Seringkali pengemudi yang sudah siap mengantisipasi tetap ikut terlibat kecelakaan. Penyebabnya karena ketidaksiapan pengemudi lain yang ada di belakangnya.
TRIBUNSUMSEL.COM-Chacha Sherly meninggal dunia setelah menjadi korban kecelakaan beruntun di Tol Semarang-Solo, Senin (4/1/2020).
Kecelakaan beruntun pada pukul 14.30 WIB itu melibatkan tujuh kendaraan.
Untuk diketahui, kecelakaan beruntun bisa terjadi di mana saja.
Apakah sedang berada di jalan tol, jalan dalam kota, atau jalan lintas.
Belajar dari kejadian yang dialami Chacha Sherly, Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, dalam kasus tabrakan beruntun, seringkali pengemudi yang sudah siap mengantisipasi tetap ikut terlibat kecelakaan.
Penyebabnya karena ketidaksiapan pengemudi lain yang ada di belakangnya.
Atas dasar itu, pencegahan tabrakan beruntun harus dilakukan bersama-sama.
Menurut Jusri, hal pertama untuk mencegah terjadinya tabrakan beruntun adalah jangan melakukan perlambatan mendadak.
Sebab tidak semua pengemudi siap mengantisipasi.
Baca juga: Fakta Kecelakaan Mobil Chacha Sherly, Kecepatan 70 Km, Mobil Terpental Pindah Jalur
Pengemudi juga harus selalu siap dan tidak boleh kehilangan kensentrasi saat mengemudi terutama di jalan tol.
Jusri menilai, saat mengemudi dalam waktu lama acapkali otak akan mengalami stagnan.
Kondisi inilah yang berpotensi menyebabkan terjadinya tabrakan beruntun.
“Karena bosan, ketika ada mobil di depan ngerem tiba-tiba dia tidak bisa mengantisipasi dengan maksimal. Maka dari itu, penting untuk tidak memaksakan berkendara lebih dari dua jam,” ujar Jusri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/1/2021).
Kemudian, Jusri melanjutkan, bila menemukan kecelakan di jalan secara mendadak, pengemudi jangan hanya mengantisipasi bahaya di depan, tapi juga di belakang.
“Jangan langsung mengerem, sebab belum tentu pengemudi kendraan di belakang mampu melakukan hal serupa."
"Ada baiknya pengemudi melihat dulu kondisi di belakang sebelum melakukan tindakan. Sehingga bisa saja keputusan mengerem tidak jadi dan keputusan yang lebih baik adalah menghindar karena adanya ancaman dari belakang,” katanya.
Baca juga: Fakta Chacha Sherly Meninggal Dunia, Sempat Tak Sadarkan Diri hingga Ada Dugaan Pendarahan di Otak
Jusri kembali menegaskan, pengemudi sebaiknya selalu mengingat jarak aman ketika berkendara jarak aman antar kendaraan baik di depan maupun di belakang adalah 3 detik.
Cara ini bisa dilakukan dengan mengikuti kendaraan yang searah dan pastikan kecepatan kendaraan kita sama dengan kendaraan yang ada di depan.
“Cari objek statis untuk tolok ukur yang ada di kiri atau kanan jalan, bisa berupa pohon, jembatan, atau patokan Kilometer jika sedang berada di jalan tol,” ujar Jusri.
Setelah menentukan tolak ukur, dan kendaraan di depan sudah melewati batas tersebut, maka perhitungan mulai dilakukan.
Perhitungan dilakukan dengan cara menyebut satu per satu, satu per dua, satu per tiga, sampai kendaraan kita tepat melewati tolok ukur tersebut.
“Ketika hasil hitungan jarak dengan objek statis yang sudah ditentukan sesuai berarti kendaraan sudah berada di jarak aman,” kata Jusri.
Jusri menjelaskan, penyebutan detik sengaja dibuat dengan sedemikian rupa agar hasil yang didapatkan lebih akurat.
“Kemampuan persepsi manusia dalam melihat bahaya itu memerlukan waktu kurang lebih tiga detik. Mulai dari mata melihat, otak memproses, sampai menginjak rem itu waktunya kurang lebih satu detik."
"Sedangkan reaksi mekanis berjalan saat rem diinjak, buster bekerja dorong minyak rem sampai kaliper, memiliki waktu kurang lebih setengah detik,” katanya.