Kalimat Tauhid di atas tentu bukan hanya sekedar diucapkan, tapi perlu diyakini dengan sepenuh hati bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan keyakinan tersebut dibuktikan dengan pengabdian dan penghambaan diri kepada Allah dengan berbagai macam ibadah.
Hadirin yang dimuliakan Allah.
Di setiap Ramadan, kita selalu mendengar dan bahkan hafal hadis Rasulullah SAW yang artinya, “Ketika masuk bulan Ramadan maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup” (HR Bukhari dan Muslim).
Memang begitulah keutamaan bulan Ramadan di mana setan-setan akan dibelenggu, pintu surga akan dibuka dan pintu neraka akan ditutup. Tetapi hadis di atas tidak tepat dimaknai secara tekstual. Untuk memahaminya perlu memahami makna majazi.
Setan dibelenggu di bulan Ramadan bukan berarti setan tidak akan menggoda manusia untuk melakukan perbuatan dosa. Buktinya saat puasa pun masih banyak yang tidak shalat dan batal puasa lantaran tidak kuat menahan lapar dan akhirnya pergi mencari makan. Secara majazi, setan dibelenggu berarti umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa diberikan kemampuan lebih oleh Allah untuk tidak menuruti bisikan-bisikan setan.
Lantas bagaimana dengan adanya kata pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup?
Maksud pintu surga dibuka karena di bulan puasa amal shaleh akan dilipat gandakan pahalanya sehingga kesempatan masuk surga jadi lebih besar. Sedangkan pintu neraka ditutup berarti di bulan puasa kesempatan kita untuk melakukan perbuatan dosa lebih kecil dibandingkan dengan bulan-bulan biasa.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Kalimat Tauhid yang sudah kita punyai dan kita simpan dalam hati, bisa jadi tidak dapat kita gunakan untuk membuka pintu-pintu surga. Hal itu dikarenakan pintu surga terkunci dari dalam.
Maka oleh karena itu kita perlu mengetuk pintu-pintu tersebut. Ada satu hadis yang mencakup amalan-amalan yang dapat mengetuk pintu-pintu surga, yaitu hadis yang berbunyi:
«أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ»
Nasihat ini disampaikan oleh Nabi SAW saat memasuki kota Madinah. Dalam hadis tersebut ada empat amalan yang dapat membantu kita mengetuk dan membuka pintu surga:
Pertama, menebarkan salam. Salam secara bahasa dipahami sebagai ucapan, yaitu assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dan ini adalah ucapan salam yang harus kita jadikan sebagai tradisi baik kita.
Salam juga dimaknai sebagai keselamatan dan perdamaian. Setiap muslim di manapun berada dituntut untut menebarkan keselamatan dan perdamaian, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan, sebagai wujud keimanan kepada Allah SWT.
Dan tidak patut seorang muslim menimbulkan keresahan, kerusakan, dan kehancuran tatanan kehidupan, karena itu menjadi penghalang baginya untuk masuk surga.
Kedua, Memberi makan. Di antara hikmah diwajibkannya puasa Ramadan adalah agar kita dapat merasakan lapar dan dahaga. Sementara, banyak orang yang lapar bukan karena puasa, tetapi kelaparan karena ketiadaan.
Dan lapar di sini tidak terbatas dengan kosongnya perut dari makanan dan minuman, tetapi kosongnya akal dari ilmu.
Maka, dalam konteks ini kita dituntut tidak hanya berbagi makanan sebagai nutrisi badan, tetapi juga berbagi donasi pendidikan sebagai nutrisi jiwa bagi yang membutuhkan.
Ketiga, menjalin silaturrahim atau kasih saying. Agama kita sangat menganjurkan untuk menjalin silaturrahim, karena silaturrahim mendatangkan manfaat yang luar biasa; 1) dapat memperpanjang umur dan melapangkan rezeki, 2) akan dijauhkan dari neraka, 3) menjadi salah satu sarana kita untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, 4) dapat menjaga kerukunan dan keharmonisan dengan sesame, dan 5) dapat menjadikan kita sebagai makhluk yang mulia.
Maka momentum Idul Fitri ini sangat tepat kita manfaatkan untuk bersilaturrahim kepada orang tua, keluarga, sanak saudara, tetangga, mitra kerja dan kepada semuanya, tetapi tentu harus tetap mejaga protokol kesehatan.
Keempat, shalat malam. Shalat sunnah yang paling besar pahalanya adalah qiyamul lail. Semoga ritual shalat tarawih, shalat witir, dan bangun malam untuk sahur yang kita lakukan sebulan kemarin mampu kita pertahankan selama sebelas bulan ke depan.
sehingga tujuan diwajibkannya puasa dapat terwujud yaitu terwujudnya jiwa yang bertakwa dan hadirnya jiwa-jiwa yang shalih yang suka menebar kebajikan, keselamatan, dan perdamaian, serta jiwa yang peduli terhadap kemiskinan dan ramah terhadap lingkungan.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Demikian khutbah singkat pada kesempatan ini, semoga bermanfaat bagi kita semuanya. Semoga Allah selalu membimbing kita di jalan yang lurus dan memberikan kekuatan kepada kita untuk beristiqamah di jalan tersebut. Amin ya rabbal ‘alamiin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
3. Merengkuh Taqwa Menjadi Muslim Wastahiyyah
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ اَمَّا بَعْدُ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اَللَّهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً. اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
Alhamdulillah segala puji bagi Allah, Tuhan Pelimpah cahaya-cahaya. Pembuka penglihatan, Penyingkap rahasia-rahasia, dan Penyibak selubung tirai-tirai. Dialah Allah, Yang Maha Awal tanpa permulaan, Yang Maha Akhir tanpa penghujung, dan Yang Maha Abadi tanpa perubahan.
Salawat dan salam semoga terus terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, cahaya segala cahaya, pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa, kekasih Sang Penguasa Yang Maha Perkasa, pembawa berita gembira dari Yang Maha Pengampun, dan pembuka tabir kepalsuan kaum durhaka. Demikian pula semoga rahmat terlimpahkan kepada keluarga dan para sahabat.
Semoga kita senantiasa menjadi hamba-hamba Allah yang terus memelihara keislaman, mempekuat keimanan, dan memperteguh keihsananan. Di zaman tunggang-langgang seperti ini, rasa-rasanya merawat islam, iman, dan ihsan adalah sesuatu yang sukar. Karenanya, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt, satu derajat lebih tinggi dari hari kemarin.
Jamaah Salat Idul Fitri rahimakumullah,
Konsep Wasathiyah dalam Islam bukanlah ajaran baru. Bukan pula suatu ijtihad pemikiran yang baru muncul pada abad 20 Masehi atau 14 Hijriyah. Melainkan telah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad Saw sebagai prinsip dasar dalam menjalankan berkehidupan sehari-hari.
Nabi Muhammad pernah menampilkan sikap wasathiyah ketika berdialog dengan para sahabat. Kisah yang direkam Aisyiah ini menceritakan tiga orang sahabat yang mengaku menjalankan agamanya dengan baik. Masing-masing dari ketiga sahabat itu mengaku rajin berpuasa dan tidak berbuka; selalu salat malam dan tidak pernah tidur; dan tidak menikah lantaran takut mengganggu ibadah.
Rasulullah pada saat itu menegaskan bahwa beribadah memiliki kadarnya masing-masing. Harus ada keseimbangan antara tanggungjawab keagamaan dan tanggungjawab pribadi.
Nabi berkata walaupun dirinya adalah seorang utusan Allah Swt, ia tetap harus berbuka puasa, tidur dan menikah. Dan jelas bahwa Nabi adalah hamba istimewa karena menjadi utusan Allah untuk memperbaiki akhlaq umat manusia.
Apa yang dilakukan Nabi Muhammad sejalan dengan semangat Islam untuk tidak berlebih-lebihan dalam segala aspek kehidupan termasuk ibadah. Demikianlah salah satu prinsip wasathiyah, yaitu tidak condong secara berlebih-lebihan pada sesuatu yang sudah ada takarannya masing-masing. Tidak boleh melampuai batas.
Dalam ibadah, umat Islam dilarang untuk ghuluw (QS. An-Nisa: 171). Dalam muamalah dilarang keras untuk israf (QS. Al-A’raf: 31). Dalam perang membela agama pun umat Islam tidak membolehkan melakukan tindakan-tindakan di luar batas seperti merusak tumbuhan, membunuh hewan dan menyakiti anak-anak, lansia serta perempuan (QS. Al-Baqarah: 190). Konsep-konsep dasar ini adalah pijakan menjadi seorang muslim yang wasathiyah.
Tujuannya supaya umat Islam terhindar dari bahaya cara berpikir yang ekstrim dan menimbulkan kemudharatan bagi banyak orang. Islam mendorong umat muslim untuk menjadi yang selalu ada di tengah supaya tidak berat sebelah.
Jamaah Salat Idul Fitri rahimakumullah
Dalam kitab al-Mujam al-Mufahras li al-Alfazh al-Qur’an al-Karim karya Muhammad Fuad Abd al-Baqi kata wasatha dalam al-Qur’an disebut lima kali dengan segala maksud dan konteks penggunaannya.
Pertama, wasathna, berarti “berada di tengah-tengah” terdapat dalam QS. Al-Adiyat ayat 5:
فَوَسَطۡنَ بِهٖ جَمۡعًا
Artinya: “Lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh.”
Kedua, wasathan, yakni “sikap adil dan pilihan”, terdapat dalam QS. Al Baqarah ayat 143:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا
Artinya: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat wasath agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”
Ketiga, awsith, yaitu “tidak berlebih-lebihan” terdapat dalam QS. Al-Maidah ayat 89:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya.”
Keempat, awsathu, maknanya “yang paling bijaksana”, terdapat dalam QS. Al Qalam ayat 28:
قَالَ اَوْسَطُهُمْ اَلَمْ اَقُلْ لَّكُمْ لَوْلَا تُسَبِّحُوْنَ
Artinya: Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhanmu).”
Kelima, wustha, kata ini berkaitan dengan waktu waktu salat, terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 238:
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى
Artinya: “Hendaknya kamu menjaga waktu-waktu salat dan salat wustha..”
Jamaah Salat Idul Fitri rahimakumullah,
Berdasarkan segala turunannya, kata wasathiyyah melahirkan konsep Islam moderat. Dengan demikian, jika kita menggali dari uraian para ahli tafsir, wasath atau moderat itu paling tidak mengandung lima pengertian.
Pertama, wasathiyah atau moderat berarti “baik atau menjadi yang terbaik.”
Allah Swt berfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ayat di atas sebagai perintah untuk membentuk sebuah perkumpulan yang terorganisir dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar. Bila perkumpulan tersebut dilandasi keimanan kepada Allah dan sukses menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.
maka janji Allah akan memberinya status sebagai khair al-ummah (umat terbaik). Dalam Sabda Nabi tersirat bahwa khair al-ummah berarti sekelompok manusia yang paling banyak menebar manfaat bagi manusia (khair al-nas anfa’uhum li al-nas).
Karenanya, ciri dari ummatan wasathan yang terdapat dalam QS. Al Baqarah ayat 143 adalah sekelompok muslim yang senantiasa memberikan pertolongan kepada orang lain, menyalurkan bantuan-bantuan kemanusiaan pada yang membutuhkan, dan senantiasa memberikan kebahagiaan dan kegembiraan kepada orang-orang di sekelilingnya.
Kedua, wasathiyah atau moderat adalah “menebar nilai utama.”
Islam Wasathiyah senantiasa menebar nilai-nilai utama seperti kepantasan, kebaikan, kelaziman, dan lain sebagainya. Ini diilhami dari QS. Al-Adiyat ayat 5 tentang pasukan berkuda yang menembus ke tengah-tengah musuh.
Dari sana timbul pengertian bahwa Islam sebagai sebuah agama harus benar-benar dipahami sebagai penebar nilai-nilai utama di tengah-tengah kemaksiatan dan kedzaliman. Nilai utama tersebut telah memiliki konsepnya yang disebut dengan akhlak.
Akhlak adalah kecenderungan jiwa untuk bersikap dan bertindak. Ada yang sifatnya utama disebut dengan akhlakul karimah.
Tergambar dari hadis Rasululllah Saw ketika ditanya tentang amalan yang paling banyak mengantarkan manusia masuk surga, beliau menjawab: “Taqwallahi wa husnul khuluq”, yakni bertakwa kepada Allah dan berakhlak yang mulia (HR. Tirmidzi). Akhlak terpuji yang paling dasar ialah jujur, amanah, bertanggungjawab, dan dapat diandalkan.
Ketiga, wasathiyah atau moderat berarti “adil dalam bersikap.”
Allah Swt berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil.”
Adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Orang yang adil adalah orang yang memiliki ilmu. Tidak mungkin seseorang yang tidak berilmu mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Karenanya, sebelum menjadi orang yang adil, harus menjadi orang yang berilmu.
Allah Swt berfirman:
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Keempat, wasathiyah atau moderat bermakna “seimbang antara dunia dan akhirat.”
Islam wasathiyyah berarti mampu hidup secara seimbang antara dunia dan akhirat. Keberhasilan di akhirat dapat dicapai dengan ibadah dan amal kebaikan selama berada di dunia. Tidak terlalu tenggelam dalam pesona materialisme duniawi tetapi juga tidak terlalu hanyut dalam arus spiritualisme akhirat. Singkatnya, ajaran Islam sangat menitikberatkan pada keseimbangan ruh dan jasad.
Allah Swt berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”
Kelima, wasathiyah atau moderat berarti “proporsional dalam ibadah dan muamalah.”
Ciri khas yang paling melekat dari islam moderat adalah tidak berlakunya ifrath atau berlebih-lebihan dan tafrith atau meremeh-remehkan. Ummatan wasathan adalah mereka yang mampu menempatkan ajaran Islam secara proporsional.
Misalnya, dalam hal ibadah, segala hal mulai dari tuntunan, ukuran, waktu, volume, dan lain-lain harus disesuaikan dengan dalil Al Quran dan Al Sunah. Sementara itu, dalam kehidupan muamalah dan segala kegiatan sosial lainnya dibolehkan kecuali unsur-unsur yang telah tegas dilarang dalam agama. Persoalan ibadah harus memiliki dimensi masa lalu yang kuat dan permasalahan muamalah harus beriorientasi ke masa depan yang cerah.
Jamaah Salat Idul Fitri rahimakumullah,
Itulah ciri-ciri dari Islam Wasathiyah yaitu menjadi yang terbaik, menebar nilai-nilai utama, adil dalam bersikap, seimbang antara dunia dan akhirat, dan proporsional dalam menjalankan ibadah dan mualamah.
Pada hari raya Idul Fitri ini, semoga kita senantiasa menjadi wakil Allah di muka bumi yang senantiasa menyebar rahmat dan menghalau mudarat. Akhirnya, mari berdo’a kepada Allah SWT agar seluruh amal ibadah kita diterima Allah, diampuni dosa dan kesalahan, serta selalu berada di jalan Allah yang lurus untuk meraih ridla dan karunia-Nya.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الاَحْيِاءِ مِنْهُمْ وَالاَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ فيَا قَاضِيَ الحَاجَاتِ
اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
اللَّهُمَّ أَعِزَّالْإِسْلَامَا وَالْمُسلِمِين
وَجْمَعْ كَلِمَةَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى الْحَقِّ يَا رَبَّ الْعَلَمِينَ
اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا كَمَا أَلَّفْتَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا… وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ, رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
4. Musibah dan Cobaan Bagian dari Kehidupan
اَلْـحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ . وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّد وَعَلَى اَلِهَ وَ اَصْحَبِهَ وَمَنْ وَّالَاهُ اَمَّا بّعْدُ فَيَاعِبَدَاللهِ أُوْصِيْكُمْ وَأِيَّايَ بِتَقْوَى االلهِ حَقَّ تُقَاتِهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ لآأِلهَ اِلَّااللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ.اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ .اللهُ اَكْبَرُكَبِيْرًا وَالْحَمْدُاِللهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةَوَّاَصِيْلًا
Hadirin kaum Muslimin yang berbahagia
Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SwT, atas limpahan karunia-Nya yang tiada terhingga, sehingga kita bisa berkumpul bersama, bersimpuh di hadapan-Nya merayakan Idul Fitri, 1 Syawal 1444 H.
Hadirin yang berbahagia
Di hari yang berbahagia ini khatib ingin mengajak hadirin untuk merenungkan makna kehidupan secara mendalam. Supaya kita dapat belajar dan memahami atas segala ketentuan Allah yang menimpa kepada kita.
Kalau kita camkan dan perhatikan perjalanan kehidupan manusia, banyak pelajaran yang bisa kita peroleh dari rangkaian kehidupan tersebut, kehidupan manusia tidak lepas dari keadaan baik dan buruk, susah dan senang, sehat dan sakit, senggang dan sibuk.
Itu semua variasi yang menyadarkan kita bahwa hidup itu tidaklah tetap dalam suatu keadaan tetapi berubah. Kalau sehat akan mengalami sakit, kalau kaya akan mengalami pailit, kalau senggang akan mengalami repot. Sungguh tepat apa yang disampaikan Al-Qur’an
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. ” (Qs Al-Baqarah: 155).
Menurut para pengamat kehidupan, dunia itu sejak dihuni manusia beberapa ribu tahun yang lalu selalu dihinggapi oleh berbagai cobaan dan musibah. Apakah itu musibah peperangan dan permusuhan, baik perang antar kelompok, antar suku maupun perang dunia.
Ada juga musibah wabah penyakit berganti-ganti dan menelan korban jiwa serta harta. Seperti pernah mengalami wabah polio, TBC, malaria dan virus flu yang mematikan.
Dunia ini dari dulu sampai sekarang juga sering ditimpa oleh kelaparan yang sangat menyedihkan diderita oleh kelompok kecil masyarakat maupun kelaparan massal menimpa suatu negara, seperti halnya di sebagian negara Afrika, Yaman, Ukraina dan di negara-negara lainnya. Dan bumi ini pula sering dilanda bencana alam baik dalam skala kecil maupun skala besar.
Oleh karena itu, musibah yang saling berganti akan tetap melanda manusia sepanjang masa sampai dunia ini tiada. Semua musibah tersebut bisa berfungsi sebagai alat untuk mengingatkan manusia supaya sadar bahwa dirinya adalah rentan terhadap kemusnahan.
Berfungsi menyadarkan manusia bahwa dirinya rentan terhadap kesengsaraan, kapan pun bisa terjadi. Bisa terjadi kesengsaraan akibat peperangan, akibat dari bencana alam, akibat dari wabah penyakit dan bisa terjadi karena kelaparan yang melanda suatu daerah.
Menurut para ahli yang mengamati perikliman, sebentar lagi akan banyak bencana alam dan kelaparan diakibatkan oleh perubahan iklim karena terjadi kerusakan lingkungan yang sangat parah.
Baik di darat maupun di lautan, baik air maupun udara sehingga menyebabkan ketidaknyamanan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Perubahan iklim menyebabkan ketidakteraturan cuaca dan curah hujan sehingga terjadi gagal panen dan kesulitan bahan pangan.
Itu semua karena akibat ulah tangan manusia dalam mengelola sumber daya alam. Mereka serakah dalam mengeksploitasi bumi dengan semena-mena tanpa batas dalam mendapatkan kekayaan dan melupakan masa depan.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). ( Ar-Rum 41).
Ayat itu memberikan pembenaran bahwa segala bencana yang menimpa manusia adalah merupakan akibat dari kesalahan manusia. Dan musibah tersebut sebagai bentuk hukuman atas akibat kesalahan mereka itu. Allah telah menjadikan hukum-hukum alam yang terdapat di bumi itu dan jika dilanggar maka akibatnya akan mengalami kehancuran yang dampaknya sangat merugikan terhadap manusia itu sendiri.
مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدًا
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. ( An-Nisa 79).
Bencana merupakan ujian dan cobaan keimanan. Orang beriman akan memahami bahwa apapun yang menimpa mereka adalah “kebaikan” dari Allah yang Rahman dan Rahim. Bencana merupakan ketetapan dan ketentuan (takdir) dari Allah.
Ada bencana yang terjadi karena perubahan siklus alam yang tidak ada kaitannya dengan manusia seperti gempa; dan ada bencana yang terkait dengan perilaku manusia dalam menjalankan fungsi kekhalifahan, semisal eksploitasi alam. Bencana bisa terjadi karena “dosa sosiologis” manusia yang salah perhitungan terhadap alam, seperti membangun pemukiman di lereng gunung sehingga terjadi longsor dan banjir.
اَلله ُ اَكْبَرُ
اَلله ُ اَكْبَرُ
Baca juga: Arti Allahummaghfir Lil Mukminina Wal Mukminat, Bacaan Doa Saat Acara Halal bi Halal & Keutamaannya
Hadirin jamaah Ied yang berbahagia
Manusia hidup di dunia mempunyai tugas sebagai khalifah fi al-ardi, memakmurkan dan memeliharanya supaya bumi tidak cepat rusak maupun musnah.
Jika manusia lebih banyak yang merusaknya maka bumi akan lebih cepat pada pemusnahannya. Dan hal tersebut harus disadari oleh segenap umat manusia jika melakukan kesalahan pengelolaan menyebabkan keruksakan maka akibatnya akan dirasakan oleh dirinya dan oleh orang lain bahkan oleh makhluk Allah yang lainnya.
Oleh karena itu seyogianya kaum muslimin ketika mengalami musibah apapun yang menimpa dirinya melakukan introspeksi atau muhasabah dan mengevaluasi kesalahan apa kiranya yang telah dilakukan dan secepatnya bertobat ingat Allah dan kembali kepada aturan agama Allah.
وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. ( Ali Imron 135).
Oleh karena itu kewaspadaan terhadap adanya bencana sangatlah diperlukan sebab bencana biasanya tiba-tiba datangnya dengan waktu yang tidak ditentukan bisa pagi atau sore bisa malam atau siang.
Terutama bencana alam adalah betul-betul sangatlah susah diprediksi. Seperti gempa bumi dan tsunami, angin topan dan gunung meletus. Firman Allah dalam surat Al-A’raf menegaskan akan hal tersebut.
Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? (QS. 7:97) Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? (QS. 7:98) Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS. 7:99).
Siapa yang menyangka sebelumnya akan terjadi peperangan antar Rusia dan Ukraina yang menelan banyak korban, sehingga melahirkan ketakutan dan kelaparan.
Siapa sangka dengan tiba-tiba adanya wabah pandemi Covid-19 yang melahirkan krisis ekonomi dan kemanusiaan, tidak ada yang mengira datangnya longsor dan banjir bandang di beberapa tempat di Indonesia. Semuanya hanya Allah saja yang tahu akan kepastian terjadinya bencana dan kesusahan.
Maka bagi orang yang beriman akan selalu waspada terhadap datangnya segala cobaan dari Allah sehingga kita selalu mendekatkan kepada Allah. Tidak lengah dengan selalu berbuat kebaikan sehingga apapun yang terjadi kita bertawakal kepada-Nya.
Dan puasa yang baru saja kita jalani diharapkan menjadikan kita mempunyai kemampuan untuk imsak, menahan diri atau mengendalikan diri dari keserakahan dari kedzaliman.
Selama sebulan kita dilatih Allah untuk mengendalikan makan minum dan mengumbar hawa nafsu. Selayaknya berbekas terhadap diri kita untuk mampu mengendalikan dorongan hawa nafsu supaya tidak menimbulkan bencana yang melahirkan kerugian baik bagi diri kita maupun lingkunga kita.
Shaum Ramadhan sebaiknya berdampak terhadap usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SwT Tuhan yang maha kuasa, yang selama ini mungkin agak terabaikan oleh kesibukan duniawi kita.
Sibuk dengan keluarga atau sibuk dengan karir dan pekerjaan. Sehingga abai terhadap kewajiban untuk taqarub dan berdzikir kepada-Nya. Berdoa dengan khusuk agar terhindar dari musibah maupun bencana.
Selesainya ibadah Shaum Ramadhan menjadikan kita semakin menyadari hakikat kehidupan di dunia ini, harus meyakini bahwa hidup ini sementara, dan akan pulang ke negeri akhirat.
Dengan banyaknya korban meninggal hendaknya menjadi pelajaran bahwa hidup ini Allah yang menentukan. Sebagaimana manusia hidup ke dunia atas kehendak dan ketentuan Allah begitu pula kematian atas kehendak dan ketentuan Allah.
Atas kehendak Tuhan manusia lahir ke dunia dan atas kehendak Tuhan pula kita akan kembali kepada-Nya. Kapan dan di mana semua ada dalam takdir Allah SwT
اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ࣖ – ٣٤
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs Lukman :34).
Shaum sebulan juga hendaknya semakin punya kepedulian sosial yang tinggi, memperhatikan sanak saudara, handai taulan dan tetangga. Jika ada yang kekurangan kita bantu semampu kita.
Dengan banyaknya musibah banyak orang yang susah dan banyak orang kehilangan mata pencaharian otomatis makin banyak orang yang kesusahan untuk makan. Dengan memberi pertolongan pada tetangga yang kesulitan maka makin sempurnalah keimanan kita kepada Allah SwT.
Sekian sikapilah segala musibah dan cobaan dengan tetap tenang, waspada, pelajari cara perlindungan, ikhtiar bertanya kepada ahli dan tidak berhenti berdoa kepada Allah SwT dengan doa yang tulus dan bertawakal dalam kesabaran.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْن وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
5. Lebaran Tak Perlu Berlebih-Lebihan
Khutbah Pertama
الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، لا إله إلّا الله، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، ولله الحمد
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم-، الصادق الوعد الأمين، وعلى آله وأصحابه ومن تبعه بإحسان إلى يوم الدين. وأشهد أن لا إله إلّا الله وحده، صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده، لا شيء قبله ولا شيء بعده، وأشهد أنّ محمدًا رسول الله -صلَّى الله عليه وسلّم-، وصفيه وخليله، خير نبي أرسله وهداية للعالمين اصطفاه، أما بعد :فَيَا اَيُّهَاالْمُومِنُوْنَ وَالْمُومِنَاتِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَي اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Kaum muslimin yang berbahagia
Marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah Swt yang menurunkan rahmat di pagi hari yang sejuk ini kepada kita semua, sehingga kita dapat bersama-sama mengagungkan nama-Nya. Begitupun mari sama sama kita bersalawat kepada Nabi Muhammad sebagai panutan kita yang telah menerangi jalan kehidupan ummat manusia di seantero dunia.
Dalam kegembiraan kita merayakan Idul Fitri 1443, marilah sejenak kita meresapi tentang ketaqwaan kita kepada Allah Yang Maha Kuasa! Sebab kebahagiaan yang hakiki hanya dapat diraih dengan cara taat menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya.
Kaum muslimin yang berbahagia
Walaupun kelonggaran diberikan kepada kita untuk merayakan Idul Fitri tahun ini, bukanlah berarti kita bebas melampiaskan kemauan kita.
Dengan belajar apa yang dilakukan Rasulullah Saw pada saat merayakan Lebaran, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Zaad al-Ma'aad oleh Ibnul Qayyim; ternyata kebahagiaan merayakan lebaran ada batasannya.
Rasulullah Saw mengajak para sahabatnya untuk mengumandangkan takbir dan tahmid sebagai ungkapan rasa bahagia dan bersyukur atas nikmat Allah: itupun ada batas waktunya yakni cukup sampai khutbah kedua.
Beliau juga terbiasa menyerukan perintah tunaikan Zakat Fitrah kepada para sahabat di pagi hari yang masih gelap gulita sampai batas waktu dikerjakannya Salat Idul Fitri. Hal ini berarti bahwa sesuatu yang hukumnya wajib untuk menyempurnakan ibadah puasa sekalipun, ternyata juga ada batasannya.
Idul Fitri memang penting untuk dirayakan sebagai bentuk kegembiraan ummat Islam. Allah Swt berfirman dalam Surat Yunus ayat 58
قل بفضل الله وبرحمته فبذالك فليفرحوا
Artinya: "Katakanlah! Dengan anugerah Allah dan kasih sayang-Nya maka dengan demikian bergembiralah!"
Namun demikian hendaknya perayaan ini kita laksanakan dalam batasan-batasan kewajaran. Terlebih lagi perayaan Idul Fitri pada saat ini belum sepenuhnya kita bebas dari masa pandemi.
Saudaraku, muslimin dan muslimat yang berbahagia
Masih dalam konteks kita belajar memahami cara Rasulullah merayakan Idul Fitri, pahamilah!
Pertama, Nabi Muhammad memang menganjurkan supaya sebelum beranjak ke tempat Salat Id, kita disunnahkan mengisi perut kita. Namun yang dimakan oleh Rasulullah hanya beberapa butir kurma saja.
Kedua, Nabi Muhammad terbiasa mandi di pagi hari sebelum Salat Id. Beliau juga mengenakan pakaian terbaik dengan aroma minyak wangi yang menyegarkan, seperti yang beliau sabdakan:
أصلحوا رحالكم، وحسِّنوا لباسكم، حتى تكونوا شامةً بين الناس. [رواه أحمد وأبي داوود ]
Artinya: "Baguskan jalan kalian. Indahkan pakaian kalian sehingga kalian harum di antara orang orang"
Beliau di saat hari raya memakai pakaian terbaiknya. Dalam riwayat, beliau biasa menggunakan jubah berwarna hijau dan kadang kadang jubah warna putih yang bergaris merah kunyit yang sangat beliau sukai.
Pakaian yang dikenakan Nabi sangat istimewa akan tetapi tetap ada batasan kewajarannya. Dalam riwayat Abdullah b. Umar, dijelaskan bahwa pernah suatu ketika ada seorang sahabat yang menghadiahi Nabi Muhammad berupa jubah baru dari bahan sutra yang dibeli di pasar Madinah
Namun jubah itu ditolak oleh Rasulullah dan beliau tidak mau memakainya untuk salat Idul Fitri. Beliau berkata: "Pakaian ini hanya cocok buat orang yang tidak punya akhlak!"
Itu berarti walaupun di hari lebaran disunnahkan mengenakan pakaian bagus akan tetapi jangan mencolok sehingga dapat menimbulkan kesenjangan sosial di antara umat Islam yang sedang merayakan lebaran.
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia
Rasulullah Saw tak berlebih-lebihan dalam merayakan lebaran. Sebab semangat berlebaran ialah membangun solidaritas dan hubungan baik dengan sesama ummat Islam khususnya dan masyarakat luas umumnya.
Hal ini dibuktikan sendiri Rasulullah Saw tatkala memilih pelaksanaan Salat Id tidak di dalam masjid, tetapi di tanah lapang. Beliau pun tak sungkan untuk berjalan kaki menuju lokasi. Bahkan beliau memiliki kebiasaan untuk melalui jalan yang berbeda antara berangkat dan pulang.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن صلى الله عليه وسلم كان إذا خرج إلى العيد يرجع في غير الطريق الذي خرج فيه.. [رواه أحمد ومسلم والترمذي]؛
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Raaulullah tatkala berangkat menuju tempat salat Id maka jalan yang dilewatinya berlaian dari jalan ketika beliau kembali.
Pada saat berangkat menuju Salat Id, beliau memilih melewati jalan pasar besi (al-Hadidin) dan pada saat kembali ke rumah memilih jalan pasar sendal-sepatu (al-Khizdain).
Tujuannya tidak ada lain terkecuali supaya Rasulullah bisa bertemu dan menyapa para sahabatnya yang tersebar di lorong-lorong kota Madinah. Beliau sapa para sahabatnya dengan kalimat penghormatan dan ucapan selamat lebaran: "Taqabbalallahu minna ma minkum." Begitulah jiwa sosial dan keakraban Rasulullah Saw dengan para sahabat yang patut diteladani oleh ummatnya.
Kaum muslimin dan muslimat
Termasuk kebiasaan Rasulullah Saw adalah menyapa para kaum Hawa dengan sangat humanis. Beliau berkata: "Ayo bersedekah!" Dalam sebuah riwayat beliau berkelakar: bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah kaum perempuan. Konon tatkala beliau berkata demikian raut muka kaum Hawa terlihat ketakutan. Maka disambung lagi oleh Rasulullah: "Ayo bersedekah" Tentu saja karena sedekah dapat menyelamatkan manusia dari siksa kubur dan neraka.
Para kaum Hawa sahabat Nabi gembira dengan cara Nabi menyapa mereka. Dalam penjelasan Kitab Zaad al-Ma'aad disebutkan bahwa para kaum hawa terbiasa mengeluarkan sedekah di hadapan Nabi setelah selesai Salat Id.
Demikianlah kebiasaan Nabi Muhammad di dalam merayakan lebaran Idul Fitri dengan penuh kesederhanaan dan keakraban, tanpa berlebih-lebihan. Semoga kita semua bisa meniru kebiasaan baik ini.
Akhirnya, marilah kita bersama-sama memohon kepada Allah Swt, semoga kita dimasukkan ke dalam golongan orang orang yang beruntung. Minal aidin wal faizin. Taqabbalallah minna wa minkum. Amiin Ya Rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ