Ada 18 Anggota DPR Terinfeksi Covid-19, DPR RI Ungkap Alasan Pengesahan UU Cipta Kerja Dipercepat

Editor: Weni Wahyuny
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNSUMSEL.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ungkap alasan mempercepat masa reses yang berimbas pada dipercepatnya pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU.

Menurut Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin berdasarkan data yang diterimanya, ada 18 anggota DPR yang terpapar Covid-19.

"Ini makanya kan resesnya dipercepat, supaya enggak penyebaran (Covid-19)," kata Azis di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/10/2020) dilansir dari Kompas TV. "18 anggota DPR (terpapar Covid-19), selebihnya staf anggota dan lain-lainnya," ujarnya.

Azis sebelumnya juga menjelaskan dalam rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021, Senin (5/10/2020), tentang penutupan masa sidang yang dipercepat DPR.

 

Ini karena pertimbangan adanya anggota DPR yang terinfeksi virus corona.

Tubuh Rustam Tak Utuh Lagi, Kronologi Nelayan di Banyuasin Tewas Dimangsa Buaya, Sempat Menghilang

6 Remaja Gelar Pesta Seks Selama 4 Hari di Rumah Kosong, Ada yang Mengaku Pernah Berganti Pasangan

"Ada anggota DPR terpapar Covid-19, begitu juga staf ASN dan staf anggota, kita doakan sahabat-sahabat anggota DPR dan staf yang terpapar dalam segera pulih," kata Azis.

Sebagai informasi, omnibus law RUU Cipta Kerja telah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR.

Kebanyakan fraksi DPR dan pemerintahan setuhu akan hal tersebut.

Penyerahan Draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja oleh pemerintah ke DPR RI di Jakarta, Rabu (12/2/2020). (KOMPAS.COM/MUTIA FAUZIA)

Dikutip Tribunnewswiki dari Kompas.com, seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja ditolak oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Partai Demokrat.

Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Perekonomian yang mewakili pemerintah mengungkapkan, RUU Cipta Kerja memberikan manfaat untuk pemerintah dan masyarakat.

RUU Cipta Kerja, lanjut Airlangga, diperlukan untuk mendongkrak lapangan pekerjaan dan efektivitas birokrasi.

"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi,"tutup Menteri Koordinator Perekonomian ini.

Undang-Undang Cipta Kerja

Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan Presiden dan merupakan RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.

Isi UU Cipta Kerja didukung oleh seluruh partai pendukung koalisi pemerintah. Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU menjadi UU Cipta Kerja ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.

Tujuh fraksi partai pendukung RUU Cipta Kerja untuk disahkan menjadi UU antara lain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Secara keseluruhan RUU yang disusun dengan metode omnibus law itu terdiri dari 15 bab dan 174 pasal dari yang sebelumnya 15 bab dengan 185 pasal.

Secara keseluruhan, ada 1.203 pasal dari 73 undang-undang terkait dan terbagi atas 7,197 daftar inventarisir masalah (DIM) yang terdampak RUU tersebut.

Rancangan Undang-Undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

 

Pembahasan Kilat dan Kejar Tayang

Sebelum disahkan oleh DPR menjadi UU Cipta kerja, pembahasan RUU cipta Kerja terbilang kilat dibandingkan pembahasan RUU lain.

Bahkan, target awalnya RUU Cipta Kerja bisa diselesaikan sebelum 17 Agustus meskipun negara tengah digempur pandemi Covid-19.

Kejar tayang pembahasan RUU ini diklaim demi kemudahan investasi di Indonesia.

Sidang-sidang pembahasannya dilakukan siang malam bahkan hingga larut malam, meskipun dibahas di tengah masa reses dan pandemi.

Pemerintah dan Baleg DPR RI memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo ( Jokowi) pada 24 April lalu.

Hal ini untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Dengan segera disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, diharapkan bisa mendorong peningkatan investasi, terutama investasi asing di Tanah Air.

Peningkatan investasi, menurut pemerintah, akan mengatrol pertumbuhan ekonomi sekaligus menciptakan peluang kerja lebih banyak terutama di masa pandemi virus corona (Covid-19).

Rancangan Undang-Undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020). Inilah isi lengkap UU Omnibus Law Cipta Kerja dan kronologi perumusannya. (TribunnewsWiki)

Ditolak Serikat Buruh

Sejumlah serikat pekerja menyatakan kecewa dengan hasil pembahasan RUU Cipta Kerja antara lain FSPM dan FSBMM, SERBUK Indonesia, PPIP, FSP2KI dan FBTPI. Ketua Umum SERBUK Indonesia Subono menilai, pekerjaan baru yang dijanjikan oleh Omnibus Law ini bukanlah pekerjaan nyata.

RUU Cipta Kerja hanya salah satu bagian dari omnibus law.

Dalam omnibus law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan, antara lain RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Namun demikian, Omnibus Law Cipta Kerja jadi RUU yang paling banyak jadi sorotan publik. Selain dianggap banyak memuat pasal kontroversial, RUU Cipta Kerja dinilai serikat buruh hanya mementingkan kepentingan investor.

Secara substansi, RUU Cipta Kerja adalah paket Omnibus Law yang dampaknya paling berpengaruh pada masyarakat luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia.

Hal ini yang membuat banyak serikat buruh mati-matian menolak RUU Cipta Kerja.

Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law adalah dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar pekerja.

Salah satu yang jadi sorotan yakni penghapusan skema upah minimum UMK yang diganti dengan UMP yang bisa membuat upah pekerja lebih rendah.

Lalu, buruh juga mempersoalkan Pasal 79 yang menyatakan istirahat hanya 1 hari per minggu.

Ini artinya, kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat kepada pekerja atau buruh makin berkurang dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Beberapa ketentuan RUU Cipta Kerja juga dianggap kontroversial antara lain terkait pekerja kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial.

Suasana pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Klaim Pemerintah

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim, RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan bermanfaat besar untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional dan membawa Indonesia memasuki era baru perekonomian global.

Airlangga mengatakan, RUU Cipta Kerja ditujukan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan investasi dan pembukaan lapangan kerja.

Hal itu dilakukan melalui penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, kemudahan bagi pelaku usaha terutama UMKM, ekosistem investasi yang kondusif, hingga penciptaan lapangan kerja untuk menjawab kebutuhan angkatan kerja yang terus bertambah.

Ia juga mengatakan, manfaat yang dapat dirasakan setelah berlakunya UU Omnibus Law Cipta Kerja antara lain pelaku UMKM berupa dukungan dalam bentuk kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submission).

Selain itu ucap Airlangga, ada kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), kemudahan dalam mendirikan Perseroan Terbuka (PT) perseorangan, hingga kemudahan dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM.

Tidak hanya itu, RUU Cipta Kerja juga disebut menawarkan kemudahan dalam pendirian koperasi, dengan menetapkan minimal jumlah pendirian hanya oleh 9 orang.

Koperasi juga diberikan dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan prinsip usaha syariah, selain juga kemudahan dalam pemanfaatan teknologi.

Pembahasan terkait RUU Cipta Kerja ini pun mengundang penolakan terutama dari kalangan buruh.

Berbagai serikat pekerja yang berafiliasi kepada global unions federations menyatakan kekecewaannya terhadap hasil pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja tingkat pertama pada Sabtu malam (3/10/2020).

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Kaka)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul 18 Anggota DPR Positif Covid-19, UU Cipta Kerja Pun Buru-buru Disahkan

Berita Terkini