حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الصَّائِغُ قَالَ: نا مَهْدِيُّ بْنُ جَعْفَرٍ الرَّمْلِيُّ قَالَ: نا رِشْدِينُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ أَبِي عُقَيْلٍ زُهْرَةُ بْنُ مَعْبَدٍ، عَنْ جَدِّهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ هِشَامٍ قَالَ: «كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَتَعَلَّمُونَ هَذَا الدُّعَاءَ إِذَا دَخَلْتِ السَّنَةُ أَوِ الشَّهْرُ: اللَّهُمَّ أَدْخِلْهُ عَلَيْنَا بِالْأَمْنِ، وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلَامَةِ، وَالْإِسْلَامِ، وَرِضْوَانٍ مِنَ الرَّحْمَنِ، وَجَوَازٍ مِنَ الشَّيْطَانِ»
’’Dari Abdullah bin Hisyam, ia berkata bahwa para Sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mempelajari doa berikut jika memasuki tahun atau bulan “Ya Allah, masukkan kami ke dalamnya dengan aman, iman, selamat, dan Islam. Mendapatkan ridha Allah dan dijauhkan dari gangguan setan.” (HR Thabrani, Al Hafizh Al Haitsamiy menilai Hasan)
Ketiga, berhijrah
Penanggalan Hijriah atau penanggalan bulan Islam tidak ditandai dari kelahiran Nabi Muhammad. Akan tetapi dimulai dari hijrahnya Nabi Besar Muhammad. Dari Makkah ke Madinah yang jaraknya sekitar 483 km.
Nabi Muhammad berhijrah bukan karena takut dan tidak siap menerima perlawanan dan atau hinaan orang-orang kafir, akan tetapi atas perintah Allah untuk melakukan hijrah dalam rangka memperbaiki dan menguatkan semangat orang Islam yang jumlahnya masih sedikit.
Hijrah adalah pindah dengan sengaja dari satu tempat ke tempat lain yang betujuan untuk mencari dan menyongsong perubahan yang lebih baik di tempat yang baru dalam berbagai aspek yang direncanakan dan diinginkan.
Jadi hijrahnya Nabi bukanlah sifat pengecut karena tidak siap menghadapi orang kafir, akan tetapi sesungguhnya adalah ketaatan yang maksimal terhadap perintah Allah kepada Nabi Muhammad dan umatnya.
Dengan berdasar peristiwa hijrah Nabi dalam rangka memperbaiki keadaan, yang merupakan dasar awal penanggalan bulan Hijriah, marilah kita melakukan hijrah di bulan Muharam ini yang merupakan awal dari bulan Hijriah dengan hijrah dari kebodohan menuju kecerdasan dan kepintaran, hijrah dari kemaksiatan menuju ibadah yang baik, hijrah dari kemalasan menuju semangat berbakti dan berusaha, hijrah dari kefasikan menuju kesempurnaan keberagamaan, dan hijrah menuju positif yang lain.
Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah: 218)
Keempat, berpuasa Tasu’a dan Asyura
Dalam Muharam ini umat Islam disunnahkan untuk berpuasa. Dengan puasa Muharam, baik hari kesembilan (Tasyu’a) atau ‘Asyuro (hari kesepuluh Muharam). Rasulullah bersabda:
عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya, “Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, semoga Allah meridhai keduanya. Abdullah berkata, ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura (10 Muhrram) dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, para sahabat bertanya, ya Rasulallah, itu adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani. Rasulullah bersabda, kalau ada kesempatan pada tahun depan, insyaallah kita akan berpuasa Tasua (9 Muharam). Abdullah Ibnu Abbas berkata, Belum datang tahun depan, tetapi Rasulullah sudah terlebih dulu wafat.’” (HR Muslim)