Akidi Tio Sumbang 2 Triliun ke Sumsel

Mantan Ketua DPR RI Ungkap Fakta Lain Akidi Tio, Kerabat Tong Joe Taipan Pendiri Pertamina

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penyerahan bantuan dana Rp.2 Triliun dari keluarga alm. Akidi Tio, pengusaha sukses asal Kota Langsa Kabupaten Aceh Timur yang pernah tinggal di Palembang untuk penanganan covid-19 di Sumsel, Senin (26/7/2021)

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Adanya sumbangan Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio, pengusaha asal Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur yang pernah tinggal di Palembang melalui Kapolda Sumsel, Irjen Pol Eko Indra Heri, Senin (26/7/2021) menjadi perhatian publik nasional hingga saat ini.

Mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie, putra Sumsel dan Wong Palembang, ikut berkomentar di media sosialnya, dan berharap menginspirasi mereka yang sukses dalam ekonomi saat ini untuk membantu masyarakat sekitar yang membutuhkan.

Fakta lain terungkap, ternyata Akidi Tio masih kerabat dari Tong Joe, taipan atau konglomerat Indonesia yang sukses di Singapura. Tong Joe, salah satu sosok pendiri Permina yang sekarang Pertamina. 

Mantan Sekretaris DPP Partai Demokrat tersebut menuliskan, adanya sumbangan dari Alm Akdi Tio itu merupakan terbesar kedua di dunia, setelah CEO Microsoft Bill Gates.

"Sumbangan terbesar di dunia diberikan oleh Bill Gate, no.2 di dunia adalah Alm Akdi Tio, yg dulunya tinggal di Palembang, msh kel Thong Ju, orang kaya Indonesia yang tinggal di Singapura. Beliau donasikan uang cash Rp 2 triliun. Ini harusnya menginspirasi kita semua utk berbuat sama," tulisnya.

Tangkap layar media sosial Mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie mengungkap fakta lain Akidi Tio, yang menjadi trending topik karena menyumbang Rp 2 triliun. (TRIBUN SUMSEL/ARIF BASUKI)

Saat dikonfirmasi Tribunsumsel.com, Marzuki Alie membenarkan jika ia yang menulis status tersebut, dan membenarkan jika Alm Akdi Tio masih ada hubungan keluarga dengan Tong Djoe, yang merupakan pengusaha sukses Indonesia yang saat ini bermukim di Singapura.

"Iya, Tong Djoe itu dulu orang Palembang, zaman Bung Karno menetap di Singapura yang merupakan orang kaya dan terkenal di Palembang. Dulu katanya dia (Akidi) tinggal sama Tong Djoe dan dibesarkan Tong Djoe selama ini," kata Marzuki, Selasa (27/7/2021).

Meski begitu, mantan Direktur PT Semen Baturaja ini tidak mengetahui secara pasti sosok Akidi Tio, meskipun selama ini ia aktif di bidang sosial selama ini.

"Selama ini lost kontak dan tidak tahu selama ini, jadi luar biasa. Saya sebenarnya aktif dib idang sosial dan sebagainya, namun benar- benar tidak tahu, termasuk titiknya (keberadaan, Red) Akidi, mungkin masanya. Tapi pandemi covid-19 ini mereka bantu-bantu dan luar biasalah niat mulia bantuan Rp 2 triliun itu. Artinya, d iseluruh dunia sumbangan terbesar untuk kegiatan sosial selain Bill Gate yang kedua keluarga Alm Akidi Tio ini dan ini luar biasa," jelasnya.

Marzuki sendiri menilai, meski tidak terkenal selama ini Akidi, namun pastinya ada aset- aset usaha atau bisnis keluarga Akidi di Palembang yang masyarakat luas tidak mengetahuinya selama ini.

"Katanya juga ia (Akidi) punya pabrik kecap di Palembang, tapi pastinya ada usahanya di Palembang saat ini, sebab tidak mungkin donasi untuk masyarakat Sumsel tapi tidak ada hasil di Palembang. eski sama Irjen Pol Eko ia dekat, kelihatannya ia punya hubungan emosional selama ini," ungkapnya.

Diungkapkan Marzuki meski Akidi Tio sudah tidak ada sejak lama, namun anak- anak dan keluarga besar Akidi, ia nilai luar biasa, dengan tidak membagikan harta peninggalan orang tuanya itu untuk anak- anaknya, melainkan bagi masyarakat Sumsel. 
"Artinya, tidak mempersoalkan harta orang tuanya, mengingat anak- anaknya rata- rata pengusaha sukses, sehingga mereka mendonasikan harta orang tuanya tanpa dibagi- bagi," ujarnya.

Selain itu, ia menilai sosok keluarga Alm Akdi Tio ini tidak masalah dikupas secara luas masyarakat, mengingat apa yang dilakukannya selama ini positif dan demi kebaikan, agar bisa ditiru oleh orang lain.

"Paling tidak ini bisa menginspirasi, dengan usaha yang dirintis sebelumnya hingga sukses dan mau menyumbang. Bayangkan jika satu konglomerat yang ada menyumbang Rp 1 Triliun dikali 1.000 jadi Rp 1.000 Triliun dan ini luar biasa, termasuk bagi yang masih berjalan usahanya dan asetnya puluhan triliun, untuk maulah menyumbang untuk negeri ini, supaya istilah selama ini tidak ada lagi dan kecemburuan tidak ada lagi," bebernya.

Marzuki sendiri menilai jika donasi itu digunakan untuk dana wakaf hal itu akan jadi kekuatan luar biasa, mengingat dalam penanganan Covid-19 saat ini, semuanya jadi tanggung jawab pemerintah pusat yang mengurusinya, karena sudah jadi bencana nasional, meski tidak menutup kemungkinan daerah ikut membantu.

"Kalau jadi dana wakaf dengan modal Rp 2 T, manfaatnya hingga kiamat itu, karena kita tidak bicara pengembangan dana saja, kita letakkan di bank saja sekitar 4 persen saja sudah Rp 80 milyar. Artinya setiap tahun bisa dibagikan untuk kepentingan masyarakat dan pendidikan, dimana pendidikan itu sangat penting," tuturnya, seraya ia sudah menghubungi Kapolda Sumsel untuk menyarankannya jadi dana wakaf.

Ditambahkan Marzuki, jika dana Rp 2T itu dimanfaatkan untuk pendidikan di Sumsel akan jadi luar biasa, termasuk beasiswa menjadikan anak- anak bermanfaat untuk negeri nantinya.

"Jadi kalau dibagi- bagikan, pemerintah pusat sudah ada anggaran negara dan jangan dicampuri. Tapi donasi ini untuk membangun masyarakat di Sumsel melalui pendidikan jadi luar biasa," pungkasnya, seraya ia sendiri memiliki niat kedepan untuk bisa melakukan serupa.

Tentang Tong Joe

Pejuang dan juga pengusaha Tong Djoe meninggal dunia, Selasa (9/2/2021) di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Tong Djoe meninggal dunia di usia 94 tahun.

Dikutip Tribun dari Kompas.id, semasa hidup, Tong Djoe selain menjadi pelaku sejarah perjuangan era kemerdekaan 1945, juga mengembangkan bisnis semasa Orde Lama dan Orde Baru.

Ia juga turut memperjuangkan pulihnya hubungan dua negara besar, Indonesia dan China, bersama Sukamdani Sahid Gitosardjono dan Mensesneg Moerdiono.

Semasa muda, Tong Djoe berjuang bersama AK Gani, Gubernur Sumatera Selatan di masa Perang Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1949), dengan menyelundupkan senjata untuk Republik Indonesia.

Atas jasa tersebut, Pemerintah Republik Indonesia di masa Presiden BJ Habibie memberikan penghargaan Bintang Jasa Pratama tahun 1998.

Selanjutnya, Tong Djoe yang akrab dengan Ibnu Sutowo—pimpinan Pertamina—membuka usaha Grup Tunas di Tanjong Pagar, Singapura, tahun 1970-an, serta menjalin hubungan diplomasi publik yang baik antara Indonesia, Singapura, dan China.

Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Rakyat China Soegeng Rahardjo yang dihubungi, mengatakan, Tong Djoe dan Sukamdani adalah ”duet maut” yang mampu memulihkan hubungan Jakarta-Beijing.

”Beliau berdua memiliki wawasan strategis dan menjalankan diplomasi publik yang efektif antara dua negara penting di kawasan. Pak Tong Djoe pun tidak mau kelihatan atas peran selama ini yang sangat strategis,” kata Soegeng, yang pernah menjadi diplomat di Amerika Serikat, Amerika Latin, Australia, dan Dubes di Afrika Selatan serta China.

Soegeng menambahkan, Sukamdani Sahid berhasil meyakinkan Presiden Soeharto, dan Tong Djoe menjadi jembatan ke pihak Beijing dalam langkah strategis memulihkan kembali hubungan diplomatik RI dan China yang sama-sama ikut menjadi motor Konferensi Asia Afrika 1955 bersama India dan Mesir.

Soegeng mengenang perbincangannya bersama Tong Djoe tahun 2019 di Jakarta selama dua jam lebih.

Tong Djoe yang mendirikan grup usaha Tunas itu sangat bersahaja dan mengingatkan pentingnya hubungan strategis yang saling melengkapi antara Indonesia dan China.

Dalam pandangan Soegeng, salah satu kelebihan Indonesia dalam relasi saling melengkapi dengan China adalah kemampuan diplomasi Indonesia dalam menjalin hubungan tanpa mendominasi.

Sebagai bukti adalah kesetaraan dan stabilitas ASEAN sebagai blok ekonomi nomor empat di dunia.

Tong Djoe semasa hidup sangat mengedepankan rasa dan budaya dalam menjalin hubungan Indonesia-China.

Sebagai sesama negara dengan peradaban tua ribuan tahun, China dan Indonesia merupakan faktor penentu di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.

Narasi tentang warisan peradaban Asia tersebut dipertegas oleh mantan Presiden Dewan Keamanan PBB dan Dubes Singapura untuk PBB, Kishore Mahbubani, yang menulis buku The New Asian Hemisphere dan Has China Won yang menjelaskan betapa peradaban China, Indonesia-ASEAN, India, dan dunia Islam terus berkembang dan memiliki peradaban tua yang mengedepankan olah rasa dan tenggang rasa dalam menjalin hubungan regional dan internasional.

Hubungan sesama bangsa Asia yang telah berjalan ribuan tahun dilandasi pada budaya dan persahabatan, bukan dibatasi sekat persaingan ideologi demokrasi dan sosialisme dan juga komunisme, yang sebetulnya warisan awal abad ke-20 di Eropa kemudian dibawa ke Asia dan Afrika.

Kolumnis dan pengamat ekonomi Christianto Wibisono dalam esai tentang Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Moerdiono, Sukamdani dari Grup Sahid, dan Tong Djoe menuliskan, gerilya mereka bertiga tahun 1985 menghasilkan pemulihan hubungan diplomatik RI-China tahun 1990. Christianto Wibisono menulis, Tong Djoe menghabiskan hari tuanya secara sederhana, tinggal di sebuah rumah toko di bilangan Jalan Hayam Wuruk, tidak jauh dari kantor Kompas Gramedia di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat.

Adapun mantan pengajar Bahasa Indonesia dan staf China Radio Internasional seksi Bahasa Indonesia di Beijing, Edi Prabowo Witanto, yang berinteraksi dengan Tong Djoe di China dalam kurun 1994-1997 mengatakan, Tong Djoe adalah sosok besar yang tidak kelihatan. ”Banyak taipan kita kenal namanya yang mengembangkan bisnis antara Indonesia dan China. Tetapi, di balik layar, orang yang banyak berperan adalah Pak Tong Djoe. Dalam hubungan bisnis resmi ataupun hubungan antarpejabat dua negara, beliau banyak berperan di balik layar,” kata Edi Prabowo.

Menurut Edi Prabowo, ada pertemuan dan kesepakatan penting Indonesia-China yang dicapai dalam kurun waktu panjang yang di belakang layarnya ada sosok Tong Djoe sebagai penyampai pesan dan pembuka lobi informal antara dua negara.

Sejak masa Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo, Tong Djoe menjadi sosok yang dihormati serta berdiri sebagai orangtua yang arif dalam membina hubungan Indonesia-China.

Ikuti Kami di Google Klik

Berita Terkini