"Mamaknya bercerai dengan bapaknya waktu itu, kebetulan keluarga B pernah sewa saya punya rumah. Jadi saya minta B untuk kami adopsi jadi anak angkat, kasihan kan, itu tahun berapa lupa saya," imbuhnya.
Sejak itu, ia disekolahkan di taman kanak-kanak (TK).
Meski masih di usia TK, B dikatakan sudah kerap mencuri.
Adam menceritakan, dalam usia tersebut, B mencuri nominal kecil mulai Rp 10.000 sampai Rp 50.000 di sejumlah warung warung warga di sekitar tempat tinggalnya.
Akibatnya, banyak warga yang melaporkan ulah nakal B kepada Adam selaku ayah angkat.
"Saya panggil dia, saya kasih jumpa orang orang yang melapor kalau dia mencuri, saya kasih kettek (pukul) tangannya pakai bambu kecil," kata Adam.
"Apa dia jawab? ‘Pusing kepalaku pak kalau tidak mencuri’, tertawa orang dengar dia cakap. Macam mana tidak pening (pusing) kepala kalau macam itu dia punya jawaban?" tuturnya.
Akibat ulahnya tersebut, Adam kemudian mengembalikannya ke ibunya setelah sekitar satu tahun mengadopsinya.
Adam mengaku malu karena sudah sangat sering masyarakat melaporkan pencurian yang dilakukan B meski jumlahnya tidak seberapa.
"Kalau nakalnya macam anak anak umum, dalam artian tidak mencuri, masih boleh saya kasih sekolah, biar sampai SMP mau saya kasih biaya," katanya.
"Cuma kalau mencuri begitu, malu kita," sambung Adam.
Ketua RT Buka Suara
Kebiasaan B yang meresahkan warga bahkan sempat memicu keributan antara warga sekitar dan Dinas Sosial (Dinsos) Nunukan.
Warga mengaku disalahkan dan dituding tidak peka bahkan abai dengan kondisi B.
Akas, ketua RT di lokasi B tinggal, mengatakan warga sempat menantang Dinsos Nunukan untuk mencarikan balai rehabilitasi khusus untuk B dan biayanya dibagi dua.