TRIBUNSUMSEL.COM -- Aturan masa percobaan 10 tahun bagi terpidana mati di KUHP baru dipastikan tidak akan berlaku bagi Ferdy Sambo.
Hal tersebut langsung ditegaskan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidum) Fadil Zumhana dilansir Tribunnews.com, Kamis (16/2/2023).
Fadil Zumhana mengatakan jika semua penegak hukum terikat pada hukum yang masih berlaku saat ini.
"Kita ini penegak hukum itu terikat pada hukum positif yang berlaku saat ini," ujar Fadil dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 100 KUHP baru dijelaskan, hakim bisa menjatuhkan vonis mati dengan masa percobaan 10 tahun.
Jika dalam 10 tahun terpidana berkelakuan baik dan menyesali perbuatannya, maka vonis mati diganti dengan penjara seumur hidup. Adapun aturan ini baru bakal berlaku pada 2026 mendatang.
Namun begitu, Fadil menyatakan bahwa Ferdy Sambo memiliki kesempatan untik banding hingga grasi untuk memprotes hukuman mati yang diketok oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.
"Majelis hakim telah memutuskan Ferdy Sambo hukum mati, terdakwa mempunyai hak untuk melakukan banding, kasasi, bahkan sampai PK dan grasi. Ini suatu upaya hukum yang disediakan oleh UU, itu terdakwa boleh menggunakan," ungkap dia.
Lebih lanjut, Fadil menambahkan bahwa upaya hukum banding itu bisa diajukan paling lambat 7 hari seusai putusan diketok oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.
"Dan di KUHP itu diatur tadi banding dalam 7 hari, lalu nanti gak puas juga ada kasasi, gak puas juga ada PK, gak puas juga bisa lakukan grasi," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menjatuhkan putusan atau vonis terhadap terdakwa tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yakni Ferdy Sambo.
Dalam perkara ini, Ferdy Sambo divonis hukuman pidana mati.
"Menyatakan, mengadili terdakwa Ferdy Sambo SH. SiK MH, dipidana mati," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dalam persidangan, Senin (13/2/2023).
Lebih lanjut, Hakim menyatakan perbuatan terdakwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu sebagaimana yang didakwakan.
Dalam putusannya majelis hakim menyatakan, Ferdy Sambo bersalah melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).
Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga dinyatakan bersalah melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dalam kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J.
"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak merusak sistem informasi sehingga tidak bekerja semestinya," kata majelis hakim Wahyu.
Diketahui, putusan ini lebih berat dibandingkan tuntutan dari jaksa yang menuntut Ferdy Sambo dengan pidana seumur hidup.
Keluarga Brigadir J Kembali Laporkan Ferdy Sambo Cs Kasus Uang
Pengacara Kamaruddin Simanjuntak mendampingi keluarga almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) saat melaporkan Ferdy Sambo CS atas dugaan pencurian, Rabu (15/2/2023) malam.
Adapun terlapor dalam kasus ini yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang merupakan istri Sambo, dan mantan ajudan Sambo yakni Ricky Rizal.
Kata Kamaruddin, alasan laporan itu dibuat lantaran keluarga merasa belum adanya pertobatan dari para terlapor atas kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.
"Malam hari ini kami membuat laporan polisi terkait dengan dugaan tindak pidana curian atau pencurian dengan kekerasan dan atau tindak pidana pencucian uang terhadap almarhum Yosua," ujar Kamaruddin di depan awak media.
"Jadi kita proses karena belum ada pertobatan. Padahal, kami sudah memberikan peringatan selama delapan bulan terakhir, tetapi tidak ada iktikad baik dari mereka untuk mengembalikan barang almarhum," sambung Kamaruddin.
Meski status terlapor dalam paporan polisi masih berstatus penyelidikan, Kamaruddin akan memasukkan tiga nama terdakwa yang terlibat dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Mereka adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang merupakan istri Sambo, dan mantan ajudan Sambo yakni Ricky Rizal.
Dalam Laporan Polisi bernomor LP/B/525/II/2023/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA, setidaknya ada sembilan barang yang diduga diambil oleh Ferdy Sambo dkk.
Barang-barang tersebut adalah ponsel Samsung S8, Apple Watch, iPhone 13 Promax, laptop, pin emas pemberian Kapolri, buku tabungan Bank BCA, buku tabungan Bank Mandiri, buku tabungan Bank BRI, dan dua buku tabungan Bank BNI.
Tidak hanya itu, Kamaruddin juga membeberkan bahwa keluarga Brigadir J turut kehilangan sejumlah uang.
Total uang yang diambil oleh Ferdy Sambo dkk berjumlah Rp 200 juta.
Kamaruddin Simanjuntak Mendampingi Keluarga Brigdir J Melaporkan Ferdy Sambo CS Soal Dugaan Pencurian uang (Kolase/Youtube Kompas TV)
"Kerugiannya yang jelas di atas Rp 200 juta. Itu juga belum dihitung dari kerugian materiil. Seperti hilangnya HP, laptop, dan gadget lainnya," ungkap Kamaruddin.
Sebagai informasi, uang Brigadir J raib Rp 200 juta usai dibunuh oleh Sambo dkk pada 8 Juli 2022.
Kamaruddin mengungkapkan, ada aktivitas transfer yang dilakukan Ricky Rizal dari rekening pribadi Brigadir J tiga hari setelah insiden nahas tersebut.
Ricky telah mengakui perbuatan tersebut.
Hal itu diungkapkan Ricky saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan terdakwa Richard Eliezer dan Kuat Ma'ruf.
Menurut Ricky, uang yang dipindahkan itu merupakan dana operasional keluarga Ferdy Sambo yang dikelola oleh Brigadir J.
Mendengar pengakuan Ricky, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso kemudian menyinggung peran eks ajudan Ferdy Sambo itu dalam pusaran kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.
“Saudara ini sudah disuruh membunuh, masih disuruh mencuri pun masih saudara lakukan,” kata Hakim Wahyu dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (5/12/2022).
Namun, Ricky kemudian membantah bahwa ikut membunuh Brigadir J.
"Siap, saya tidak disuruh membunuh, Yang Mulia,” jawab Ricky.
“Iya, kan tadi disuruh membunuh, tapi saudara tidak mau kan? Bener kan? Sekarang disuruh mencuri mau,” kata Hakim wahyu.
“Siap, saya tahu kalau (uang yang dipindahkan) itu uangnya ibu (Putri Candrawathi) juga, Yang Mulia," kata Ricky Rizal.
Mendengar jawaban itu, Hakim Wahyu lantas menyinggung alasan keluarga Ferdy Sambo yang tidak menggunakan rekaning atas nama pribadi.
Menurut Hakim, uang yang diklaim sebagai dana operasional keluarga Ferdy Sambo tidak bisa dibuktikan oleh siapa pun.
"Kalau dibalik, saudara yang dibunuh, terus uang saudara diambil, coba bayangkan. Saudara disuruh ngambil duit seperti itu Rp 200 juta, saudara pindahkan, alasannya uang operasional, tahu pemiliknya udah mati?” kata Hakim.
“Siap, Yang Mulia.” kata Ricky Rizal. “Saudara lakukan juga kan?” ujar Hakim menimpali.
“Siap, ya itu tadi, Yang Mulia, karena mohon izin karena saya tahu uang milik bapak dan ibu untuk operasional,” ujar Ricky berusaha menjelaskan lagi.
“Makanya saudara memindahkan itu? Apa bukan berarti mencuri? Kan rekening atas nama siapa?” kata Hakim.
“Atas nama Yosua," jawab Ricky Rizal.
“Ya sudah. Saudara tahu unsur pasal pencucian uang?” ujar Hakim.
“Tidak begitu paham,” kata Ricky Rizal.
“Ya sudah.” kata Hakim kemudian.
(*)
Baca berita lainnya di Google News