Penyakit cacar monyet bisa menyebabkan berbagai tanda dan gejala.
WHO menjelaskan, beberapa pasien dilaporkan memiliki gejala ringan sementara yang lainnya mengalami gejala lebih serius bahkan memerlukan perawatan di rumah sakit.
Mengutip laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jumat (24/6/2022) masa inkubasi cacar monyet adalah lima sampai 13 hari atau lima sampai 21 hari. Terdapat dua periode inkubasi cacar monyet, yakni:
Pertama, masa invasi yang terjadi nol sampai 5 hari terjadi demam tinggi, sakit kepala yang berat, dan ada benjolan atau pembesaran kelenjar limfa di leher, kemudian di ketiak, atau selangkangan.
Kedua, masa erupsi, terjadi satu sampai tiga hari pasca demam, muncul ruam pada kulit, ruam pada wajah, telapak tangan, kaki, mukosa, alat kelamin, dan selaput lendir mata.
“Cacar monyet ini bisa sembuh sendiri setelah 2-4 minggu pasca masa inkubasinya selesai. Penyakit ini akan sembuh sendiri tidak terlalu berat.
Dari negara-negara yang melaporkan kasus monkeypox hanya sekitar 10 persen pasien dirawat di rumah sakit,” terang Juru Bicara Kemenkes, dr Mohammad Syahril, Sp.P, MPH.
Mereka yang berisiko lebih tinggi untuk penyakit parah atau komplikasi termasuk orang-orang yang sedang hamil, anak-anak, dan orang-orang yang dengan sistem kekebalan lemah.
"Siapa pun yang memiliki gejala cacar monyet atau yang telah melakukan kontak dengan seseorang yang menderita cacar monyet harus menghubungi atau mengunjungi pusat pelayanan kesehatan dan meminta arahan mereka (tenaga kesehatan)," tulis WHO.
Penularan cacar monyet dapat terjadi melalui kontak langsung dengan cairan dari lesi pasien.
Selain itu, virus cacar monyet juga dapat menular melalui kontak dengan material terkontaminasi, seperti seprai dan pakaian pasien yang sudah terpapar.
Apakah wabah cacar monyet bisa dihentikan?
Dalam kesempatan yang sama, Tedros menyampaikan meskipun dia menyatakan cacar monyet sebagai darurat kesehatan global, untuk saat ini banyak kasus dilaporkan di antara pria yang berhubungan seks dengan pria, terutama mereka yang memiliki banyak pasangan seksual.
“Artinya ini wabah yang bisa dihentikan dengan strategi yang tepat di kelompok yang tepat," jelasnya.
Tedros menegaskan penting bagi semua negara untuk bekerja sama dengan komunitas tersebut dalam memberikan informasi maupun pelayanan kesehatan guna mencegah penularan, menegakkan hak asasi manusia dan martabatnya.
“Stigma dan diskriminasi bisa sama berbahayanya dengan virus apa pun. Dengan alat yang kita miliki saat ini, kita dapat menghentikan penularan dan mengendalikan wabah ini," kata Tedros.