seputar islam

Arti Lima Sila Pancasila Ditinjau dari Nilai-nilai Islam, Ketauhidan, Ukhuwah, Mudzakarah dan Adil

Penulis: Lisma Noviani
Editor: Lisma Noviani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Arti Lima Sila Pancasila Ditinjau dari Nilai-nilai Islam, Ketauhidan, Ukhuwah, Mudzakarah dan Adil.

Sila Ketiga = Ukhuwah

Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” mencerminkan ide ukhuwah, insaniyah (persaudaraan manusia), dan ukhuwah Islamiyah bagi sesama umat Islam.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 103 dan 105,

“Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;

dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”


Persatuan akan terwujud apabila telah terjadi sikap toleransi yang tinggi antar sesama, sikap saling menghargai dan menghormati. Selain itu, dalam persatuan harus ditarik sifat persamaannya, bukan perbedaan yang hanya
akan menimbulkan perselisihan dan pertentangan.

Persatuan yang perlu digarisbawahi yaitu sama halnya dengan pluralitas. Dalam hal ini pluralitas berdasarkan apa yang dituntut oleh kemaslahatan rakyat, agar tercapai kesatuan dan persatuan.

 

Sila keempat = Mudzakarah dan musyawarah

Sila keempat berisi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yang sejalan dengan prinsip Islam yaitu Mudzakarah dan Syura.
Prinsip syura merupakan dasar dari sistem kenegaraan Islam (karakteristik negara Islam).

 
Uniknya, prinsip syura ada di dalam Pancasila. Ini membuktikan bahwa perumusan Pancasila
di ambil dalam bentuk musyawarah bersama berbagai kalangan untuk mencapai kesepakatan.
 

Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 159 
Allah swt. berfirman, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu.”
Sejalan pula dengan Q. S. Asy-Syuura’: 38,  “(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka…”
Makna alternatif yang diterangkan oleh para mufassir adalah bahwa Rasulullah saw memerintahkan untuk melakukan musyawarah bukan karena beliau membutuhkan pendapat mereka, melainkan karena ketika beliau menanyakan pendapat mereka, setiap orang akan berusaha berpikir keras untuk merumuskan pendapat yang terbaik dalam pandangan mereka, sehingga sesuai dengan suara hati masing-masing.
Sedangkan pada prinsip Mudzakarah,  dimaksudkan sebagai suatu sikap penghargaan
terhadap pendapat orang lain yang berbeda.

 

Sila kelima = Adil 
Sila kelima berisi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sejalan dengan  prinsip keadilan dalam Islam. Lebih spesifikasi lagi, bahwa keadilan yang dimaksud yaitu dalam pemerataan rezeki, berupa zakat, infak dan shadaqah. 


Keadilan sosial berkaitan erat dengan maqashid al-syari’ah (sasaran-sasaran syari’at).

Dalam prinsip keseimbangan kehidupan ekonomi, Al-Qur’an mencela orang yang sibuk memupuk harta hingga melupakan kematian. Seperti dalam surat Al-Humazah ayat 1-4,

“Kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitunghitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya
dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah (neraka).”
Akan tetapi Al-Qur’an tidak melarang orang untuk mencari kekayaan dengan wajar.

Halaman
123

Berita Terkini