Laporan content writer intern Tribun Sumsel, Juliyana Mahasiswa FKIP Bahasa Indonesia Universitas PGRI Palembang
TRIBUNSUMSEL.COM- Hari Guru Nasional adalah peringatan yang diadakan pada tanggal 25 November setiap tahun untuk menghormati peran penting seorang guru dalam pendidikan dan perkembangan masyarakat.
Pada hari tersebut, kita mengenang jasa-jasa guru dalam membentuk generasi muda menjadi individu yang terdidik dan mampu berkontribusi secara positif dalam masyarakat.
Bukan hanya pejuang kemerdekaan Indonesia, guru juga merupakan tokoh yang juga disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Maka dari itu, untuk menghargai jasa-jasanya, maka diperingati Hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November
[Sejarah Hari Guru Nasional]
Sejarah Hari Guru Indonesia bermula pada 25 November 1994 ketika Presiden Republik Indonesia, Soeharto, secara resmi menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional.
Pemilihan tanggal tersebut tidaklah sebuah acak, melainkan merujuk pada pendirian organisasi guru pertama di Indonesia, yaitu PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), pada tanggal 25 November 1945 di Yogyakarta.
Berdirinya PGRI berawal dari kemunculan organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda, atau PGHB.
Organisasi ini bersifat unitaristik yang di mana anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah.
Karena memiliki latar belakang yang berbeda-beda, mereka banyak mengajar di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angkat Dua yang menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.
Bersamaan dengan itu, organisasi perguruan lain yang juga berkembang adalah Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), dan Hogere Kweekschool Bond (HKSB).
Mulanya, PGHB memiliki tujuan untuk memperbaiki nasib para guru agar setara dengan Belanda. Namun, perlahan-lahan tujuan itu mengalami pergeseran menjadi perjuangan nasional.
Pada 1932, sebanyak 32 organisasi guru memutuskan untuk bergabung menjadi satu di PGHB dan mengubah nama organisasi mereka menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Perubahan nama itu lantas membuat Belanda terkejut, karena menggunakan kata Indonesia yang tidak disukai oleh Belanda.
Belanda takut dengan adanya kata Indonesia akan memicu semangat perjuangan rakyat melawan mereka.