Penerimaan Siswa Baru

Sistem PPDB di Sumsel Ramai Dikeluhkan Wali Murid, Pengamat: Artinya Layanan Pendidikan Belum Merata

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat Pendidikan Prof Drs H M Sirozi MA PhD angkat bicara terkait PPDD di Palembang dan Sumsel yang masih banyak dikeluhkan wali murid.

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati


 TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Wali murid banyak yang mengeluhkan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di yang ditangani Pemkot Palembang maupun Pemprov Sumsel.

Sebelumnya, banyak wali murid yang mengeluhkan hasil PPDB SMA di Sumsel 2024 jalur prestasi yang dinilai tidak sesuai.

Terbaru, akses pengumuman PPDB SD-SMP Palembang 2024 mundur selama dua hari akibat server down. 

Kondisi tersebut dirasakan wali murid cukup menyulitkan proses pendaftaran sekolah. 

Hal itu menimbulkan pertanyaan apa yang sebenarnya terjadi. Sistemnya yang salah atau masyarakatnya yang belum siap dalam perubahan karena harus menghadapi sistem dalam jaringan (daring). 

Menurut Pengamat Pendidikan Prof Drs H M Sirozi MA PhD, berdasarkan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2, Pemerintah wajib menyediakan pendidikan bagi seluruh warga negara.

"Kenapa jadi seperti ini? Pertama masih ada keterbatasan akses, artinya belum seimbang antara kebutuhan dan ketersediaan pendidikan yang ada di Sumsel," kata Prof Sirozi saat dikonfirmasi, Senin (16/6/2024).

Baca juga: PPDB SMA Sumsel 2024 Jalur Prestasi Banjir Kritikan Warga, Pj Gubernur Sumsel Akan Bertemu Ombudsman

Menurutnya, ketidakseimbangan ini bukan hanya disebabkan kurangnya sumber daya, melainkan lebih belum meratanya sistem layanan pendidikan di Sumsel.

Misalnya, dibandingkan Kota Palembang dan Kabupaten/Kota lainnya tentu berbeda kualitasnya.

Contoh di Kota Palembang sekolah yang ada di pusat kota, dibandingkan dengan yang pinggiran kota maka jauh sekali dari segi mutu, dan layanannya.

"Ini termasuk yang menyebabkan persoalan, pertama masyarakat tentu ingin sekolah yang terbaik untuk anaknya. Maka cendrung pendaftarannya menumpuk di sekolah-sekolah yang bagus. Karena terjadi penumpukan maka seleksi jadi sangat ketat," katanya.

Kedua, memang harusnya dengan program sekolah gratis dulunya, dari SD-SMA harusnya tidak bayar.

Namun sejak berkembangnya sekolah unggulan, ternyata unggulan bukan hanya progam dan mutu lebih baik tapi dananya lebih besar.

"Masyarakat kita kalau menyangkut akses dan pembiayaan menimbulkan masalah, kalau biaya besar maka ekonomi menengah ke atas yang bisa mengakses itu. Yang tidak mampu akan sulit, akibatnya terjadi seperti lingkaran setan, yang kaya makin kaya, yang maju akan semakin maju dan yang miskin akan semakin miskin," katanya.

Halaman
12

Berita Terkini