TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA-Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyebut, kekerasan seksual dalam kampus seperti fenomena gunung es.
"Kita garuk sedikit saja semua kampus sudah ada situasinya (kekerasan seksual). Sudah kewajiban pemerintah melindungi mahasiswa dan sivitas akademika yang ada di kampus," kata Nadiem, dalam konferensi daring Kampus Merdeka Episode 14: kampus merdeka dari kekerasan seksual, Jumat (12/11/2021).
Ia juga menyebut, berdasarkan hasil survei internal dan eksternal di 79 kampus dari 26 kota mendapati terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
"Survei langsung kepada para dosen, sebesar 77 persen merespon iya, 60 persen berikutnya mengatakan kasus kekerasan itu tidak pernah dilaporkan," tambah Nadiem.
Menurut Nadiem, Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) nomor 30 tahun 2021 dinilai detil dalam mengatur langkah-langkah yang penting di perguruan tinggi untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual.
Di samping itu juga membantu pimpinan perguruan tinggi dalam mengambil tindakan lebih lanjut untuk mencegah berulangnya kembali kekerasan seksual yang menimpa sivitas akademika.
Setidaknya, ada tiga tahapan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual dan dua sanksi berat kampus, jika melanggar atau terbukti tidak mendukung upaya ini.
Baca juga: Kawal Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi Unsri, BEM Bawa Permendikbud No 30
Dilansir dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, pada bagian empat mengenai pengenaan sanksi administratif di pasal 13 jika ada pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual akan dikenai pasal administratif.
Pengenaan sanksi administratif akan diberikan sesuai ketetapan Keputusan Pemimpin Perguruan Tinggi berdasarkan rekomendasi Satuan Tugas.
Dalam pasal (14), Pengenaan sanksi administratif dibagi dalam tiga tingkatan antara lain:
1. Sanksi administratif ringan;
2. Sanksi administratif sedang; atau
3. Sanksi administratif berat.
Sanksi administratif ringan, berupa teguran tertulis; atau pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.
Lalu Sanksi administratif sedang sebagaimana dimaksud, berupa pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan.
Bagi mahasiswa, ada pengurangan hak sebagai Mahasiswa meliputi:
1. penundaan mengikuti perkuliahan (skors);
2. pencabutan beasiswa; atau
3. pengurangan hak lain.
Sanksi administratif berat, berupa pemberhentian tetap sebagai Mahasiswa; atau pemberhentian tetap dari jabatan sebagai Pendidik, Tenaga Kependidikan, atau Warga Kampus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan.
Dalam peraturan tersebut, pada ayat (5) pelaku yang terkena sanksi administratif ringan dan sedang wajib mengikuti program konseling pada lembaga yang ditunjuk oleh Satuan Tugas.
Sementara, Pembiayaan program konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibebankan pada pelaku.
Artinya, 100 persen biaya konseling wajib ditanggung masing-masing pelaku. Lalu, pelaku wajib menyerahkan laporan hasil program konseling sebagai dasar Pemimpin Perguruan Tinggi untuk menerbitkan surat keterangan bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan.
Sanksi yang lebih berat dari satgas kampus dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, di antaranya:
- Korban merupakan penyandang disabilitas;
- Dampak Kekerasan Seksual yang dialami Korban, dan/atau
- Terlapor atau pelaku merupakan anggota Satuan Tugas, kepala/ketua program studi, atau ketua jurusan.
Saat memberikan sanksi, Pemimpin Perguruan Tinggi tidak berwenang mengenakan sanksi administratif secara langsung.
Hal ini diatur dalam pasal (17) yang menyebutkan, Pemimpin Perguruan Tinggi harus meneruskan rekomendasi sanksi administratif kepada Menteri melalui direktur jenderal yang membidangi urusan pendidikan tinggi sesuai dengan kewenangan.
Dalam hal Terlapor atau pelaku jika merupakan Pemimpin Perguruan Tinggi dan telah terbukti melakukan Kekerasan Seksual, Satuan Tugas meneruskan rekomendasi sanksi kepada Menteri melalui direktur jenderal yang membidangi urusan pendidikan tinggi sesuai dengan kewenangan.
Pengenaan sanksi administratif, tidak menyampingkan pengenaan sanksi administratif lain dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com