TRIBUNSUMSEL.COM - Penyebab kecelakaan di tol Cipularang diduga karena rem blong pada bus Laju Prima.
Kendaraan bus Laju Prima yang alami rem blong diduga penyebab tabrakan beruntun di Tol Cipularang Km 92 arah Jakarta.
Dikutip dari Kompas.com, kecelakaan beruntun melibatkan 17 kendaraan di Tol Cipularang.
Tahun 2014 saat itu Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menyebut area di sekitar Kilometer 97 Tol Cipularang memang rawan kecelakaan.
"Kalau dilihat dari hasil kajian ilmiah Kilometer 90-100 secara keseluruhan, pengguna kendaraan memang harus ekstrahati-hati saat melewati jalur tersebut. Kondisi jalanan menurun dengan belokan dan kontur angin membuat pengendara harus lebih hati-hati," kata Martinus, seperti dimuat Kompas.com.
Pakar transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ofyar Z Tamin menjelaskan, selain kondisi jalan, kesalahan pengendara atau faktor human error juga berpengaruh.
Menurut dia, trek jalan yang mulai menurun dari Kilometer 100 dan ditambah beban massa dari kendaraan membuat laju kendaraan bertambah cepat.
Dalam kondisi seperti itu, pengemudi harus konsentrasi penuh dalam mengendalikan laju kendaraan.
"Saat mendesain dan membangun jalan ada yang disebut kecepatan rencana. Artinya, kendaraan akan aman jika melaju baik saat memasuki tikungan atau jalan menurun berada di bawah kecepatan rencana," ujar Tamin.
Baca juga: Nama-nama Korban Kecelakaan di Tol Cipularang, 1 Meninggal 6 Luka, Selurunya Anak Dibawah Umur
Seperti diberitakan sebelumnya, pihak kepolisian dan petugas PJR Tol Cipularang saat ini masih melakukan pendataan dan penyelidikan penyebab pasti kecelakaan beruntun pada Minggu (26/6/2022) malam.
Namun, dari data sementara tercayay ada empat orang alami luka berat.
Mitos
Masyarakat sekitar percaya di samping ruas tol tersebut terdapat anak yangga yang menuju petilasan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran.
Tentu saja, penjelasan yang merujuk pada mitos atau hal mistis tersebut tidak bisa diterima oleh banyak pihak, terutama yang lebih percaya pada hal-hal ilmiah.
Untungnya, sejumlah pihak dari berbagai lembaga seperti PU, Jasa Marga, kepolisian, dan sejumlah pakar pernah melakukan evaluasi dan penelitian di jalur "maut" tersebut.