TRIBUNSUMSEL.COM - Kasus pembunuhan berantai kini menghebohkan warga di Kecamatan Girimarto, Wonogiri.
Kasus ini dilakukan oleh Sarmo warga Kecamatan Girimarto, Wonogiri.
Kejamnya, setelah melakukan pembunuhan, korban dikuburkan oleh Sarmo dibawah ranjang tempat tidurnya.
Dikethaui, kasus ini terungkap buntut ditemukannya temuan kerangka manusia di dua lokasi berbeda itu berkaitan dengan pembunuhan yang dilakukan seorang pelaku, pada Kamis (7/12/2023) lalu.
Kerangka manusia yang ditemukan di dua lokasi milik dua korban.
Kapolres Wonogiri AKBP Andi Muhammad Indra Waspada Amirullah mengatakan pihaknya mengungkap tiga kasus yang berkaitan, dua diantaranya pembunuhan dan satu pencurian.
"Tindak pidana pembunuhan yang terjadi ini sudah cukup viral di tahun 2021 dan 2022.
Karena kurangnya alat bukti kita selalu memantau pergerakan diduga tersangka.
Atas beberapa petunjuk kita bisa penangkapan dan tersangka mengakui," jelasnya, Sabtu (9/12/2023).
Adapun tersangka adalah Sarmo, warga Kecamatan Girimarto, Wonogiri.
Sarmo diketahui melakukan pembunuhan terhadap dua orang yakni Agung Santosa di tahun 2021 dan Sunaryo di tahun 2022.
Menurut Kapolres, Sarmo melakukan pembunuhan terhadap dua korban itu dengan memberikan racun ke minuman korban.
Usai membunuh, pelaku menghilangkan jasad korban dengan dikubur.
"Ini diawali kasus pencurian, si pelaku S berulang melakukan aksinya, lalu kita amankan dengan kasus pencurian," kata dia.
Untuk lebih mengetahui soal kasus ini berikut TribunSolo rangkum 5 faktanya.
1. Motif pembunuhan
Kapolres Wonogiri AKBP Andi Muhammad Indra Waspada Amirullah mengatakan pihaknya mengungkap tiga kasus yang berkaitan, dua diantaranya pembunuhan dan satu pencurian.
Dari kasus pencurian gergaji mesin di Ngadirojo ini, polisi bisa mengungkap adanya pembunuhan berantai yang dilakukan oleh pelaku yang sama.
"Pelakunya adalah S. Ini diawali kasus pencurian, si pelaku S berulang melakukan aksinya, lalu kita amankan dengan kasus pencurian," jelasnya, Sabtu (9/12/2023).
Di hadapan media, pelaku Sarmo mengakui perbuatannya.
Dia melakukan pembunuhan itu dengan sadar.
Sarmo diketahui melakukan pembunuhan terhadap dua orang yakni Agung Santosa warga Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten di tahun 2021 dan Sunaryo warga Kecamatan Jatipurno, Wonogiri di tahun 2022.
"Masalah utang piutang (korban Sunaryo) dan bisnis kerja (korban Agung Santosa)," kata Sarmo.
2. Pelaku memberikan apotas ke minuman korban
Sarmo mengatakan, dia menggunakan apotas untuk menghilangkan dua nyawa itu.
Racun itu dicampur ke minuman dan diberikan ke korban.
"Pak Sunaryo dicampur ke es teh, Pak Agung saya berikan ke botol air minum kecil," ujarnya.
Kedua korban itu dibunuh kemudian dikuburkan sendiri oleh Sarmo, sebelum akhirnya ditemukan tinggal kerangka pada Kamis (7/12/2023) kemarin di wilayah Desa Semagar, Kecamatan Girimarto.
Baca juga: Pembunuhan 4 Anak Oleh Ayahnya di Jagakarsa Disebut Bukan Pembunuhan Biasa, Ternyata Sudah Terencana
Baca juga: Isi Laptop Panca Jadi Bukti Motif Pembunuhan 4 Orang Anaknya, Istrinya Diduga Selingkuh Ada Curhat
3. Pelaku 3 Bulan Tidur di Atas Jasad Korban
Sarmo (35), pembunuh berantai di Wonogiri, sempat tidur di atas jasad korbannya, Sunaryo hingga tiga bulan lamanya.
Korban itu dibunuh pelaku pada 27 April 2022.
Pelaku membunuh korban dengan mencampurkan es teh dengan potas.
Korban pun dikubur pelaku di area kamar pelaku.
Tepatnya berada di bawah dipan atau kasur yang biasa dipakai pelaku tidur.
Seperti yang disampaikan Kapolres Wonogiri, AKBP Andi Muhammad Indra Waspada Amirullah.
"Korban dikubur persis di bawah dipan atau kasur," kata Andi saat jumpa pers di Mapolres Wonogiri, Sabtu (9/12/2023).
"Persis di kamar tersangka," tambahnya.
Jasad korban dikubur dengan diberi serbuk kayu sisa penggergajian kayu.
Itu didapatkannya dari lokasi usaha penggergajian miliknya yang ada di Desa Semagar, Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri.
Sarmo mengaku jasad korban telah dikuburkan selama tiga bulan.
"Saya sudah biasa kalau seperti itu. Maksudnya sudah biasa tidur sendiri di tempat angker," jelasnya.
4. Kedua korban punya relasi berbeda
Kedua korban memiliki relasi yang berbeda denan tersangka.
Agung adalah rekan bisnis, sementara Sunaryo penggadai mobil milik Sarmo.
"Alasannya utang piutang sama bisnis kerja. Pakai apotas, dua-duanya. Dimasukkan ke esteh terus dikasihkan Pak Sunaryo. Pak Agung saya kasih botol aqua yang kecil," kata Sarmo, di Mapolres Wonogiri, Sabtu (9/12/2023).
Ia mengaku, dia ditekan oleh kedua korban. Perkataan korban membuatnya emosi sehingga memutuskan untuk menghabisi nyawa keduanya.
"Tega membunuh karena tekanan, yang pertama (korban Agung) saya selalu di pojokkan. Intinya tidak bisa menerima kalau penggergajian sepi. Dia juga ingin penggergajian dipindah ke Klaten," ujarnya.
"Bagi hasilnya kalau pas ramai bisa penuh, karena sepi berkurang dia tidak bisa menerima, mintanya penuh terus. Dikira saya korupsi, saya tidak becus," imbuh Sarmo.
Sarmo mengelabui korban pertama Agung dengan lari ke sebuah gubung. Di situ ia menaruh apotas yang telah dibawa sebelumnya di jok motor ke dalam minuman yang kemudian diminum oleh Agung.
"Itu tidak mengajak, karena saya sudah terlalu banyak ditekan sama Agung, saya tidak sanggup akhirnya saya lari ke gubug, akhirnya Agung nusul lewat jalan berbeda," ujarnya.
Setelah korban meregang nyawa, Sarmo berusaha menghilangkan barang bukti dengan menguburkan jasad korban.
"Dikubur di Alas Dorog, sama gubug lumayan jauh, saya gotong sendiri," jelasnya.
Sementara itu, dengan korban Sunaryo, Sarmo mengakui mempunyai urusan utang piutang. Sarmo menggadaikan mobil Grandmax ke Sunaryo dengan nilai sebesar Rp 48 juta.
"Seharusnya saya kan sudah mengambil, karena sudah tempo saya belum bisa, akhirnya dia (Sunaryo) terus menekan saya. Telatnya dua bulan," jelasnya.
Sarmo mengatakan korban Sunaryo selalu menekannya dengan kata kasar. Menurutnya korban juga mengatainya kalau tidak bisa dipercaya, hal itu yang membuatnya emosi.
"Korban bilang sudah dibantu tapi tidak bisa mengerti, pokoknya mencaci-maki saya," kata Sarmo.
Ia pun menghabisi nyawa Sunaryo dengan sebotol air putih yang juga dicampur apotas. Tak jauh beda, ia mengubur jasad korban di bawah dipan yang berada di tempat penggergajian kayu miliknya.
Sarmo mengakui bahwa dirinya takut usai melakukan pembunuhan itu. Berbagai cara dia lakukan untuk menghilangkan barang bukti. Salah satunya dengan membakar jasad Sunaryo.
"Saya kubur dulu tiga bulan. Kemudian ada Polisi naik ke atas (tempat penggergajian) saya panik. Dari kepanikan muncul inisiatif untuk menghilangkan jejak dengan membakar," jelasnya.
Ia pun sempat tidak mengakui perbuatan kejinya ini. Berbagai upaya ia lakukan untuk menghilangkan barang bukti.
"Setiap diinterogasi saya tidak mengaku. Sekecil apapun barang bukti selalu berusaha saya hilangkan," ujarnya.
5. Dua Tahun Hilang, Korban Pembunuhan Berantai Dibuat Seakan Minggat
Lihai benar pelaku pembunuhan berantai yang menghabisi dua korbannya menggunakan apotas, Sarmo. Ia mengelabuhi keluarga Agung, salah satu korbannya, dibuat seakan ia minggat karena telah memiliki anak dan istri di tempat lain.
Sarmo mengirimkan pesan singkat menggunakan smartphone milik Agung seolah-olah itu pesan dari Agung sendiri. Meski begitu, istrinya, Katin tidak langsung percaya akal bulus Sarmo.
"Bahasanya seolah-olah pak Agung, tapi saat di telepon tidak diangkat," jelas Katin ketika ditemui TribunSolo.com, Sabtu (9/12/2023).
Smartphone milik Agung masih aktif setelah ia meregang nyawa. Ia mengatakan selang 1-2 hari sang suami hilang, HP milik Agung masih aktif. Namun ketika di hubungi telepon tidak menjawab, hanya membalas lewat chatting atau pesan.
"Sebagai istri saya ya mengetahui, kalau itu bukan suami saya. Karena suami (Agung) senangnya ngebel (telepon), tidak chatting," ujar Katin.
Kebiasaan Agung tersebut, karena ia ingin cepat berkomunikasi dengan Katin. "Dia pengen cepat (hubungi) kalau sama saya, nggak senang WA (via teks)," paparnya.
Pelaku juga menggunakan bahasa Jawa Timuran yang menambah kecurigaannya. "Dikit-dikit (balasannya), ini jelas bukan dia. Janggal," kata Katin.
Adik Agung, Wartono menambahkan kalau beberapa kali dihubungi memakai nomor Agung untuk menjemput.
"Pernah di WA (Whatsapp), meminta di suruh jemput di Delanggu, suruh ketemu di Lapangan Joho Sukoharjo pernah juga. Saat kita ke sana, tidak ada orangnya," ungkap Wartono.
Meski begitu, Kanti mengatakan kalau pihaknya dan keluarga tidak mendapat ancaman.
"Tidak ada (ancaman), ini (hubungi) hanya mengaburkan alibi. Dia seolah-olah mengatakan (sebagai) Agung," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com.