Sebelumnya Ngannou mempunyai kesempatan beradu jotos di octagon dengan lawan yang sama pada UFC 220, Januari 2018 lalu.
Pada kesempatan pertama, Ngannou menelan kekalahan dari Miocic yang mengakibatkan gagal menggondol gelar miliknya.
Alhasil duel menghadapi petarung Amerika Serikat itu merupakan kesempatan kedua bagi Ngannou untuk menunjukkan keganasannya.
Jelang rematch tersebut, BolaSport.com akan mengupas sedikit profil kehidupan Ngannou.
Popularitas yang diperoleh Ngannou dipenuhi drama yang mengiringi perjalanan kehidupannya.
Petarung Kamerun tersebut lahir dari ayah yang dikenal sebagai jagoan jalanan di lingkungannya.
Melihat ayahnya sebagai petarung jalanan, Ngannou enggan mengikuti jejak sang ayah untuk hebat di lingkungannya saja.
Ngannou ingin menjadi seorang petinju yang cukup handal dan hebat di atas ring.
Meski begitu, bukan perkara mudah bagi Ngannou untuk mencapai keinginan tersebut di lingkungan yang penuh dengan kegelapan.
Ngannou sempat dilanda frustasi untuk mewujudkan impian menjadi petinju karena tidak mendapat dukungan dari keluarganya.
Hal itu petarung 34 tahun itu bicarakan tatkala menjadi bintang tamu dalam podcast Hotboxin' bersama Mike Tyson.
Berbicara di depan Mike Tyson, Ngannou mengaku pernah bekerja sebagai tukang ojek motor untuk menyambung hidupnya.
"Saya dulu menjadi taksi motor di Afrika. Suatu saat saya berpikir saya tak bisa melakukan ini selamanya, bagaimana dengan mimpi saya?" kata Ngannou.
"Umur saya saat itu 22 tahun. Saya berhenti sekolah saat usia 17 tahun. Saya berpikir apa yang saya lakukan selama ini, tidak ada?"
"Saya bertekad mengejar mimpi saya. Saya menjual motor saya. Lalu keluarga saya, semua orang berkata, 'Francis sudah gila'," ucap dia menambahkan.