TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang menjatuhkan vonis percobaan kepada 5 mahasiswa yang ditangkap lantaran merusak mobil aparat kepolisian saat demo menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Dalam putusannya majelis hakim yang diketuai Sahlan Effendi menjatuhkan pidana 10 bulan penjara terhadap terdakwa.
Akan tetapi hukuman tersebut baru dijalani apabila para terdakwa melakukan tindak pidana dalam kurun 1 tahun 6 bulan.
"Selain itu memerintahkan agar para terdakwa segara dibebaskan dalam waktu 1x24 jam setelah putusan dibacakan," ujar hakim seraya mengetok palu tanda sahnya putusan pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (28/1/2021).
Sontak, putusan ini mendapat tepuk tangan dari puluhan mahasiswa dan keluarga para terdakwa yang hadir di ruang sidang.
Kelegaan jelas terpancar dari raut wajah mereka.
Tangis haru langsung tak tertahankan usai putusan tersebut dibacakan.
Mulai dari orang tua para terdakwa hingga puluhan mahasiswa yang hadir, seketika tak kuasa menahan air mata bahagia menyikapi putusan tersebut.
"Saya berjuang selama 115 hari mengikuti proses sidang ini. Saya tidak pernah absen menghadiri sidang ini. Dan sekarang anak saya bisa bebas meskipun bersyarat, saya sangat-sangat bersyukur," ujar Sumala Rantauhati (51) orang tua Naufal Imandalis salah seorang terdakwa, seraya menangis bahagia saat ditemui di luar ruang sidang setelah vonis dibacakan.
"Terima kasih pak hakim, terima kasih semuanya," sambungnya seraya terisak.
• Dijaga Ketat Aparat, Sidang Putusan 5 Mahasiswa di Palembang Demo Tolak UU Omnibus Law
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan kelima terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan pasal 170 ayat 1 KUHP.
Namun dengan vonis percobaan yang dijatuhkan, para terdakwa tidak perlu menjalani masa tahanan bila selama 1,6 tahun tidak terlibat dengan tindak pidana.
Sementara itu, sidang ini dijaga ketat oleh aparat kepolisian yang telah menerapkan penjagaan sejak pagi hari.
Pantauan di lapangan, sejumlah mahasiswa dan keluarga para terdakwa yang hadir ke ruang sidang sempat mendapat teguran dari aparat agar tak membuat kerumunan.
Meski begitu, sidang ini tetap berjalan kondusif hingga selesai.
Dijagat Ketat Aparat
Penjagaan ketat aparat kepolisian mewarnai persiapan sidang putusan lima mahasiswa di Palembang yang ditangkap lantaran merusak mobil aparat kepolisian saat demo menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Aparat kepolisian terlihat sudah berjaga di gedung Pengadilan Negeri Palembang sejak pagi, Kamis (28/1/2021).
Tak hanya aparat, gedung pengadilan juga sudah ramai dipadati keluarga para terdakwa maupun sejumlah mahasiswa yang bersiap menyaksikan jalannya sidang putusan hari ini.
Rintik hujan yang mengguyur kota Palembang nyatanya tak menyurutkan rekan sejawat kelima terdakwa untuk menyaksikan detik-detik mendebarkan tersebut.
Diketahui, majelis hakim dalam sidang ini dipimpin oleh Sahlan Effendi dan beragenda pembacaan putusan.
Tuntutan 2 Tahun Penjara
Diberitakan sebelumnya JPU Kejati Sumsel menuntut dua tahun penjara terhadap lima mahasiswa di Palembang yang ditangkap lantaran merusak mobil aparat kepolisian saat demo menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Selasa (5/1/2021).
Sontak hal ini menuai air mata dari para keluarga termasuk orang tua kelima terdakwa yang hadir langsung ke ruang persidangan di Pengadilan Negeri Palembang.
"Astagfirullah," ujar salah seorang orang tua terdakwa seraya menghapus air matanya.
Adapun identitas dari kelima terdakwa yaitu M. Bartha Kusuma, Naufal Imandalis, Rezan Septian Nugraha, Awwabin Hafiz dan M Haidir Maulana.
Para terdakwa merupakan mahasiswa dari beberapa Universitas di Kota Palembang.
Saat membacakan tuntutannya, JPU menyebut kelima terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan dengan sengaja menghancurkan barang berupa 1 unit mobil merk Daihatsu Terrios warna oranye yang bertuliskan PAM OBVIT.
Atas hal tersebut kelima terdakwa telah melanggar pasal 170 KUHP.
"Atas perbuatan kelima terdakwa, agar majelis hakim mengadili para terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun," ujar JPU Susanti.
Ditemui setelah persidangan, penasihat hukum dari salah seorang terdakwa, Redho Junaidi mengaku sangat keberatan dengan tuntutan pidana terhadap kliennya.
Sebab menurutnya, dari seluruh saksi yang dihadirkan dalam persidangan, tidak ada satupun yang melihat kejadian aksi pengrusakan.
Baik melalui CCTV serta video yang viral dibeberapa media sebagai barang bukti.
"Sekali lagi jelas dalam sidang beberapa waktu tidak ada satupun alat bukti yang membuktikan klien kami melakukan perusakan, hal tersebut akan kami sampaikan pada pembelaan nanti," ujarnya.
Apalagi, para terdakwa juga masih berusia muda dan memiliki masa depan yang masih panjang.
Untuk itu, penasihat hukum telah bersiap untuk mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada sidang selanjutnya.
"Mereka (para terdakwa) hanya melalukan demonstrasi. Itu semata-mata untuk menyampaikan aspirasi sebagai mahasiswa yang mewakili suara rakyat. Apalagi masa depan mereka juga masih panjang. Untuk itu kami akan terus mengejar keadilan bagi mereka," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, ketegangan mewarnai aksi unjuk rasa menolak disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang digelar oleh ribuan mahasiswa di halaman gedung DPRD Provinsi Sumsel, Kamis (8/10/2020) lalu.
Tak hanya terjadi aksi saling kejar, lempar batu, air mineral dan guyuran gas air mata.
Ketegangan juga mengakibatkan rusaknya sejumlah fasilitas yang berada di seputaran lokasi demo.
Terlihat, dua motor polisi dan dua mobil dinas polisi yang terparkir dekat dengan lokasi demo, tak luput menjadi bulan-bulanan kekesalan massa.
Mobil Pam Obvit Polda Sumsel bahkan sampai terbalik dan mengalami kerusakan cukup parah akibat luapan kekesalan massa yang merasa emosi.
Suasana baru kondusif setelah perwakilan massa dan aparat kepolisan saling berdiskusi dan memenangkan situasi.