TRIBUNSUMSEL.COM - Istisqo’ adalah salah satu ibadah yang dilakukan untuk meminta pada Allah Ta’ala agar diturunkannya hujan.
Para ulama sepakat bahwa shalat istisqo’ termasuk ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menurut mayoritas ulama, shalat istisqo’ disunnahkan ketika terjadi kekeringan atau bencana kemarau panjang lainnya.
Berikut dalil yang menunjukkan disyariatkannya shalat istisqo’:
Abdullah bin Zaid berkata,
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِلَى الْمُصَلَّى وَاسْتَسْقَى وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ حِينَ اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ. قَالَ إِسْحَاقُ فِى حَدِيثِهِ وَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَدَعَا
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar ke tanah lapang dan beliau hendak melaksanakan istisqo’ (meminta hujan). Beliau pun merubah posisi rida’nya (yang semula di kanan dipindah ke kiri dan sebaliknya) ketika beliau menghadap kiblat. (Ishaq mengatakan), “Beliau memulai mengerjakan shalat sebelum berkhutbah kemudian beliau menghadap kiblat dan berdo’a”.”
• Tata Cara Sholat Hajat Lengkap dengan Bacaan Niat Bahasa Arab dan Latin Serta Terjemahannya
Tata cara shalat istisqo’ yang diajarkan oleh Rasulullah saw:
1. Hendaklah jama’ah bersama imam keluar menuju tanah lapang dalam keadaan hina, betul-betul mengharap pertolongan Allah dan meninggalkan berpenampilan istimewa (meninggalkan berhias diri).
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مُتَبَذِّلاً مُتَوَاضِعًا مُتَضَرِّعًا حَتَّى أَتَى الْمُصَلَّى – زَادَ عُثْمَانُ فَرَقِىَ عَلَى الْمِنْبَرِ ثُمَّ اتَّفَقَا – وَلَمْ يَخْطُبْ خُطَبَكُمْ هَذِهِ وَلَكِنْ لَمْ يَزَلْ فِى الدُّعَاءِ وَالتَّضَرُّعِ وَالتَّكْبِيرِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّى فِى الْعِيدِ
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dalam keadaan meninggalkan berhias diri, menghinakan diri dan banyak mengharap pertolongan Allah hingga sampai ke tanah lapang, Utsman menambahkan bahwa kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki mimbar, lalu beliau tidak berkhutbah seperti khutbah kalian ini. Akan tetapi, beliau senantiasa memanjatkan do’a, berharap pertolongan dari Allah dan bertakbir. Kemudian beliau mengerjakan shalat dua raka’at sebagaimana beliau melaksanakan shalat ‘ied.”
2. Khutbah dua atau sekali sebelum (atau setelah) shalat. Khutbah setelah shalat lebih utama.
Imam berkhutbah di mimbar yang disediakan untuknya sebelum atau sesudah shalat istisqo’.
Ketika itu tidak ada adzan dan iqomah.
Landasan yang menunjukkan bahwa khutbah tersebut dilaksanakan sesudah shalat istisqo’ adalah hadits Abdullah bin Zaid yang telah disebutkan di atas:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar ke tanah lapang dan beliau hendak melaksanakan istisqo’(meminta hujan). Beliau pun merubah posisi rida’nya ketika beliau menghadap kiblat."
(Ishaq mengatakan), “Beliau memulai mengerjakan shalat sebelum berkhutbah kemudian beliau menghadap kiblat dan berdo’a”.”
Sedangkan dalil yang menyatakan bahwa khutbah tersebut boleh dilaksanakan sebelum shalat istisqo’ (2 raka’at) adalah hadits ‘Abbad bin Tamim dari pamannya (yaitu Abdullah bin Zaid), ia berkata:
خَرَجَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْتَسْقِى فَتَوَجَّهَ إِلَى الْقِبْلَةِ يَدْعُو ، وَحَوَّلَ رِدَاءَهُ ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ
"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk melakukan istisqo’ (meminta hujan). Kemudian beliau menghadap kiblat dan merubah posisi rida’nya (yang semula di kanan dipindah ke kiri dan sebaliknya). Lalu beliau melaksanakan shalat dua raka’at dengan menjahrkan bacaannya.”
Syaikh Abu Malik hafizhohullah berkata:
“Berdasarkan hadits-hadits di atas, perintah untuk berkhutbah di sini ada kelonggaran, boleh dilakukan sebelum atau sesudah shalat. Pendapat ini adalah pendapat ketiga (dari perselisihan ulama yang ada) dan dipilih oleh madzhab Imam Ahmad, pendapat Asy Syaukani dan lainnya.”
Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan, “Tidak disunnahkan adzan dan iqomah pada shalat istisqo’. Kami tidak tahu kalau dalam masalah ini ada khilaf (perselisihan pendapat).”
3. Hendaknya imam memperbanyak do’a sambil berdiri menghadap kiblat, bersungguh-sungguh mengangkat tangan ketika berdo’a (sampai nampak ketiak), dan hendaknya imam mengarahkan punggung telapak tangannya ke langit.
Para jama’ah ketika itu juga dianjurkan untuk mengangkat tangan. Kemudian imam ketika itu merubah posisi rida’nya (yang kanan di jadikan ke kiri dan sebaliknya)
Sebagaimana hal ini telah diterangkan dalam hadits-hadits yang telah lewat. Ditambah hadits dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَسْقَى فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ.
"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan istisqo lalu ia mengangkat punggung tangannya dan diarahkan ke langit.”
Dalil yang menunjukkan bahwa para jama’ah juga ikut mengangkat tangan adalah hadits dari Anas bin Malik,
فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَدَيْهِ يَدْعُو ، وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُونَ
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya untuk berdo’a. Kemudian para jama’ah ketika itu turut serta mengangkat tangan mereka bersama beliau untuk berdo’a.”
Anas bin Malik juga mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِى شَىْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلاَّ فِى الاِسْتِسْقَاءِ ، وَإِنَّهُ يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ
"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidak (bersungguh-sungguh) mengangkat kedua tangannya dalam setiap do’a beliau kecuali dalam do’a istisqo’. Ketika itu beliau mengangkat tangan sampai-sampai terlihat ketiaknya yang putih.”
Do’a istisqo’ yang dibaca adalah:
اللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ وَأَحْىِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ
"Ya Allah, turunkanlah hujan pada hamba-Mu, pada hewan ternak-Mu, berikanlah rahmat-Mu, dan hidupkanlah negeri-Mu yang mati.”
اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا
"Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan pada kami.”
4. Mengerjakan shalat istisqo’ sebanyak dua raka’at (seperti shalat ‘ied).
Tata Cara Sholat Istisqa:
- Niat
Niat Sholat Istisqa:
أُصَلِّيْ سُنَّةَ اْلإِسْتِسْقَاءِ رَكْعَتَيْنِ (……..) لِلَّهِ تَعَالَى
USHALLI SUNNATAL ISTISOAA-I RAK'ATAINI (IMAMAN/ MA'MUMAN) LILLAAHI TA'ALA ALLAHU AKBAR.
"Aku niat shalat sunat istisqa dua raka'at (jadi imam / ma'mum) karena Allah ta'ala. Allahu Akbar."
• Niat Sholat Istisqa (Minta Hujan) dan Tata Cara Sholat, Lengkap dengan Bacaan Arab dan Latin
- Takbir Rakaat pertama
Rakaat pertama takbir tujuh kali sebelum membaca surat Al-Fatihah karena ada takbir tambahan (zawaid).
Bacaan ketika shalat tersebut dijahrkan (dikeraskan).
Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Abbas, beliau mengatakan,
ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلِّى فِى الْعِيدِ
"Kemudian beliau mengerjakan shalat dua raka’at sebagaimana beliau melaksanakan shalat ‘ied.”
‘Abdullah bin Zaid berkata:
ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَهَرَ فِيهِمَا بِالْقِرَاءَةِ
"Lalu beliau melaksanakan shalat dua raka’at dengan menjahrkan (mengeraskan) bacaannya.”
- Takbir Rakaat ke-dua
Rakaat kedua takbir lima kali sebelum membaca surat Al-Fatihahkarena ada takbir rambahan (zawaid) sebanyak lima kali.
- Sebelum masuk khutbah pertama khatib membaca istighfar sembilan kali.
- Sebelum masuk khutbah kedua khatib membaca istighfar tujuh kali.
- Perbanyak doa dalam khutbah kedua. Wallahu a‘lam.