ajukan PK
Tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita (16) dan Muhammad Rizki atau Eky (16) di Cirebon, Jawa Barat, 2016 lalu, berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Dedi Mulyadi selaku pendamping ketujuh terpidana itu mengatakan secara hukum masih ada ruang bagi pihaknya untuk mengajukan PK.
"Dan itu masih ada ruang namanya PK dan ini adalah para kuasa hukum yang akan memperjuangkan PK-nya dan pelaporan ke Mabes Polri bagian dari upaya PK hukum kita," kata Dedi di Lobi Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (10/7/2024). Dikutip dari Kompas.com
Adapun Jutek Bongso dan Dedi mewakili terpidana atas nama Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana.
Kuasa hukum para terpidana itu, Jutek Bongso juga menegaskan segera mengajukan PK untuk membebaskan para kliennya.
Menurut Jutek, masih ada kemungkinan aparat penegak hukum yang menangani kasus kliennya saat itu keliru atau khilaf.
"Kalau dirasa ada kekhilafan, itu salah satu alasan kita boleh PK atau penerapan hukumnya yang kita rasa kurang keliru, tepat, atau ada bukti baru yang bisa kita temukan," kata dia.
"Itu alasan-alasan yang dibolehkan oleh undang-undang kepada kita untuk melakukan PK," sambung Jutek.
Diketahui, pada 2016, polisi menetapkan 11 tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya, Muhammad Rizky Rudian atau Eki, di Cirebon, Jawa
Delapan pelaku telah diadili, yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal.
Tujuh terdakwa divonis penjara seumur hidup. Sementara satu pelaku atas nama Saka Tatal dipenjara delapan tahun karena masih di bawah umur saat melakukan kejahatan tersebut.
Adapun Saka Tatal sudah bebas pada tahun ini. Delapan tahun berlalu, merevisi jumlah tersangka menjadi 9 orang dan menyebut bahwa dua tersangka lain merupakan fiktif belaka.
Polisi juga menetapkan Pegi Setiawan yang diduga Pegi alias Perong sebagai tersangka terakhir dalam kasus ini.
Namun, penetapan tersangka atas nama Pegi Setiawan itu digugurkan oleh putusan praperadilan PN Bandung karena kurang bukti.
Hasil Putusan Hakim Pegi Bebas
Sebelumnya, permohonan gugatan praperadilan tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon tahun 2016, Pegi Setiawan dikabulkan Pengadilan Negeri Bandung.
Hakim Tunggal, Eman Sulaeman dalam putusannya menilai tidak ditemukan bukti satu pun bahwa Pegi alias Perong pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka oleh Polda Jawa Barat
“Atas dasar itulah penetapan tersangka atas pemohon haruslah dinyatkan tidak sah dan batal demi hukum,” ujar Eman di PN Bandung, Senin.
“Berdasarkan pertimbangan di atas, alasan permohonan praperadilan harusnya beralasan dan patut dikabulkan. Dengan demikian petitum pada praperadilan pemohon secara hukun daapt dikabulkan untuk seluruhnya,” tambah Eman.
Adapun tiga poin putusan dibacakan oleh Hakim Tunggal Eman Sulaeman.
“Mengadili, satu mengabulkan permohonan praperadilan untuk seluruhnya.
Dua menyatakan proses penetapan tersangka kepada pemohon berdasarkan surat ketetapan STap/90/V/res124/2024/Disreskrimum tanggal 21 Mei 2024 atas nama Pegi Setiawan beserta surat yang berkaitan lainnya dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum,” ucap Hakim Eman.
“Tiga, menyatakan tindakan termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka dugaan tindak pidana Perlindungan anak dan atau pembunuhan berencana dan atau pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 ayat 1, junto Pasal 81 ayat 1 undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang RI nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak dan atau pasal 340 dan pasal 338 junto pasal 55 ayat 1 KUHP oleh poli daerah Jawa Barat Direktorat reserse kriminal umum termohon adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum,” tambah Hakim Eman.
Dalam pertimbangannya, Hakim Eman sebelum menyatakan tidak sepakat jika penetapan dan penahanan Pegi Setiawan sebagai tersangka hanya didasari dua bukti permulaan saja.
Menurut Hakim Eman, seharusnya sebelum penetapan sebagai tersangka pihak termohon atau kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap Pegi Setiawan.
“Menimbang bahwa keharusan adanya pemeriksaan calon tersangka di samping minimal dua alat buktyi itu bertujuan untuk memberikan transparansi dan perlindungan hak asasi manusia seseorang agar sebelum ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum 2 alat bukti yang sah yang telah ditemukan oleh penyidik,” tegas Eman.
Baca juga berita lainnya di Google News
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com