Mahasiswa UIN Korban Pelecehan Senior

Korban Kekerasan Mahasiswa UIN di Palembang Ungkap Detik Penganiayaan, Diikat Tanpa Busana di Pohon

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Arya Lesmana Putera (19) korban kekerasan mahasiswa UIN Raden Fatah di Palembang menceritakan detik penganiayaan oleh seniornya. Diikat tanpa busana.

Bahkan Arya hanya diberikan obat penahan nyeri untuk kemudian kembali dipukuli.

Tak selang berapa lama dari sana, tepat pukul 22.00 WIB akhirnya dia kembali dibawa ke pinggir jalan di kawasan bumi perkemahan untuk mendapatkan kekerasan lainnya.

Saat itu ketua umum UKMK PBM UIN RF Palembang, disebutkan Arya turut melakukan tindakan penganiayaan dengan memukul bagian mulutnya.

Berdasarkan informasi, diketahui saat itu kegiatan diksar UKMK Litbang juga bergabung dengan diksar UMKM PBM UIN Raden Fatah Palembang.

Beberapa saat setelah kejadian itu, salah satu alumni yang juga diketahui saat ini tengah menempuh pendidikan S2 di UIN Raden Fatah Palembang (W) sempat melihat langsung kejadian tersebut tanpa ada upaya melerai dan menghentikannya.

"Yang saat itu dia lakukan hanya mengecek hp saya yang diberikan kepada salah satu pelaku. Dia datang dari jam 11 dan tanpa ada upaya untuk melerai saya. Dia datang dan menyaksikan saya dipukuli," lanjutnya.

Tepat pukul 24.00 WIB Arya mengaku kembali diminta untuk membuat video klarifikasi lagi dengan menggunakan baju batik.

Berbeda dari video yang telah beredar, kali ini terlihat wajah korban sudah cukup lebam akibat kekerasan sebelumnya.

"Sesudah buat video itu saya akhirnya diberikan obat nyeri, obat sakit kepala dan saya meminta balsem untuk mengobati mata saya yang bengkak," ucapnya.

Sementara itu, perwakilan rombongan pelaku sempat mengajak keluarga Arya
untuk berdamai dengan iming-iming akan membiayai seluruh kebutuhan rumah sakit

Namun faktanya, Rusdi Ayah Arya dan keluarganya harus merogoh kocek yang besar untuk melunasi biaya rumah sakit secara pribadi menggunakan uang tabungan dan sebagian meminjam dari kerabat.

Padahal keluarga mereka sendiri baru satu bulan pindah dari Baturaja ke Palembang.

"Dalam perjanjian perdamaian yang dilakukan di Polsek Gandus itu mereka menjanjikan untuk membayar seluruh biaya rumah sakit asal kami tidak membuat laporan ke polisi. Tapi tidak ada itikad baik sama sekali dari mereka," ujarnya.

Rusdi juga membeberkan isi perjanjian perdamaian tersebut dibuat saat dirinya belum mengetahui bahwa anaknya dilecehkan dengan ditelanjangi oleh rombongan pelaku.

"Mau bagaimana pun ini namanya jelas pelecehan seksual," tegasnya.

Hal itu yang membuat Rusdi dan keluarganya sangat tidak terima.

"Saya tanya, orang tua mana yang tidak sakit hati kalau anaknya ditelanjangi bahkan di depan perempuan," ujarnya.

Terpisah, kuasa hukum Arya dan keluarganya, Kms. Sigit Muhaimin, S.H bersama dengan rekan-rekan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sumsel berkeadilan mengatakan saat ini pihaknya telah mengumpulkan sejumlah bukti yang akan dibawa ke pihak penyidik untuk dilakukan pemeriksaan.

Di antaranya foto lembar kwitansi calon anggota yang bertuliskan nominal dan lokasi diksar yaitu di Provinsi Bangka Belitung.

"Kami telah menyiapkan beberapa bukti yakni kwitansi Diksar yang bertuliskan Provinsi Bangka Belitung dengan nominal Rp 300 ribu, pamflet Diksar yang sempat diunggah di media sosial mereka dan juga keperluan sembako yang wajib dibawa oleh peserta diksar," katanya.

Dalam kesempatan ini, dia juga menegaskan bahwa awal mula kasus ini terjadi bukanlah penghianatan sebagaimana yang diucapkan pihak UIN RF.

Melainkan pungli yang dilakukan UKMK Litbang dan justru dapat menjatuhkan citra kampus UIN RF Palembang sebagai lembaga pendidikan berbasis Islam.

"Tentu yang harus diperhatikan adalah kepada kasus kekerasannya bukan penghianatannya. karena apa yang dilakukan korban adalah guna mengungkap pungli yang memang dinilai meresahkan," ujarnya.

Baca berita lainnya langsung dari google news

 

Berita Terkini