TRIBUNSUMSEL.COM - Kasus harta tak wajar yang dimiliki oleh para pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ternyata melibatkan sejumlah pegawai.
Bahkan tercatat, sedikitnya ada 69 pegawai DJP yang dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam, Mahfud MD ke Menteri Keuangan Srimulyani terkait dugaan pencucian uang.
Tak hanya melaporkan Mahfud MDpun mengungkap modus yang dilakukan oleh mereka saat diduga melakukan pencucian uang.
Mahfud menjelaskan dirinya melaporkan 69 pegawai itu setelah mendapatkan data berdasarkan laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Saya kirim lagi ke Bu Sri Mulyani, ada 69 pegawai pajak yang sudah dilaporkan oleh PPATK, diduga melakukan pencucian uang," kata Mahfud selaku Ketua Tim Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu di Menara Kompas, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2023).
"Adapun sebanyak 69 orang itu dilaporkan oleh PPATK ke Menteri Keuangan pada bulan September 2019."
Lebih lanjut, Mahfud mengungkapkan respons Sri Mulyani setelah mendapat laporan darinya terkait anak buahnya yang diduga melakukan pencucian uang itu.
"Oh iya, nanti saya periksa,” kata Mahfud menirukan omongan Sri Mulyani.
Mahfud mengungkapkan modus yang dilakukan 69 pegawai pajak itu dalam melakukan pencucian uang yakni dengan memindahkan dana dalam jumlah kecil.
Namun transaksi itu dilakukan berulang kali.
“Transaksinya kecil-kecil lah, Rp10 juta-Rp15 juta, tetapi bisa 50 kali,” ujar Mahfud MD.
Selanjutnya, menurut Mahfud, Sri Mulyani berkomitmen akan menindak tegas para pegawai Dijten Pajak tersebut apabila terbukti melakukan pencucian uang.
“Nah ini kebetulan, ‘mumpung Ibu lagi nangani itu, saya kasih’,” kata Mahfud.
Harta 69 Pegawai Kemenkeu Diusut
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan pemanggilan 69 pegawainya yang memiliki harta kekayaan tidak wajar dengan posisi jabatannya.
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Awan Nurmawan Nuh mengatakan, pemanggilan tersebut telah dilakukan sejak kemarin, Senin (6/3/2023).
"Pemangilan (69 pegawai Kemenkeu) sudah mulai kita lakukan Senin ini," ucap Awan saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (7/3/2023).
Namun, dirinya belum menjelaskan jumlah pegawai yang telah dipanggil.
Yang pasti, dalam kurun waktu 2 pekan ke depan, sebanyak 69 pegawai yang dimaksud sudah diperiksa dan dimintai keterangan secara keseluruhan.
Harta yang tidak wajar para pegawai yang dimaksud merujuk pada Laporan Harta Kekayaan (LHK) tahun 2019 yang dilaporkan 2020, dan LHK tahun 2020 atau pelaporan di 2021.
"Rencananya target kami (pemanggilan) dalam 2 minggu ini selesai," pungkas Awan.
Baca juga: Rafael Ayah Mario Dipecat dari ASN, Terbukti Lakukan Pelanggaran Berat Usai Rekening Diblokir PPATK
Baca juga: Nada Tinggi Sri Mulyani Jawab Pertanyaan Andy Noya Soal Moge Suami: Jangan Diputer Suami Gak Happy
Berawal dari Rafael
Diberitakan sebelumnya, kasus kekayaan tak wajar pegawai pajak Rafael Alun Trisambodo bakal menyeret nama-nama pegawai pajak lain.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengumumkan satu pegawai Ditjen Pajak yang akan diminta klarifikasi terkait harta kekayaannya hari ini, Selasa.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, KPK akan memeriksa eks pejabat Bea dan Cukai terlebih dahulu sebelum mengungkap kekayaan ganjil pegawai pajak selain Rafael Alun Trisambodo
“Tapi yang kami pastikan, besok kami umumkan satu lagi pegawai Ditjen Pajak yang akan kita periksa LHKPN-nya,” kata Pahala saat ditemui di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/3/2023).
Pahala mengatakan pemeriksaan terhadap pegawai pajak ini akan menunjukkan bagaimana pola ‘geng’ di lingkungan Ditjen Pajak.
Menurutnya, Rafael Alun Trisambodo memang memiliki banyak teman di lingkungan Ditjen Pajak.
KPK kemudian mengendus terdapat pola yang digunakan kelompok tersebut dalam menyamarkan kekayaan mereka.
“Karena ada kaitannya dengan yang ini (Rafael),” ujar Pahala.
Rekening Rafael Alun Diblokir
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan rekening pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), termasuk pula rekening Rafael Alun Trisambodo berserta keluarga.
Total yang dibekukan PPATK menyentuh angka Rp 500 miliar.
"Nilai transaksi yang kami bekukan nilainya D/K (Debit/Kredit) lebih dari Rp500 miliar dan kemungkinan akan bertambah," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat
dikonfirmasi, Selasa (7/3/2023).
Ivan mengungkapkan, pihaknya telah memblokir puluhan rekening keluarga Rafael Alun Trisambodo, eks pejabat Ditjen Pajak.
Bahkan, PPATK juga memblokir rekening Mario Dandy Satrio, terduga pelaku penganiyaan anak petinggi GP Ansor bernama Cristalino David Ozora.
"Iya RAT, keluarga dan semua pihak terkait. Ada beberapa puluh rekening sudah kami blokir," kata Ivan.
PPATK memblokir rekening milik konsultan pajak. Rekening konsultan pajak tersebut diblokir terkaitindikasi pencucian uang Rafael Alun Trisambodo.
PPATK menyebut ada rekening pihak lain yang telah diblokir terkait Rafael Alun.
Diduga, ada transaksi keuangan dalam jumlah besar di rekening konsultan pajak tersebut yang berkaitan dengan Rafael Alun Trisambodo.
Namun, Ivan enggan membongkar lebih detil terkait indikasi transaksi janggal berkaitan dengan Rafael Alun.
"Kami tidak bisa sampaikan ya," ungkap Ivan soal transaksi keuangan Rafael Alun Trisambodo.
PPATK juga menemukan adanya indikasi pihak profesional yang mengatur ataupun mengelola dugaan pencucian uang Rafael Alun Trisambodo.
Pihak profesional itu diduga berprofesi sebagai konsultan pajak. PPATK kemudian memblokir rekening konsultan pajak tersebut.
"Iya ada pemblokiran terhadap konsultan pajak yang diduga sebagai nominee (perantara) RAT serta beberapa pihak terkait lainnya. Kita mensinyalir ada PML (professional money launderer) yang selama ini bertindak untuk kepentingan RAT," kata Ivan.
PPATK menyebut ada indikasi transaksi janggal diduga terkait pencucian uang di rekening Rafael Alun.
Selain PPATK, KPK menemukan ketidakwajaran antara harta kekayaan bernilai fantastis milik Rafael Alun dengan profilnya sebagai eselon III di DJP Kemenkeu.
KPK membuka peluang untuk menindaklanjuti temuan PPATK terkait transaksi mencurigakan Rafael Alun Trisambodo. Jika ditemukan adanya unsur pidana korupsi, KPK bakal menindaklanjuti.
KPK sendiri telah mengklarifikasi ketidakwajaran harta kekayaan Rafael Alun tersebut.
Lembaga antirasuah memutuskan membuka penyelidikan untuk mencari unsur pidana korupsi mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo.
Dengan demikian, temuan ketidakwajaran harta kekayaan Rafael Alun sudah masuk dalam penyelidikan KPK.
"Baru kemarin sore diputuskan pimpinan ini masuk lidik. Jadi udah enggak di pencegahan lagi," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.
Saat ini, kata Pahala, pihaknya masih akan mengembangkan ketidakwajaran harta kekayaan pejabat Kemenkeu lainnya.
Pahala mengaku sudah mengantongi satu nama pejabat pajak lain yang mempunyai harta tak wajar.
Pahala menyebut pejabat pajak tersebut merupakan rekannya Rafael Alun.
"RAT ada pengembangannya. Salah satunya, pemegang saham di perusahaannya itu sama dengan orang pajak yang lain. Gua terbitin surat tugas pemeriksaan buat orang pajak yang baru," kata Pahala.
"Nah pejabat pajaknya angkatan dia (Rafael Alun, Red) juga, sama. Kalau dibilang itu geng tuh, ada, ada banget. Ini angkatan dia juga. Iya pejabat juga," lanjutnya.
Terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa inspektorat pajak telah memeriksa 6 perusahaan yang berkaitan dengan Rafael Alun Trisambodo.
“Semuanya sudah diperiksa,” katanya.
Hanya saja Menkeu enggan menjelaskan hasil dari pemeriksaan tersebut.
Untuk diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan KPK, Rafael ternyata memiliki saham di 6 perusahaan.
Menurut Sri Mulyani, hasil pemeriksaan tersebut nanti akan dijelaskan oleh bagian Inspektorat. “Nanti pak Irjen yang sampaikan,” katanya.
Selain itu Menkeu juga enggan menjelaskan soal hasil investigasi inspektorat pajak terhadap kekayaan Rafael Alun.
Menurutnya hal itu nanti akan dijelaskan oleh bagian inspektorat. “Nanti Pak Irjen dan direkturnya yang menyampaikan,” katanya.
Bikin Kecewa
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis(CITA), Fajry Akbar mengatakan memang munculnya kasus Rafael Alun tersebut memunculkan kekecewaan amat mendalam di kalangan masyarakat sehingga kemudian muncul wacana memboikot membayar pajak.
Namun kata Fajry memboikot laporan SPT dan membayar pajak bukan respons yang tepat dalam menghadapi kasus tersebut.
Sebab kata Fajry penerimaan pajak masih dirasa penting bagi negara, karena tentu akan ada banyak manfaat membayar pajak.
"Betul memang ada kekecewaan termasuk saya sendiri. Tapi uang pajak yang kita bayarkan untuk membayar gaji guru, tentara, dan para pelayan publik lainnya. Selain itu, uang pajak yang kita bayarkan digunakan untuk subsidi kelompok yang berpendapatan rendah, memberikan bantuan sosial, dan membangun berbagai infrastruktur untuk rakyat," ujar Fajry.
Jadi, kata Fajry sebetulnya banyak sekali manfaat dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat dan akan sangat disayangkan kalau masyarakat ikut gerakan boikot.
"Disamping, ada sanksi bagi masyarakat yang tak melaporkan SPT tahunan," ujarnya.
Lebih jauh Fajry mengatakan membayar pajak adalah sebuah kewajiban dari kehidupan berwarganegara dan hal itu konsekuensi sebagai warga Indonesia Tapi kekecewaan tersebut kata Fajry dapat disalurkan dengan cara yang lain, seperti mendorong kasus RAT untuk dibuka seluas-luasnya dan cepat.
"Juga mendorong ada perbaikan birokrasi di tubuh DJP," ujarnya.(Tribun Network/fik/ham/wly)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan di Tribunnews.com