TRIBUNSUMSEL.COM, INDRALAYA - Rektor Universitas Sriwijaya (Unsri), Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaff, MSCE, menegaskan perguruan tinggi yang dipimpinnya tak menerima suap penerimaan calon mahasiswa.
Hal ini ditegaskan Anis menyikapi fenomena kasus suap penerimaan calon mahasiswa baru yang mengemuka ke publik belum lama ini.
"Masuk perguruan tinggi itu tidak ada bayar-membayar (suap), apalagi di Unsri," tegas Anis kepada TribunSumsel.com di ruang kerjanya, kampus Unsri Indralaya, Rabu (17/5/2023).
Anis berpesan jika ada yang mengetahui atau bahkan menemukan praktik suap penerima calon mahasiswa di Unsri, segera melapor ke polisi.
"Kalau ada yang menemukan bayar, diminta uang, sudah sering saya sampaikan, lapor ke Polda (Sumatera Selatan)," pesan Abis.
"Siapapun orangnya, tidak boleh. Karena apa? Kita ini kan mendidik anak bangsa. Masa (calon mahasiswa) dipalak? Tidak ada bayar-membayar itu," tegasnya lagi.
Bahkan orang nomor satu di Unsri ini meminta peran serta media massa dalam memberantas praktik suap penerimaan calon mahasiswa baru.
Anis juga tak ingin kasus suap di perguruan tinggi yang belakangan menyeruak, membuat masyarakat menggeneralisir lembaga pendidikan di Indonesia.
"Kalau ada yang bilang 'Pak di tempat lain terjadi'. Itu tempat lain, urusan dia. Tidak bisa dipukul rata dan Unsri tidak menerima suap," tandasnya.
Ambisi Mau Jurusan Favorit
Kasus suap yang sempat heboh di sebuah perguruan tinggi di Lampung ditanggapi kalangan pelajar. Pelajar SMA di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) mengaku sangat tidak menyukai aksi jual beli bangku kuliah. Mereka menilai orang yang 'gila-gilaan' sampai melakukan suap demi bisa masuk atau diterima di universitas impiannya adalah perbuatan yang tidak baik, dan mencederai dunia pendidikan.
"Itulah kenapa pendidikan kita sering disorot tidak baik, karena itu tadi mau masuknya nyogok. Akhirnya orang-orang yang betul-betul kepingin kuliah terhalang dapat kesempatan kuliah di situ karena sudah penuh oleh orang-orang tidak beres, seperti yang nyogok tadi," kata Ariansyah Adi, pelajar SMA di Muratara, Selasa (16/5).
Menurut siswa kelas 3 SMA itu, walaupun dirinya belum terpikir apakah akan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi atau tidak, namun dia mengaku khawatir bila aksi jual beli bangku kuliah tersebut makin merajalela.
Ariansyah mengatakan bila nanti orangtuanya ada kemampuan untuk melanjutkan dirinya kuliah, dia akan mengikuti tes perguruan tinggi menggunakan kemampuannya, tanpa menyogok agar bisa lolos seleksi. Apalagi dia berasal dari keluarga sederhana.
"Kalau saya bagaimana mungkin mau nyogok, orangtua saya bukan orang kaya, mana ada uang dia. Jadi ya ikuti saja tesnya sesuai kemampuan kita. Kalau tidak lolos berarti bukan rejeki kita, ikut tes di perguruan tinggi lain, siapa tahu lolos," katanya.