Mahfud MD Sebut FPI Secara De Jure Telah Bubar Sebagai Ormas Sejak 20 Juni 2019

Editor: Weni Wahyuny
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahfud MD umumkan penghentian kegiatan FPI

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Front Pembela Islam (FPI) disebut sudah dibubarkan sebagai organisasi masyarakat (ormas) secara de jure (berdasarkan hukum), bahkan sejak 2019.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Menurut Mahfud, sejak 20 Juni 2019 secara de jure FPI sudah bubar sebagai ormas, namun tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban umum.

"FPI sejak 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan, dan bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping, razia sepihak, provokasi dan sebagainya,” kata Mahfud dalam keterangan persnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (30/12/2020).

Baca juga: BREAKING NEWS : Pemerintah Hentikan Kegiatan FPI, Link Streaming Konferensi Pers Mahfud MD Soal FPI

Baca juga: Mahfud MD : Mulai Hari Ini Kalau Ada Organisasi Mengatasnamakan FPI Dianggap Tak Ada, Harus Ditolak

Dengan demikian, karena tidak ada dasar hukum organisasi, maka pemerintah pun memutuskan untuk melarang dan menghentikan semua aktivitas yang dilakukan FPI.

"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik sebagai ormas maupun sebagai organisasi biasa," ucap Mahfud.

Ia menambahkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 82/PUU XI/2013 maka FPI tak memiliki dasar hukum (legal standing) untuk berkegiatan.

"Jadi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan putusan MK No.82/PUU XI/ 2013 tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI," ujar Mahfud.

Mahfud MD Umumkan Penghentian Kegiatan FPI

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan menghentikan kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Hal itu diungkapkan Mahfud MD dalam konferensi pers, Rabu (30/12/2020).

"Bahwa FPI sejak 20 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang melanggar hukum," ungkap Mahfud MD dikutip dari Kompas TV.

"Seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi, dan sebagainya," ungkapnya.

Mahfud MD menyebut berdasar peraturan perundang-undangan dan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan FPI.

"Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik ormas maupun organisasi biasa," ujarnya.

"Kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI, dianggap tidak ada dan harus ditolak, terhitung hari ini," tegas Mahfud.

Penghentian kegiatan FPI disebut Mahfud MD tertuang dalam Surat Keputusan Bersama enam pimpinan tertinggi kementerian dan lembaga.

Yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT.

Adapun dalam konferensi pers tersebut, Mahfud MD didampingi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yassona Laoly, dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Jhonny G Plate.

Kemudian Jaksa Agung Burhanudin, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Idam Azis, Kepala KSP Moeldoko, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar, dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae.

Beredar Surat Telegram Sebut Pembubaran Ormas FPI, HTI, JAT, FUI, MMI

Dikutip dari Wartakotalive, sebuah surat telegram (TR) beredar berisi mengenai perintah pembubaran organisasi masyarakat (ormas).

Beredar surat pembubaran sejumlah ormas, salah satunya FPI (Istimewa)

Di mana dituliskan beberapa ormas antara lain Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Aliansi Nasional Anti Syiah (ANAS), Jamaah Ansarut Tauhit, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Forum Umat Islam (FUI), dan Front Pembela Islam (FPI) dilarang melakukan aktivitas.

Surat telegram itu pun langsung dibantah oleh Kabaintelkam Polri Komjen Pol Rycko Amelza.

"Hoax!" kata Rycko Amelz ketika dikonfirmasi Wartakotalive.com, melalui pesan WhatsApp, Kamis (24/12/2020).

Rycko juga membagikan Surat Telegram tersebut yang telah dibubuhi kata HOAX.

Seperti diketahui, beredar surat perintah pembubaran Ormas (Organisasi Masyarakat) yang ditujukan kepada para Kapolda.

Ormas FPI disebut salah satu Ormas yang terkena dampak pembubaran.

Dalam surat telegram tersebut tertulis surat dari Kapolri kepada para Kapolda.

Surat bernomor STR/965/XII/IPP 3.1.6/2020 itu dibuat tanggal 23 Desember 2020.

Disebutkan dalam surat itu Presiden Joko Widodo telah menandatangani peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) Pembubaran Ormas.

Maka dari hal tersebut, para Dir diimbau melakukan monitoring dalam perkembangan tersebut.

Polisi diminta agar membubarkan Ormas yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Disebut ada enam Ormas yang tidak diperbolehkan lagi beraktifitas yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Aliansi Nasional Anti Syiah (ANAS), Jamaah Ansarut Tauhit, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Forum Umat Islam (FUI), dan Front Pembela Islam (FPI).

"Secara sah tidak diperbolehkan untuk melakukan aktifitas organisasinya," tulis surat itu.

Dalam surat tertera nama Kapolri Kabaintelkam Irjen Pol Suntana berikut sebuah tanda tangan.

Wartakotalive.com mencoba konfirmasi hal itu ke Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus terkait kebenaran surat tersebut.

Yusri menampik kebenaran surat tersebut.

Menurut Yusri pihak Polda Metro Jaya tidak menerima surat tersebut.

"Informasi itu hoaks. Kami tidak pernah menerima surat itu," papar Yusri dikonfirmasi Kamis (24/12/2020).

Lahan ponpes milik Habib Rizieq diminta dikosongkan

Akhir-akhir ini FPI dilanda masalah pelik.

Setelah imam besar mereka, Habib Rizieq Shihab dipenjara, muncul surat yang meminta agar pihak Habib Rizieq mengembalikan tanah yang kini digunakan untuk pondok pesantren di Megamendung.

Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Naning DT membenarkan pihaknya membuat surat somasi.

Surat somasi ditujukan untuk seluruh okupan di wilayah perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Naning juga menegaskan lahan yang ditempati Markaz Syariah tersebut merupakan milik PT PN VIII.

"Dengan ini kami sampaikan bahwa PT Perkebunan Nusantara VIII telah membuat Surat Somasi kepada seluruh okupan di Wilayah Perkebunan Gunung Mas, Puncak, Kabupaten Bogor."

"Dan Markaz Syariah milik pimpinan FPI memang benar ada di areal sah milik kami," kata Naning lewat keterangan tertulis yang terkonfirmasi, Kamis (24/12/2020).

Sebelumnya, beredar di media sosial surat somasi yang diarahkan kepada pondok pesantren Markaz Syariah milik pimpinan FPI Rizieq Shihab di Megamendung, Bogor.

Dilihat Tribunnews, Kamis (23/12/2020), surat tersebut berasal dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII tertanggal 18 Desember 2020.

Tertulis di sana, ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN VII, Kebun Gunung Mas, seluas kurang lebih 30,91 hektare.

Penggunan oleh Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah sejak 2013, disebut tanpa izin dan persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara VIII.

"Tindakan saudara tersebut merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak."

"Larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan atau pemindahan sebagaimana yang diatur dalam pasal 385 KUHP."

"Perpu Nomor 51 Tahun 1960 dan atau Pasal 480 KUHP," tulis isi surat tersebut.

Markaz Syariah pun diminta menyerahkan lahan tersebut kepada PTPN VIII selambat-lambatnya 7 hari setelah surat tersebut dilayangkan.

"Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat ini saudara tidak menindaklanjuti, maka kami akan melaporkan ke kepolisian cq Kepolisian Daerah Jawa Barat," lanjut isi surat itu.

Sementara, pihak Ponpes Markaz Syariah menjelaskan status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah FPI tersebut pada 13 November 2020.

Pihak ponpes membenarkan sertifikat HGU-nya atas nama PT. PN VIII.

"Masyarakat Megamendung itu sendri sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tersebut," kata Pihak Ponpes lewat keterangan, setelah dikonfirmasi Wasekum FPI Aziz Yanuar, Kamis (23/12/2020).

Sehingga, kata pengurus, sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang/akan dibatalkan jika lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU/pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.

"Perlu dicatat bahwa masuknya Imam Besar Habib Rizieq Shihab dan Pengurus Yayasan Markaz Syariah Megamendung untuk mendirikan Ponpes, yaitu dengan membayar kepada petani, bukan merampas."

"Dan para petani tersebut datang membawa surat yang sudah ditanda-tangani oleh Lurah & RT setempat."

"Jadi tanah yang didirikan Ponpes Markaz Syariah itu semua ada suratnya."

"Itulah yang dinamakan membeli tanah Over-Garap," tambahnya.

Pihak Ponpes menambahkan dokumen tersebut lengkap dan sudah ditembuskan kepada institusi negara dari bupati sampai gubernur.

"Jadi kami tegaskan sekali lagi bahwa kami tidak merampas tanah PT PN VIII, tetapi kami membeli dari para petani."

"Bahwa Pihak Pengurus Markaz Sysriah Megamendung siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara."

"Tapi silakan ganti rugi uang keluarga dan Ummat yg sudah dikeluarkan untuk Beli over-garap tanah dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan."

"Agar biaya ganti rugi tersebut bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain," papar pihak Markaz Syariah.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahfud MD: Secara De Jure FPI Bubar 20 Juni 2019, tetapi Lakukan Aktivitas Langgar Ketertiban"

Berita Terkini