Usai menceritakan salah satu kenangannya itu Kasidin masih tetap lemas.
Ia hanya bercelana pendek dan berkaos saja ketika Tribun Sumsel menyambangi rumahnya yang berada di desa Mulia Jaya Kecamatan Lalan Kabupaten Muba, Jumat (6/4) pagi. Istrinya tengah di sawah sementara dua anaknya bersekolah.
Ia sendirian di rumah.
Kasidin tinggal di rumah yang sederhana.
Rumah panggung dan semi permanen, dari papan dan kayu.
Namun di samping rumahnya itu tengah dibangun rumahnya yang baru, lebih bagus dan kokoh terbuat dari batu-bata.
Bangunan baru itu belum sepenuhnya selesai dan belum ditinggali.
Seminggu terakhir ini kondisi kesehatan Kasidin menurun.
Darah tingginya kambuh.
Apalagi ketika mendengar kabar tentang anaknya dari kepala desa, kesehatannya semakin memburuk.
Ia tidak percaya dan tak pernah menyangka anaknya bisa berbuat seperti itu.
"Kami terkejut. Kami yang di rumah mikir. Anak ini dipondokkan, disekolahkan, dikuliahkan. Dari kecil gak pernah bertengkar tapi kok berbuat begitu," katanya.
"Kami lihat di koran, internet bahwa Hengki pembunuh berdarah dingin dan lain-lain. Ya Allah, padahal anak ini pendiam. Dia memang gak bisa dikerasin, kudu dilembutin," tambahnya lagi sembari dia mengelus dada.
Hengki, dimata Kasidin -ayahnya- pribadi yang pendiam, penurut dan tidak neko-neko.
Ia mengakui anaknya itu memang tidak pintar dalam akademik.
Bahkan ketika sekolah dasar sering berpindah-pindah sekolah dan terlambat lulus.