Akidi Tio Sumbang Rp 2 Triliun ke Sumsel

Heriyanti Anak Akidi Tio Bohongi Banyak Orang, Uang Rp 2 Triliun Tidak Ada, Ini Sederet Kasus Serupa

Editor: M. Syah Beni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Heriyanti anak Akidi Tio saat dibawa ke Mapolda Sumsel terkait kasus hoax sumbangan Rp 2 Triliun

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Kasus hibah uang Rp 2 Triliun yang dijanjikan Heriyanti anak Akidi Tio menjadi kasus pembohongan besar tahun ini. 

Hampir semua orang percaya, apalagi uang tersebut akan digunakan untuk penanganan covi-19 di Sumsel. 

Angin segar yang dihembuskan seolah berbalik menjadi badai bagi Heriyanti.

Dirinya kini terancam dipenjara oleh Polda Sumsel.

Awal mula kasus ini diawali pada Senin, (26/7/2021) Heriyanti bersama dokter keluarganya Prof Hardi secara simbolis menyerahkan bantuan Rp 2 Triliun ke Kapolda Sumsel, Irjen Eko Indra Heri.

Cerita yang disampaikan bahwa, keluarga Akidi Tio telah mengenal akrab Eko Indra Heri sehingga mempercayakan uang tersebut melalui sosok Eko Indra Heri. Orang-orang akhirnya percaya.

Sepekan setalah acara simbolis, sanksi-sanksi mulai bermunculan.

Baca juga: Begini Suasana Rumah Heriyanti Setelah Kasus Janji Palsu Sumbangan Rp 2 Triliun Terbongkar

Cerita Heriyanti yang memiliki utang miliaran rupiah akhirnya mencuat.

Namun, karna uang triliunan itu adalah milik orangtua Heriyanti, masyarakat masih percaya.

Hari ini, Senin (2/8/2021) akhirnya terungkap uang itu ternyata tidak ada.

Belum ada keterangan mengapa Heriyanti melakukan pembohongan tersebut.

Ternyata, kasus-kasus bohong berlatar menjanjikan hal-hal di luar nalar juga pernah terjadi sebelumnya

Berikut deretan kasusnya seprti dikutip dari Kompas.com

Mantan Menteri Hukum dan HAM RI Hamid Awaluddin memberikan pandangan soal hal ini.

Baca juga: Geger Sumbangan Palsu Rp 2 Triliun Akidi Tio Hebohkan Masyarakat, Aktivis Ini Sebut The Best Prank

Berikut pandangan lengkapnya berjudul Akidi Tio, Rp 2 Triliun, dan Pelecehan Akal Sehat Para Pejabat
Saya tidak bertepuk tangan. Saya tidak memberi rasa kagum, apalagi pujian.

Saya malah kian sanksi mengenai akal waras kita semua.

Saya kian teguh bahwa para pejabat di negeri ini, sama sekali belum belajar dari berbagai kejadian masa lalu.

Sejumlah orang telah melecehkan akal sehat dan memarjinalkan tingkat penalaran para pejabat negeri ini.

Hingga uang Rp2 triliun tersebut benar-benar sudah di tangan, saya tetap menganggap bahwa di negeri ini masih banyak orang yang ingin mempopulerkan diri dengan cara melecehkan akal waras para pejabat.

Baca juga: Uang Hibah Rp 2 Triliun Keluarga Akidi Tio Ternyata Hoaks, Polda Sumsel Rilis Resmi Kasus Sore Ini

1. Sumbangan Seribu Rumah di Palu

Belum terlampau lama ke belakang, seorang yang mendeklarasikan diri sebagai pilantropis dunia, telah mendeklarasikan ke publik bahwa ia menyumbang lebih seribu rumah di Palu, Sulawesi Tengah, yang baru saja dilantakkan oleh bencana alam, likuifasi. 

Orang yang sama juga telah memaklumatkan bahwa ia menyumbang beberapa ribu unit rumah yang telah diterjang oleh badai gempa bumi di Nusa Tenggara Barat.

Sang tokoh, sebelum kejadian di dua provinsi kita itu, juga membiarkan dirinya diliput pers bahwa ia membangun secara sukarela asrama prajurit pasukan elite kita.

Hingga kini, sekian tahun kemudian, semua deklarasi itu, adalah hampa belaka.

Yang lebih hebat lagi, sang pemberi janji, diganjar dengan penghargaan Bintang Mahaputra. Hebat khan?

Akibat janji-janji yang tak ditepatinya itu, Wakil Presiden ke 10 dan 12, Jusuf Kalla berteriak kencang: Cabut gelar kehormatan itu.

Baca juga: Janji Palsu Rp 2 Triliun, Gubernur Sumsel: Sudah Curiga Dari Awal, Merasa Tidak Kena Prank

2. Raja Idris dan Ratu Markonah

Sejarah Terulang Lagi Bung Karno pada era 50-an, pernah menerima sepasang suami isteri di Istana Negara.

Mereka adalah Raja Idris dan Ratu Markonah.

Mereka mengklaim diri sebagai raja dan ratu dari suku Anak Dalam di Jambi.

Mereka mendeklarasikan bisa membantu pembebasan Irian Barat.

Semua mengagumi kedua orang tersebut.

Tepuk tangan dan senyum sumringah para pejabat di negeri ini terhambur lepas.

Berbunga-bunga.

Hebat. Kedok penipuan pun tersingkap beberapa hari kemudian.

Raja Idris ternyata adalah pengayuh becak, sementara Ratu Markonah adalah pelacur kelas bawah di Tegal, Jawa Tengah.

Para pejabat terkibuli secara sistematis, yang sekaligus berarti, dua orang telah melecehkan daya nalar pejabat kita ketika itu.

Baca juga: Hotman Paris Kejar Dirjen Pajak Terkait Uang Hibah Rp 2 Triliun dari Keluarga Akidi Tio Disebut Hoax

3. Said Agil Husin Al Munawar

Kita pernah juga dikagetkan oleh Menteri Agama Said Agil Husin Al-Munawar.

Ia mengklaim bahwa ada harta karun besar yang bisa dipakai untuk melunasi seluruh utang negara.

Harta tersebut berupa emas batangan, sisa peninggalan Kerajaan Pajajaran, tersimpan di bawah Prasasti Batutulis, Bogor.

Heboh luar biasa. Rasa kagum mencuat seketika. Harapan dan optimisme pun kian berkecambah.

Sebentar lagi Indonesia bebas dari utang. 

Menko Kesra Ketika itu, Jusuf Kalla, meminta Said Agil datang menemuinya. Kementrian Agama memang di bawah kordinasi Kementerian Kesra.

Tahu tidak, berapa utang luar negeri Indonesia, begitu pertanyaan Jusuf Kalla ke Menteri Agama. Menteri Agama tak bisa menjawab. Jusuf Kalla lalu memberi hitungan dengan enteng.

Jumlah utang luar negeri kita saat itu, awal tahun 2000, kurang lebih Rp 1500 trilyun.

Baca juga: Kronologi Kasus Sumbangan Rp2 Triliun Keluarga Akidi Tio, Bikin Heboh, Anak Bungsu Diamankan Polisi

Harga emas setiap gram kala itu, adalah Rp 250 ribu per gram.

Maka, untuk melunasi utang pemerintah, kita butuh sekitar 6 ribu ton emas batangan.

Bila emas batangan tersebut kita angkut dengan truk yang berkapasitas 4 ton, dengan asumsi, panjang truk adalah 5 meter, maka kita butuh jejeran truk sepanjang 5 km, Itu artinya, truk-truk tersebut berbaris mulai dari Kebayoran Baru hingga Bundara Hotel Indonesia.

Kira-kira ada tidak emas batangan sebanyak itu di Batutulis, tanya Jusuf Kalla.

Menteri Agama terdiam lesu. Sekali lagi, akal sehat pejabat dipreteli. Logika berpikir para pejabat dianiaya.

Sayangnya, semua itu berdampak kepada masyarakat.

Setidaknya, masyarakat mempercayai kebohongan yang sistematis seperti itu.

4. Purnomo Yusgiantoro

Tahun 2007, sidang kabinet dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tiba-tiba saja, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, melapor dengan semangat berapi-api.

“Bapak Presiden, sebentar lagi Indonesia akan memiliki tiga kilang minyak baru. Dua di antaranya di kampung Pak Wapres JK, yakni di Pulau Selayar dan Parepare," ujarnya.

Tak membutuhkan waktu terlampau lama, Wapres, Jusuf Kalla, langsung angkat bicara.

Sebaiknya para menteri bila memberi laporan ke sidang kabinet, memeriksa betul akurasi data yang hendak disajikan.

Mohon menggunakan logika yang benar.

Ada dua persyaratan untuk membangun kilang minyak. Pertama, harus dekat dengan sumber daya minyak.

Kedua, dekat dengan pasar penjualan.

Kedua hal itu tidak ditemukan di Parepare dan Selayar.

Parepare itu, kampung Menteri Hukum dan HAM, Hamid Awaluddin, hanya tempat bertransaksi ikan terbang, kata Jusuf Kalla dengan kesal.

Dengan nada kecewa, Jusuf Kalla menguraikan lebih lanjut. Tidak mungkin pengusaha dari Kuwait yang Menteri ESDM sebutkan itu sebagai investor, akan membangun kilang minyak di tiga tempat di Indonesia.

"Dari mana uangnya? Utang cicilan mobil Toyota di kantor saya di Makassar saja belum dilunasi," tegas Jusuf Kalla.

Jelas sudah, bagaimana dengan entengnya para pejabat kita bisa dikibuli dan dibuai dengan rayuan gombal tanpa logika.

Jelas sudah, para pejabat kita bisa dengan enteng membiarkan dirinya dipasung dengan ketidakwarasan.

Gagal paham jika percaya Kembali ke soal keluarga Akidi Tio yang mendekarasikan diri akan mendonasikan dua triliun rupiah kekayaan mereka.

Ini sebuah gagal faham bila hendak mempercayai, sebelum benar-benar uang itu ada. Akido Tio bukanlah seseorang yang memiliki jejak jelas di bidang usaha.

Dari mana uang sebanyak itu?

Apakah lembaga perpajakan pernah mengetahui dan memungut pajak dari Akidi sedemikian banyak?

Rentetan pertanyaan logis yang harus dipakai sebelum mempercayainya.

Yang mungkin terjadi, ahli waris almarhum Akidi Tio, menemukan catatan-catatan tercecer almarhum, yang memilik kesamaran tentang harta almarhum.

Lalu, para ahli warisnya membangun mimpi-mimpi indah disertai dengan halusinasi mengenai catatan-catatan tersebut.

Untuk mewujudkan halusinasi itu, ada baiknya meminjam tangan negara melalui para pejabat dengan seribu janji.

Namanya usaha.

Pertanyaan yang relevan di sini, ialah, apa keuntungan para pejabat yang mempromosikan atau mengamini orang-orang yang dengan enteng membuat janji hampa itu? Jawabannya singkat.

Para pejabat ingin menjadi pahlawan, seolah diri merekalah yang membantu meringankan beban rakyat. Jawaban etisnya, yang bisa jadi juga, ada motif lain. Wallahu alam bissawab.

Rentetan kejadian menghebohkan tentang dugaan harta, janji investasi, dan bualan sumbangan menghebohkan, semuanya bermuara pada kebohongan.

Maka, ada baiknya bangsa kita membuat aturan tentang para pejabat yang memperkenalkan dan mengamini segala ketidakbenaran seperti deretan fakta yang telah melecehkan akal sehat bangsa kita itu.

Orang atau pihak yang menggunakan para pejabat untuk memaklumkan ketidakbenaran, juga harus juga diberi hukuman.

Harus ada ganjaran karena apa pun alasannya, memaklumkan ketidakbenaran kepada publik adalah pubic deception. Ini baru adil dan mendidik bangsa kita menjadi bangsa yang rasional. (Kompas.com/Wisnu Nugroho)

Berita Terkini